Kamis, 07 Juni 2012

Singkat Menghapfal karna Tekad yang Kuat

Pengalaman Ummu Zayid, ia menuturkan, “Alhamdulillah, sesuai dengan kemuliaan wajah-Nya dan keagungan kuasa-Nya, aku telah khatam menghafal Al Qur’an. Berikut pengalamanku, dan aku menghadiahkannya kepada kalian.


Bismillaahirrahmaanirrahiim...


Segala puji bagi Allah, pujian yang sebanyak-banyaknya, sesuai dengan kemuliaan wajah-Nya dan keagungan kuasa-Nya. Wa Ba’d. Ini adalah masa-masa indah yang berlalu dengan segala kisah yang ada di dalamnya. Dan, inilah mimpi yang menjadi kenyataan; dan kenangan yang selalu menghampiriku.




Perlu diketahui bahwa sesungguhnya tujuan terbesarku adalah hafal surat Al-Baqarah dan Ali Imran. Demi Allah, sekali-kali kalian tidak akan percaya bahwa sebenarnya aku adalah orang yang tidak memiliki kesabaran untuk menghafal Al-Qur’an secara keseluruhan. Hal itu disebabkan karena aku menganggap hal tersebut adalah sesuatu yang mustahil dan sangat susah untuk diwujudkan. Dan saat itu, aku masih hidup dengan mempertahankan tujuan yang ingin aku wujudkan sebelumnya, yaitu hafal surat Al-Baqarah dan surat Ali Imran. Dan aku menganggap bahwa kedua surat itu adalah adalah surat Al-Qur’an yang paling sulit (untuk dihafal); dan aku juga beranggapan bahwa sepertinya sulit sekali untuk mempertahankan hafalan tersebut dalam waktu yang lama. Subhanallah, tak terasa sudah tujuh tahun aku mempertahankan hafalan kedua surat tersebut.


Ketika bulan Ramadhan datang, tiba-tiba suamiku mengejutkanku bahwa ia akan beri’tikaf selama 15 hari terakhir Ramadhan di masjidil Haram. Tentu kalian mengerti tentang kesulitan yang menimpaku, karena aku akan ditinggal sendirian bersama anak-anakku. Kami tinggal di daerah yang jauh dari keluarga, sedang para tetangga di sini semuanya menutup pintu rumahnya (tidak peduli dengan urusan tetangganya). Aku merasa gembira karena suamiku akan beri’tikaf. Akan tetapi, manfaat apa yang dapat kupetik dalam kesendirianku ini?


Ketika waktunya telah tiba dan suamiku pergi untuk beri’tikaf, maka aku merasakan pahitnya kesendirian yang sebenarnya. Kemudian, aku mengangkat tanganku kepada Dzat Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, lalu aku berdoa kepada-Nya dengan doa orang yang tertimpa kesulitan, sedang air mata pun mengalir deras membasahi pipiku, “wahai Rabbku, Engkau Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Curahkanlah kepadaku rezeki yang berupa teman-teman yang shalihah, yang lebih baik dari aku. Sehingga, aku bisa meneladani mereka. Ya Allah, berikanlah aku sebaik-baik teman.”
Sungguh, doaku segera dikabulkan oleh Rabb yang Maha Pengasih. Sebagaimana kita ketahui, bahwa Dia telah berfirman dalam kitab-Nya :


"...Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu...” (Al Mu’min : 60)


Ketika aku duduk di depan komputer sambil mengakses internet guna mencari situs yang berisikan informasi tentang keajaiban Al Qur’an Karim, tiba-tiba mataku tertuju pada situs akademi para penghafal Al Qur’an. Sebelumnya, aku tidak tahu bahwa masuknya aku ke dalam komunitas situs ini adalah pertanda terkabulnya doaku. Aku pun masuk dalam komunitas situs ini dalam keadaan terharu. Demi Allah yang tiada ilah kecuali Dia, aku keluar dari situs ini dalam keadaan yang tidak seperti keadaan saat aku masuk, yaitu keadaan yang belum pernah aku impikan sebelumnya. Setelah itu, pikiranku pun tertuju untuk beri’tikaf dalam rangka menghafal Al-Qur’an dalam 10 hari terakhir Ramadhan.


Sungguh, merupakan karunia Allah dan taufik-Nya atasku adalah aku segera mendaftarkan diri untuk beri’tikaf di akademi para penghafal Al-Qur’an tsb tanpa keraguan.
Sejak pertama aku beri’tikaf, aku merasa kagum dengan para akhwat yang turut beri’tikaf denganku. Demi Allah, mereka adalah sebaik-baik saudari di jalan Allah. Mereka menceritakan pengalaman-pengalam mereka dalam mengahafal Al Qur’an. Setelah mendengar cerita mereka, aku membayangkan seakan-akan aku bagaikan makhluk yang berasal dari planet lain. Masuk akalkah bahwa di antara mereka ada yang hafal Al-Qur’an hanya dalam waktu tiga hari? Padahal, selama tujuh tahun aku tidak memiliki kecuali dua surat. Setelah itu, kerinduanku (untuk menghafal) pun bertambah, sementara kesedihan dan kesempitanku menghilang. Kemudian Allah mengganti kedua perasaan tersebut dengan ketenangan yang tiada tara.


Aku bertawakkal pada Dzat yang hidup terus-menerus mengurusi makhluk-Nya atas karunia-Nya yang melimpah. Aku mengambil keputusan untuk beri’tikaf dalam rangka menghafal Al-Qur’an. Karena sesungguhnya, inilah amalan yang terbaik di bulan Ramadhan. Aku pun berujar, ‘Sesungguhnya, Ramadhan kali ini akan berbeda (dengan Ramadhan sebelumnya), dengan izin Allah.’


Aku pun mengambil secarik kertas, lalu kutulis di dalamnya keuntungan-keuntungan yang akan aku dapatkan dari menghafal Al-Qur’an berupa nikmat dan kebaikan yang besar, baik di dunia maupun di akhirat. Begitu pula dengan nikmat yang lebih besar dari keduanya, yaitu keridhaan Allah terhadapku.
Dengan izin Allah, hanya dalam beberapa saat aku bergabung dengan mereka, sebaik-baik ummat ini, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam:
Orang yang paling baik di antara kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan mengamalkannya” (Muttafaq ‘Alaih)


Aku berkhayal, seakan-akan aku bersama para nabi, shidiqqin (orang-orang yang amat teguh kepercayaannya pada kebenaran rasul), syuhada, dan orang-orang shalih. Dan mereka itulah teman yang paling baik. Kemudian, aku berkhayal lagi seakan-akan aku menyematkan mahkota di atas kepala kedua orang tuaku dengan kedua tanganku ini. Aku berkhayal bahwa aku dapat membebaskan mereka (dari siksa), kemudian aku pun kembali kepada diriku (untuk membebaskan diri sendiri). Aku juga berkhayal mengenai berbagai kenikmatan yang Allah anugerahkan kepadaku.


Aku menulis semuanya, dan aku menggantungkan tulisan itu di tempat yang senantiasa kurawat. Aku pun membawa halaman-halaman (mushaf Al-Qur’an) yang telah aku puruskan bahwa sekali-kali tidak akan meninggalkannya; dan akan menjadikannya sebagai teman di dalam eksprimen ini.
Setelah itu, aku pun berwudhu, lalu duduk dan membuka Al-Qur’an. Aku berkata dengan suara yang hanya terdengar oleh diri sendiri, ‘Sekarang, aku akan menguji kemampuan akalku yang sebenarnya. Dan aku akan memulainya dengan bertawakkal pada Allah seraya mengulang-ulang firman Allah Ta’alaa:


dan Sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, Maka Adakah orang yang mengambil pelajaran?” (QS Al Qamar:17)


Kemudian, aku memasang alat pengingat untuk mengingatkanku bahwa aku hafal satu lembar dalam 10 menit. Maka, aku mulai menghafal halaman demi halaman. Setiap halaman, aku menghafalnya seraya bedoa kepada Allah agar Dia berkenan memantapkannya pada diriku. Doa yang kupanjatkan adalah, “Ya Rabbku, aku titipkan pada-Mu apa-apa yang telah Engkau ajarkan kepadaku. Maka, jagalah ia untukku.”
Aku mulai menghafal pada waktu dhuha sampai zhuhur, lalu menghafal lagi sampai jam setengah tiga siang. Setelah itu, aku tidur sebentar dengan memasang alarm. Ketika alarm berbunyi pada waktu pada jam 3 sore, aku segera bangun untuk shalat ashar. Kemudian, aku mulai menghafal sampai datang waktu magrib, lalu kulanjutkan hingga sebelum Isya’.


Dari mulai mengahafal selesai, aku tidak berpindah-pindah. Aku hanya duduk pada satu tempat, hingga tak terasa bahwa aku telah menghafal 3 juz. Ya Allah betapa mulianya Engkau dan betapa besarnya nikmat-Mu. Akan tetapi, mengapa kami tidak pernah mensyukuri nikmat ini. Aku pun melanjutkan hafalanku sampai aku selesai menghafal 16 juz Al-Qur’an dalam 6 hari. Alhamdulillah. Aku bingung, apakah aku akan menyempurnakan hafalanku menjadi 30 juz ataukah mengulang-ulang apa yang telah aku hafal.kawan-kawan baikku menasihatiku agar aku menyempurnakan hafalanku dan tak berhenti hanya pada juz ke-16. Maka, aku pun menyempurnakan hafalanku. Aku yakin bahwa hafalanku tidak hilang hingga suamiku datang dan kami kembali berkumpul dengan keluarga, karena aku telah menitipkannya pada Rabbku yang Mulia (agar Dia selalu menjaganya).


Subhanallah, tak terasa aku akan meninggalkan tempat dimana aku menghafal Al-Qur’an dan berkhalwat (mendekatkan diri) dengan Rabbku, menuju kehidupan yang melalaikan dan keduniaan yang fana, yang mana semuanya sedang memfokuskan perhatiannya pada beberapa pertanyaan, “Kue dan manisan apa yang akan kami persiapkan untuk hari Ied kali ini?”, serta berbagi hal lainnya, sedang aku masih mengasingkan diri untuk mengahafal Al-Qur’an.


Kemudian, aku pun kembali kepada mereka, sedang aku berharap bahwa aku dapat mengkhatamkan hafalanku pada hari terakhir di bulan Ramadhan, serta mendapatkan dua kebahagiaan. Akan tetapi, ketika yang kuharapkan belum terwujud, cobaan dan ujian dari Rabb semesta alam datang padaku. Apakah aku akan melanjutkan hafalanku ataukah aku menghentikannya? Akan tetapi, Alhamdulillah, aku tidak berhenti menghafal.


Mungkin kalian tidak akan percaya bahwa pada suatu hari, aku tidak dapat menghafal kecuali hanya dua halaman. Bukan karena aku tidak bisa, akan tapi hal itu karena aku sangat disibukkan dengan sesuatu yang menimpaku. Keempat anakku semuanya menderita demam tinggi, hingga mereka tidak bisa tidur sepanjang malam. Oleh karena itu, aku pun banyak begadang malam untuk menemani mereka. Dan ketika aku merasa kepayahan sedang anakku yang paling kecil menangis terus-menerus, dan tidak ada seorang pun yang membantu, akhirnya aku pun jatuh sakit.


Alhamdulillah, walaupun sakit, aku tidak berhenti melanjutkan hafalanku dan terus berusaha sampai Allah berkenan menyembuhkan mereka yang sudah lama terbaring sakit. Setelah mereka sembuh, aku bertawakkal kepada Allah dan aku katakan pada diriku sendiri, ‘akan aku khatamkan hafalanku yang tersisa 10 juz dalam waktu dekat.’ Alhamdulillah, sungguh Allah telah memberikan karunia-Nya kepadaku hingga aku dapat menghafalanya dengan cepat.


Sekarang, aku akan menceritakan kepada kalian moment-moment paling indah dalam hidupku, yaitu moment saat aku mengkhatamkan Al-Qur’an.
Pada pagi hari ini, aku bermimpi indah. Mimpi itu membawa kabar gembira bahwa pada hari ini aku akan mengkhatamkan hafalan Al-Qur’an. Serta merta, aku pun amat bergembira, karena pada hari ini hafalanku yang tersisa hanya tinggal 3 juz.
Kemudian, aku mulai menghafal. Dan tanpa kusadari, aku menghafalnya dengan cepat. Satu halaman dapat aku hafal dalam waktu 8 menit, terkadang hanya 5 menit. Sehingga, ketika waktu menunjukkan jam 9 malam, aku tidak tahu bahwa waktu itu adalah waktu yang telah aku tunggu-tunggu, yaitu waktu pengkhataman Al-Qur’an.


Aku terus membaca, akan tetapi aku tidak memperhatikan bahwa yang tersisa hanya tinggal beberapa halaman. Apakah kalian tahu bagaimana aku menyadarinya? Sungguh, kalian tidak akan percaya. Aku merasakan perasaan yang aneh sekali. Perasaan ini tidak pernah aku rasakan sebelumnya. Perasaan ini tidak bisa digambarkan karena ia begitu saja menyebar ke seluruh tubuhku. Perasaan yang berupa ketenangan dan ketentraman. Demi Allah, seakan-akan diriku akan terbang karena ringannya tubuh. Maka, aku pun menjadi selembar bulu karen ringannya. Aku merasa heran, hingga aku bertanya pada diriku sendiri, ‘perasaan apakah ini?’ jantungku mulai berdetak, seakan-akan ia berkata kepadaku, ‘Semoga keberkahan terlimpah atasmu. Engkau telah khatam menghafal Al-Qur’an. Al-Qur’an telah berada di dadamu.’


Tiba-tiba aku tersadar, aku sedang membaca akhir ayat yang mana dengannya aku mengkhatamkan Al-Qur’an. Maka, aku pun menyungkurkan diriku ini ke tanah, lalu aku bersujud syukur, sedang air mata kegembiraan jatuh menetes ke bumi. Kemudian, aku pun berlari menemui suamiku. Aku kabarkan berita gembira ini dengan penuh sukacita. Lalu, aku pun melihat mushaf yang telah menemaniku sepanjang perjalananku menghafal Al-Qur’an. Aku menangis sambil berkata, ‘Wahai mushafku yang tercinta, sungguh, aku telah mendapatkan moment-moment yang paling indah (dalam hidupku).’ Lalu, aku pun memeluk mushafku itu dengan erat. Berulang-ulang aku ucapkan, Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, sesuai dengan kemuliaan wajah-Nya dan keagungan kuasa-Nya. Alhamdulillah, aku telah khatam menghafal Al-Qur’an sebelum ajal menjemputku.’ Sebelumnya, aku takut jika aku mati, sedangkan aku belum sempat menghafal Al-Qur’an dengan sempurna.


Berikutnya, perasaan yang tak bisa aku gambarkan adalah tiba-tiba aku beranjak pergi ke depan komputer. Lalu, aku memutar CD yang berisi ucapan-ucapan takbir, yang aku impikan sepanjang masa hafalanku. Kemudian, aku dan suamiku mendengarkannya dan semuanya merasa gembira.
Ya Allah, segala puji bagi-Mu yang telah memuliakanku dengan menghafal kitab-Mu. Ya Rabbku, betapa mulia-Nya diri-Mu. Engkau telah menggantikan kesendirianku dengan sebaik-baik teman yang menemaniku dalam kehidupanku dan kuburku. Wahai Rabbku, aku berdoa pada-Mu saat hatiku terkoyak karena kesendirian. Kemudian, Engkau menggantinya dengan sesuatu yang lebih dari apa yang aku angan-angankan dan aku harapkan. Betapa mulianya Engkau wahai Rabb Yang Maha Pengasih, Yang telah memberikan karunia yang menilmpah.


Adapun kalimat terakhir untuk menutup halaman-halaman indah ini adalah, ‘Aku adalah wanita, sebagaimana wanita lain. Aku memiliki seorang suami dan anak-anak. Anak-anakku belajar di sekolah khusus dengan kurikulum yang sangat sulit. Aku hafal Al-Qur’an, akan tetapi, aku tidak melalaikan tanggung-jawabku sebagai seorang ibu. Aku mendidik anak-anakku dan berusaha mengajari mereka segala sesuatu. Dan tanggung-jawab yang paling utama adalah sebagai seorang istri yang berusaha untuk mendapatkan keridhaan suaminya; tidak mengurangi haknya; dan menunaikan kewajiban-kewajibannya secara sempurna.
Alhamdulillah, Allah tidak menjadikanku telat untuk menghafal Al-Qur’an selama-lamanya. Demi Allah, janganlah kalian memberikan alasan atas tidak hafalnya kalian terhadap Al-Qur’an selama-lamanya. Apalagi kalian, para gadis yang belum menikah dan belum memiliki tanggung-jawab.


Pertama dan terakhir kalinya adalah berprasangka baiklah pada Allah, maka Allah akan berprasangka baik sesuai dengan prasangka hamba-Nya. Karena ketika aku mengira bahwa surat Al-Baqarah dan Ali Imran sulit sekali untuk dihafal; dan usaha itu akan memakan waktu yang lama, maka Allah pun memberikanku anugerah sesuai dengan apa yang aku kira, yaitu aku menghafalnya selama 7 tahun. Hal itu disebabkan karena aku tidak berprasangka baik pada Allah.


Akan tetapi, ketika aku memasrahkan diri kepada Allah dan berprasangka baik kepada-Nya, aku berujar pada diriku sendiri, ‘Aku akan menghafal Al-Qur’an secara sempurna dalam waktu singkat.’ Allah memuliakanku dengan menghafal kitab-Nya; dan memudahkanku. Allah menunjukiku jalan dan cara menghafal yang bermacam-macam, yang tidak pernah aku mengerti dan ketahui sebelumnya.


Wahai orang yang berkeinginan untuk menghafal Al-Qur’an, bertawakkallah kepada Allah! Bersungguh-sungguhlah dalam berusaha! Dan jujurlah pada dirimu bahwasanya engkau benar-benar ingin menghafal Al-Qur’an! Serta, berprasangka baiklah bahwa Allah akan memberikan taufik-Nya atas usahamu. Demi Allah, engkau akan mendapatkan apa yang kau inginkan dengan segera; dan engkau akan menjadi bagian dari penghafal kalam yang paling agung, yaitu kalam Rabb semesta alam. Dia telah berfirman :


dan Sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, Maka Adakah orang yang mengambil pelajaran?” (QS Al Qamar:17)

Ceriat Menggugah dan merubah

Kisah seorang wanita yang bernama 'Abiir yang sedang dilanda penyakit kanker. Ia mengirimkan sebuah surat berisi kisahnya ke acara keluarga mingguan "Buyuut Muthma'innah" (rumah idaman) di Radio Qur'an Arab Saudi, lalu menuturkan kisahnya yang membuat para pendengar tidak kuasa  menahan air mata mereka. Kisah yang sangat menyedihkan ini dibacakan di salah satu hari dari  sepuluh terakhir di bulan Ramadhan lalu (tahun 2011). Berikut ini kisahnya –sebagaimana dituturkan kembali oleh sang pembawa acara DR Adil Alu Abdul Jabbaar- :

Ia adalah seorang wanita yang sangat cantik jelita dan mengagumkan, bahkan mungkin tidak berlebihan jika dikatakan bahwa kecantikannya merupakan tanda kebesaran Allah. Setiap lelaki yang disekitarnya berangan-angan untuk memperistrikannya atau menjadikannya sebagai menantu putra-putranya. Hal ini jelas dari pembicaraan 'Abiir tatkala bercerita tentang dirinya dalam acara Radio Qur'an Saudi "Buyuut Muthma'innah". Ia bertutur tentang dirinya:
"Umurku sekarang 28 tahun, seorang wanita yang cantik dan kaya raya, ibu seorang putri yang berumur 9 tahun yang bernama Mayaa'. Kalian telah berbincang-bincang tentang penyakit kanker, maka izinkanlah aku untuk menceritakan kepada kalian tentang kisahku yang menyedihkan….dan bagaimana kondisiku dalam menghadapi pedihnya kankerku dan sakitnya yang berkepanjangan, dan perjuangan keras dalam menghadapinya. Bahkan sampai-sampai aku menangis akibat keluhan rasa sakit dan kepayahan yang aku rasakan. Aku tidak akan lupa saat-saat dimana aku harus menggunakan obat-obat kimia, terutama tatkala pertama kali aku mengkonsumsinya karena kawatir dengan efek/dampak buruk yang timbul…akan tetapi aku sabar menghadapinya..meskipun hatiku teriris-iris karena gelisah dan rasa takut. Setelah beberapa lama mengkonsumsi obat-obatan kimia tersebut mulailah rambutku berguguran…rambut yang sangat indah yang dikenal oleh orang yang dekat maupun yang jauh dariku. Sungguh…rambutku yang indah tersebut merupakan mahkota yang selalu aku kenakan di atas kepalaku. Akan tetapi penyakit kankerlah yang menggugurkan mahkotaku…helai demi helai berguguran di depan kedua mataku.

Pada suatu malam datanglah Mayaa' putriku lalu duduk di sampingku. Ia membawa sedikit manisan (kue). Kamipun mulai menyaksikan sebuah acara di salah satu stasiun televisi, lalu iapun mematikan televisi, lalu memandang kepadaku dan berkata, "Mama…engkau dalam keadaan baik..??". Aku menjawab, "Iya". Lalu putriku memegang uraian rambutku…ternyata uraian rambut itupun berguguran di tangan putriku. Iapun mengelus-negelus rambutku ternyata berguguran beberapa helai rambutku di hadapannya. Lalu aku berkata kepada putriku, "Bagaimana menurutmu dengan kondisiku ini wahai Mayaa'..?", iapun menangis. Lalu iapun mengusap air matanya dengan kedua tangannya, seraya berkata, "Waha mama…rambutmu yang gugur ini adalah amalan-amalan kebaikan", lalu iapun mulai mengumpulkan rambut-rambutku yang berguguran tadi dan meletakkannya di secarik tisu. Akupun menangis melihatnya hingga teriris-iris hatiku karena tangisanku, lalu aku memeluknya di dadaku, dan aku berdoa kepada Allah agar menyembuhkan aku dan memanjangkan umurku demi Mayaa' putriku ini, dan agar aku tidak meninggal karena penyakitku ini, dan agar Allah menyabarkan aku menahan pedihnya penyakitku ini….

Keeseokan harinya akupun meminta kepada suamiku alat cukur, lalu akupun mencukur seluruh rambutku di kamar mandi tanpa diketahui oleh seorangpun, agar aku tidak lagi sedih melihat rambutku yang selalu berguguran… di ruang tamu…, di dapur…di tempat duduk…di tempat tidur…di mobil…tidak ada tempat yang selamat dari bergugurnya rambutku.

Setelah itu akupun selalu memakai penutup kepala di rumah, akan tetapi Mayaa putriku mengeluhkan akan hal itu lalu melepaskan penutup kepalaku. Iapun terperanjak melihat rambutku yang tercukur habis. Ia berkata, "Mama..kenapa engkau melakukan ini ?!, apakah engkau lupa bahwa aku telah berdoa kepada Allah agar menyembuhkanmu, dan agar rambutmu tidak berguguran lagi?!. Tidakkah engkau tahu bahwasanya Allah akan mengabulkan doaku…Allah akan menjawab permintaanku…!!, Allah tidak menolak permintaanku…!!. Aku telah berdoa untukmu mama dalam sujudku agar Allah mengembalikan rambutmu lebih indah lagi dari sebelumnya…lebih banyak dan lebih cantik. Mama…sudah sebulan aku tidak membeli sarapan pagi di sekolah dengan uang jajanku, aku selalu menyedekahkan uang jajanku untuk para pembantu yang miskin di sekolah, dan aku meminta kepada mereka untuk mendoakanmu. Mama…tidakkah engkau tahu bahwasanya aku telah meminta kepada sahabatku Manaal agar meminta neneknya yang baik untuk mendoakan kesembuhanmu??. Mamaa…aku cinta kepada Allah…dan Dia akan mengabulkan doaku dan tidak akan menolak permintaanku…dan Dia akan segera menyembuhkanmu"

Mendengar tuturan putriku akupun tidak kuasa untuk menahan air mataku…begitu yakinnya ia…, begitu kuat dan berani jiwanya…lalu akupun memeluknya sambil menangis…".

Putriku lalu duduk bertelekan kedua lututnya menghadap kiblat dan mengangkat kedua tangannya berdoa agar Allah menyembuhkanku sambil menangis. Ia menoleh kepadaku dan berkata, "Mama..hari ini adalah hari jum'at, dan saat ini adalah waktu mustajaab (terkabulnya doa)…aku berdoa untuk kesembuhanmu. Ustadzah Nuuroh hari ini mengabarkan aku tentang waktu mustajab ini." Sungguh hatiku teriris-iris melihat sikap putriku kepadaku... Akupun pergi ke kamarku dan tidur. Aku tidak merasa dan tidak terjaga kecuali saat aku mendengar lantunan ayat kursi dan surat Al-Fatihah yang dibaca oleh putriku dengan suaranya yang merdu dan lembut…aku merasakan ketentaraman…aku merasakan kekuatan…aku merasakan semangat yang lebih banyak. Sudah sering kali aku memintanya untuk membacakan surat Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Naas kepadaku jika aku tidak bisa tidur karena rasa sakit yang parah…akupun memanggilnya untuk membacakan al-Qur'an untukku.

Sebulan kemudian –setelah menggunakan obat-obatan kimia- akupun kembali periksa di rumah sakit. Para dokter mengabarkan kepadaku bahwa saat ini aku sudah tidak membutuhkan lagi obat-obatan kimia tersebut, dan kondisiku telah semakin membaik. Akupun menangis karena saking gembiranya mendengar hal ini. Dan dokter marah kepadaku karena aku telah mencukur rambutku dan ia mengingatkan aku bahwasanya aku harus kuat dan beriman kepada Allah serta yakin bahwasanya kesembuhan ada di tangan Allah.

Lalu aku kembali ke rumah dengan sangat gembira…dengan perasaan sangat penuh pengharapan…putriku Mayaa' tertawa karena kebahagiaan dan kegembiraanku. Ia berkata kepadaku di mobil, "Mama…dokter itu tidak ngerti apa-apa, Robku yang mengetahui segala-galanya". Aku berkata, "Maksudmu?". Ia berkata, "Aku mendengar papa berbicara dengan sahabatnya di HP, papa berkata padanya bahwasanya keuntungan toko bulan ini seluruhnya ia berikan kepada yayasan sosial panti asuhan agar Allah menyembuhkan uminya Mayaa". Akupun menangis mendengar tuturannya…karena keuntungan toko tidak kurang dari 200 ribu real (sekitar 500 juta rupiah), dan terkadang lebih dari itu.

Sekarang kondisiku –Alhamdulillah- terus membaik, pertama karena karunia Allah, kemudian karena kuatnya Mayaa putriku yang telah membantuku dalam perjuangan melawan penyakit kanker yang sangat buruk ini. Ia telah mengingatkan aku kepada Allah dan bahwasanya kesembuhan di tangan-Nya…sebagaimana aku tidak lupa dengan jasa suamiku yang mulia yang telah bersedekah secara diam-diam tanpa mengabariku yang merupakan sebab berkurangnya rasa sakit yang aku rasakan.

Aku berdoa kepada Allah agar menyegerakan kesembuhanku dan juga bagi setiap lelaki atau wanita yang terkena penyakit kanker. Sungguh kami menghadapi rasa sakit yang pedih yang merusak tubuh kami dan juga jiwa kami…akan tetapi rahmat Allah dan karuniaNya lebih besar dan lebih luas sebelum dan susudahnya"

(Diterjemahkan oleh Firanda Andirja, semoga Allah menyegerakan kesembuhan bagi ukhti 'Abiir)

Kota Nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam-, 22-02-1433 H / 16 Januari 2011 M
www.firanda.com