Senin, 17 Agustus 2015

ORTU ADALAH GURU

Allah berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, perihalalah dirimu dan keluargamu dari api neraka… (At-Tahriim : 6).
Ayat ini menunjukan bahwa mendidik adalah suatu kewajiban dan kewajiban mendidik ada pada orang tua.
Imam Asy-Syafi’I Rahimahullah berkata : “Para orang tua dan ibu wajib mengajarkan anak-anak mereka yang kecil tentang hal-halyang harus mereka ketahui sebagai bekal mereka baligh. Orang tua harus mengajarkan mereja bersuci, shalat, shaum, dan sejenisnya, juga mengajarkan tentang keharaman zina dan liwath
.
Imam An-Nawawi Rahimahullah berpendapat sama tentang hak tersebut. Bahkan Imam An-Nawawi membuat Bab dalam Kitabnya Riadhush Shalihin dengan judul “Kewajiban Memerintahkan Keluarga dan anaknya yang sudah beranjak dewasa…(Riyadhush Shalihin no. 305)

Imam Ibnu Qoyyim Rahimahullah berkata : “Bahwa kewajiban mendidik dan mengajar anak, berdasarkan ayat ii serta penafsiran ulama salaf terhadapnya. Yaitu mereka berkata : “perihalalah dirimu dan keluargamu dari api neraka… (At-Tahriim : 6). Artinya ajarkan dan didiklah mereka.
Hasan Al-Bashri Rahimahullah berkata : “Peliharalah mereka untuk ta’at kepada Allah dan ajarkan mereka kebaikkan.” (Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman 6/397).

Adapun dalil-dalil yang menjelaskan kewajiban mendidik anak ada pada orang tua adalah sebagai berikut :

1.       Ajarkanlah shalat pada anak kalian pada usia tujuh tahun, pukullah mereka jika mereka enggan pada usia sepuluh tahun, pisahkan antara tempat tidur anak laki-laki dan perempuan.” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan lainnya).

2.       Tidak ada pemberian yang lebih baik dari orang tua kepada anaknya melebihi adab yang baik.” (HR. Ahmad dan At-Tirmizi).

3.       “Bahwa seseorang dari kalian mendidik ananya, itu lebih baik baginya daripada ia bersedekah setiap hari sebanyak setengah sha’ kepada orang-orang miskin.” (HR. Ahmad, Ath-Thabrani, dan Al-Baihaqi).

4.       Dari Sa’id dan Ibnu Abbas Radhiallahu Anhum berkata Rasulullah bersabda : “Siapa yang mendapatkan anak, maka hendaknya ia memberi nama yang baik dan mendidiknya dengan baik. Dan jika ia telah mencapai baligh, maka hendaknya ia menikahkannya, karena jika anak mencapai baligh tapi tidak menikahkannya, kemudian anaknya berbuat zinz, niscaya dosanya ditanggung orang tuanya.” (HR. Baihaqi dalam Syu’abul Iman 8299, hadits ini didho’fkan oleh Syaikh Al-Albani Rahimahullah dalam Silsilah Adh-Dha’ifah 737 karena didalamnya ada Syaddad bin Sa’id Ar-Raasibi).

5.       Abdullah bin Umar Radhiallahu Anhuma berkata : “Ajarkanlah anakmu, karena engkau akan ditanyakan tentang dirinya, apa yang engkau telah didik kepadanya ? Apa yang engkau ajarkan kepadanya ? Dan sebaliknya ia akan dipertanyakan tentang baktinya kepadamu serta ketaatannya kepadamu.” (Syu’abul Iman 6/400 hadits no. 8662).

6.       Dan masih banyak Atsar dari para ulama yang menjelaskan hal ini diantaranya Abu Abdillah Adil Al-Ghomidi dalam kitab Al-Jaami Fii Ahkami wa Adabish Shibyaan hal . 21-26.

Dengan dasar inilah para ulama salaf tidak menganggap mudah pendidikan. Bahkan sebaliknya mereka melihat bahwa pendidikan adalah suatu kewajiban agama, yang sama setatusnya seperti shalat, puasa, shaum dan kewajiban agama lainnya. Oleh karena itu, ketika mereka berbicara tentang rukun-rukun dan kewajibannya, mereka juga menekankan masalah pendidikan sehingga orang tua dan para pendidik tidak menganggap pendidika sebagai perkara yang sunnah, tanpa adanya beban baginya. Padahal kenyataannya sebaliknya, yaitu jika ia mendidik maka ia dijaga dan diselamatkan dari api nereka yang bahan bakarnya dari manusia dan batu. Sebaliknya, jika ia melakukan atu menyia-nyiakan, niscaya dirinya dan keluarganya tidak dijaga dari api neraka…. (Syaikh Abdul Mun’im Ibrahim dalam Tarbiyatul Banaat fil Islam).

Kenyataan saat ini banyak orang tua yang menitipkan pendidikan anak sepenuhnya kepada guru. Dengan berbagai banyak alasan. Sebagian mereka ada yang menempuh pendidikan serjana, Lc, Magister sampai doctor, tapi pendidikan yang ia tempuh dan gelar yang ia raih diberikan kepada orang lain, bukan kepada anaknya. Sebagian yang lain mengaggap masa depan anaknya ada pada uang, baginya uang adalah segalanya. Yang paling miris yaitu ortu berangkat sebelum anak bangun dan datang ketika anak tidur.

Betapa pilu hati ini menyaksikan orang tua yang semasa muda bekerja keras, peras keringat banting tulang demi masa depan anaknya. Namun apa balasan yang ia terima ? di saat tubuh ortu sudah renta, si anak tak segan-segan membentaknya seperti membentak seekor binatang yang hina. Maka jangan heran jika suatu saat nanti anak menjadi durhaka karena ortu melalaikan pendidikan anak diusia dini.

Seorang bapak mengadukan kedurhakaan anaknya kepada Umar bin Khaththab Radhiallahu Anhu, maka Umar meminta kepadanya untuk dipertemukan dengan anaknya. Lalu Umar bertanya kepada anak tersebut. Iapun menjawab : “Sesungguhnya ayahku menamaiku dengan Ju’ul (binatang sejenis kumbang), dan tidak mengajariku al-Qur’an walaupun satu ayat…. Kemudia Umar berkata kepada ayahnya, :”Sesungguhnya engkau telah durhaka kepada anakmu, sebelum anakmu durhaka kepadamu”. (Tarbiyatul Aulad fil Islam 1/127).

Pendidikan anak adalah tanggungjawab orang tua. Maka sebelum anak dididik oleh orang lain, hendaknya orang tua menjadi guru pertamanya. Dan jangan serahkan pendidikan anak sepenuhnya kepada orang lain, tanpa ada pengawasan dari orang tua. Lihatlah bagaimana anak wanita dari Sa’id bin Musayyib Rahimahullah ia menguasai ilmu ayahnya saat ia dinikahkan dengan Ibnu Abi Wada’ah atau Abdullah anak dari Imam Ahmad bin Hanbal Rahimahullah yang belajar kepadanya tentang agama. Jika alasan kita tidak mampu mengari anak disebabkan minimnya ilmu agama yang kita miliki, maka mulai saat ini belajarlah kembali, karena tidak ada kata terlambat dalam belajar.
   
Ya Rabb kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa” (QS. Al Furqon: 74).
Wallahu A’lam

Bekasi, 3 Dzulqo’dah 1436 H / 18 Agustus 2015 M
Abu Rufaydah