Allah berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman,
perihalalah dirimu dan keluargamu dari api neraka… (At-Tahriim : 6).
Ayat ini menunjukan bahwa
mendidik adalah suatu kewajiban dan kewajiban mendidik ada pada orang tua.
Imam Asy-Syafi’I Rahimahullah
berkata : “Para orang tua dan ibu wajib mengajarkan anak-anak mereka yang kecil
tentang hal-halyang harus mereka ketahui sebagai bekal mereka baligh. Orang tua
harus mengajarkan mereja bersuci, shalat, shaum, dan sejenisnya, juga
mengajarkan tentang keharaman zina dan liwath
.
.
Imam An-Nawawi Rahimahullah
berpendapat sama tentang hak tersebut. Bahkan Imam An-Nawawi membuat Bab dalam
Kitabnya Riadhush Shalihin dengan judul “Kewajiban Memerintahkan Keluarga dan
anaknya yang sudah beranjak dewasa…(Riyadhush Shalihin no. 305)
Imam Ibnu Qoyyim Rahimahullah
berkata : “Bahwa kewajiban mendidik dan mengajar anak, berdasarkan ayat ii
serta penafsiran ulama salaf terhadapnya. Yaitu mereka berkata : “perihalalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka… (At-Tahriim : 6). Artinya ajarkan
dan didiklah mereka.
Hasan Al-Bashri Rahimahullah
berkata : “Peliharalah mereka untuk ta’at kepada Allah dan ajarkan mereka
kebaikkan.” (Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman 6/397).
Adapun dalil-dalil yang
menjelaskan kewajiban mendidik anak ada pada orang tua adalah sebagai berikut :
1. Ajarkanlah shalat pada anak kalian pada usia tujuh tahun,
pukullah mereka jika mereka enggan pada usia sepuluh tahun, pisahkan antara
tempat tidur anak laki-laki dan perempuan.” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan lainnya).
2. Tidak ada pemberian yang lebih baik dari orang tua kepada
anaknya melebihi adab yang baik.” (HR. Ahmad dan At-Tirmizi).
3. “Bahwa seseorang dari kalian mendidik ananya, itu lebih baik
baginya daripada ia bersedekah setiap hari sebanyak setengah sha’ kepada
orang-orang miskin.” (HR. Ahmad, Ath-Thabrani, dan Al-Baihaqi).
4. Dari Sa’id dan Ibnu Abbas Radhiallahu Anhum berkata
Rasulullah bersabda : “Siapa yang mendapatkan anak, maka hendaknya ia memberi
nama yang baik dan mendidiknya dengan baik. Dan jika ia telah mencapai baligh,
maka hendaknya ia menikahkannya, karena jika anak mencapai baligh tapi tidak
menikahkannya, kemudian anaknya berbuat zinz, niscaya dosanya ditanggung orang
tuanya.” (HR. Baihaqi dalam Syu’abul Iman 8299, hadits ini didho’fkan oleh Syaikh
Al-Albani Rahimahullah dalam Silsilah Adh-Dha’ifah 737 karena didalamnya ada
Syaddad bin Sa’id Ar-Raasibi).
5. Abdullah bin Umar Radhiallahu Anhuma berkata : “Ajarkanlah
anakmu, karena engkau akan ditanyakan tentang dirinya, apa yang engkau telah
didik kepadanya ? Apa yang engkau ajarkan kepadanya ? Dan sebaliknya ia akan
dipertanyakan tentang baktinya kepadamu serta ketaatannya kepadamu.” (Syu’abul
Iman 6/400 hadits no. 8662).
6. Dan masih banyak Atsar dari para ulama yang menjelaskan hal
ini diantaranya Abu Abdillah Adil Al-Ghomidi dalam kitab Al-Jaami Fii Ahkami wa
Adabish Shibyaan hal . 21-26.
Dengan dasar
inilah para ulama salaf tidak menganggap mudah pendidikan. Bahkan sebaliknya
mereka melihat bahwa pendidikan adalah suatu kewajiban agama, yang sama setatusnya
seperti shalat, puasa, shaum dan kewajiban agama lainnya. Oleh karena itu,
ketika mereka berbicara tentang rukun-rukun dan kewajibannya, mereka juga
menekankan masalah pendidikan sehingga orang tua dan para pendidik tidak
menganggap pendidika sebagai perkara yang sunnah, tanpa adanya beban baginya.
Padahal kenyataannya sebaliknya, yaitu jika ia mendidik maka ia dijaga dan
diselamatkan dari api nereka yang bahan bakarnya dari manusia dan batu.
Sebaliknya, jika ia melakukan atu menyia-nyiakan, niscaya dirinya dan
keluarganya tidak dijaga dari api neraka…. (Syaikh Abdul Mun’im Ibrahim dalam
Tarbiyatul Banaat fil Islam).
Kenyataan saat
ini banyak orang tua yang menitipkan pendidikan anak sepenuhnya kepada guru.
Dengan berbagai banyak alasan. Sebagian mereka ada yang menempuh pendidikan serjana,
Lc, Magister sampai doctor, tapi pendidikan yang ia tempuh dan gelar yang ia
raih diberikan kepada orang lain, bukan kepada anaknya. Sebagian yang lain mengaggap
masa depan anaknya ada pada uang, baginya uang adalah segalanya. Yang paling
miris yaitu ortu berangkat sebelum anak bangun dan datang ketika anak tidur.
Betapa pilu hati
ini menyaksikan orang tua yang semasa muda bekerja keras, peras keringat
banting tulang demi masa depan anaknya. Namun apa balasan yang ia terima ? di
saat tubuh ortu sudah renta, si anak tak segan-segan membentaknya seperti
membentak seekor binatang yang hina. Maka jangan heran jika suatu saat nanti
anak menjadi durhaka karena ortu melalaikan pendidikan anak diusia dini.
Seorang bapak mengadukan
kedurhakaan anaknya kepada Umar bin Khaththab Radhiallahu Anhu, maka Umar
meminta kepadanya untuk dipertemukan dengan anaknya. Lalu Umar bertanya kepada
anak tersebut. Iapun menjawab : “Sesungguhnya ayahku menamaiku dengan Ju’ul (binatang
sejenis kumbang), dan tidak mengajariku al-Qur’an walaupun satu ayat…. Kemudia
Umar berkata kepada ayahnya, :”Sesungguhnya engkau telah durhaka kepada anakmu,
sebelum anakmu durhaka kepadamu”. (Tarbiyatul Aulad fil Islam 1/127).
Pendidikan anak
adalah tanggungjawab orang tua. Maka sebelum anak dididik oleh orang lain,
hendaknya orang tua menjadi guru pertamanya. Dan jangan serahkan pendidikan anak
sepenuhnya kepada orang lain, tanpa ada pengawasan dari orang tua. Lihatlah
bagaimana anak wanita dari Sa’id bin Musayyib Rahimahullah ia menguasai ilmu
ayahnya saat ia dinikahkan dengan Ibnu Abi Wada’ah atau Abdullah anak dari Imam
Ahmad bin Hanbal Rahimahullah yang belajar kepadanya tentang agama. Jika alasan
kita tidak mampu mengari anak disebabkan minimnya ilmu agama yang kita miliki,
maka mulai saat ini belajarlah kembali, karena tidak ada kata terlambat dalam
belajar.
Ya Rabb kami,
anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai
penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa”
(QS. Al Furqon: 74).
Wallahu A’lam
Bekasi, 3
Dzulqo’dah 1436 H / 18 Agustus 2015 M
Abu Rufaydah