Pernahkah anda melihat pohon yang rindang, akar yang kuat, buah yang
lebat ? pemandangan seperti ini tidak aneh di Negara yang subur seperti
Indonesia. Tentunya kita sepakat bahwa buah yang bagus dan unggul tidaklah
dihasilkan kecuali dari pohon yang bagus, itulah penggalan nasihat dari Syaikh
Abul Harits Umar Saalim Baawaziir Hafidhohullah di Purwakarta. Demikian
juga sebaliknya Guru kencing berdiri murid kencing berlari. “Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya”
begitulah perumpamaan bahasa kita. Begitu pula dengan anak. Anak yang shalah
lahir dari orang tua yang shalih (lihat tulisan saya di Efek keshalihan Ortu
pada anak). Maka tak salah kalau kita katakana bahwa “murid yang shalih
lahir dari guru yang shalih.
Ambilah contoh yang teragung dari orang yang paling mulia suri tauladan manusia
Nabi Muhammad; beliau adalah sebaik-baiknya guru peradaban. Bagaimana tidak
karena di madrasah kenabian dan di meja kerasulanlah lahir generasi terbaik
ummat. Allah Mengabadikan keunggulan generasi tersebut dalam al-Qur’an dalam QS.
Alimran : 110.
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk
manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan
beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik
bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah
orang-orang yang fasik.
Dan masih banyak lagi ayat yang menjelaskan keutamaan sahabat Rasulullah. Bahkan
Nabi sendiri memuji generasi terbaik itu ada pada diri sahabat Nabi yang tak
lain adalah muridnya.
“Sebaik-baik manusia adalah
generasiku ( para sahabat ) kemudian generasi berikutnya (tabi’in) kemudian
generasi berikutnya ( tabiu’t tabi’in )” (Hadits Bukhari & Muslim)
Siapa yang tidak kenal dengan sosok Abu Bakr ash-Shiddiq Radhiallahu
Anhu yang terkenal dengan kedermawanannya, Umar bin al-Khoththob dengan keberaniannya,
Utsman bin Affan dengan rasa malu dan Ali bin Abi Thalib dengan kecerdasanya.
Lihat pula pada sosok Istri Nabi; Aisyah binti Abi Bakr, Ummu Salamah, Zainab
binti Jahsy dan istri Nabi lainnya para sahabat wanita mulia Rasulullah Asma
binti Abi Bakar dan para sahabat lainnya yang mencerminkan bagaimana Rasulullah
mampu memaksimalkan potensi yang ada pada diri sahabat yang berbeda-beda.
Tentunya kita sepakat bahwa Nabi Muhammad adalah manusia yang paling
dekat dengan Allah, manusia yang paling mencitai Allah, dan manusia pilhan
Allah. Mari kita lihat bagaimana bentuk kedekatan tersebut dengan diaplikasikan
rasa syukur Nabi pada Rabb-nya dengan ibadah shalat sampai kakinya pecah-pecah;
disamping itu pula Nabi pada malam hari beribadah dan siang harinya berdakwah,
shodaqoh, perang dan lain-lain. Lihat pula bagaimana dzikir rasulullah dalam
sehari semalam 70 kali (HR. al-Bukhari) dan 100 kali Hadits Riwayat Muslim). Maka
kita akan dapati bahwa apa yang ada dalam al-Qur’an dari perintah dan larangan
sesungguhnya hal itu ada pada Rasulullah karena Nabi ibarat al-Qur’an yang
berjalan. Jadi tidak diragukan lagi bahwa pengaruh keshalihan beliau sangat
berdampak pada para sahabat ridwanullah ajma’in.
Lihat pula bagaimana para sahabat Nabi yang mendidik para tabi’in. Dimeja dan bangku madrasah mereka lahir para
ulama terkemuka. Tak asing ditelinga para pembaca kitab klasik ulama sekaliber
Said al-Musayyib Rahimahullah menantu dari Abu Hurairah Radhiallahu Anhu, Abdullah
bin Tsuaib (Abu MuslimAl Khaulani), Abdullah bin al-Mubarak, Abu Hanifah, Aisyah
binti Thalhah, Amir Bin Abdillah Attamimi, Atba’ bin Abi Rabah, Zainal Abidin
bin Husain Ali Abithalib, Hasan Al-Bashri, Muhammad ibnu Wa’asi al Azdiy, Muhammad
bin Sirin, Rabi’ah ar Ra’yi, Said ibnu Jubair, Salamah ibnu Dinar, Shilah bin
Asy Syam al ‘Adawi, Syuraih al Qadli, Thaawus ibnu Kaisan, Urwah bin Zubair, Umar
bin Abdul Aziz, Abdul Malik bin Umar bin Abdul Aziz, dan Qosim bin Muhammad bin
Abi Bakr.
Betapa banyak ulama yang lahir pada masa itu. Maka mari kita ambil satu
contoh dari ribuan contoh ulama yang ada pada zamannya. Imam Ahmad bin Hanbal
Rahimahullah. Imam Ahmad bin Hanbal, Teladan dalam Semangat dan Kesabaran
Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata : “Ahmad bin Hanbal adalah
seorang tauladan dalam 8 hal:
1. Tauladan dalam bidang hadits,
2. Fiqih,
3. Bahasa arab,
4. Al-Qur’an,
5. Kefakiran,
6. Zuhud,
7. Wara’ dan
8. Berpegang teguh dengan sunnah Nabi shalallahu’alaihi wa sallam.
Majelis yang diadakan oleh beliau dihadiri oleh sekitar 5000 orang. Yang
mencatat pelajaran yang beliau sampaikan jumlahnya adalah kurang dari 500
orang. Sementara sisanya sekitar 4500 orang tidak mencatat pelajaran yang
beliau sampaikan namun sekedar memperhatikan akhlak dan samt (baiknya
penampilan dalam perkara agama) beliau. (Min Adabi Tholibil Ilmi hal. 63)
Diantara ketawadhu’ beliau adalah apa yang dikatakan oleh Yahya bin
Ma’in Rahimahullah: “Aku tidak pernah melihat orang yang seperti Ahmad. Kami
bersahabat dengannya selama 50 tahun. Dan belum pernah kulihat ia membanggakan
dirinya atas kami dengan sesuatu yang memang hal itu ada pada dirinya.”
Beliau juga sangat benci apabila namanya disebut-sebut (dipuji) di
tengah-tengah manusia, sehingga beliau pernah berkata kepada seseorang:
“Jadilah engkau orang yang tidak dikenal, karena sungguh aku benar-benar telah
diuji dengan kemasyhuran.”
Beliau menolak untuk dicatat fatwa dan pendapatnya. Berkata seseorang
kepada beliau: “Aku ingin menulis permasalahan-permasalahan ini, karena aku
takut lupa.” Berkata beliau: “Sesungguhnya aku tidak suka, engkau mencatat
pendapatku.”
Beliau adalah seorang yang sangat kuat ibadahnya. Putra beliau yang bernama
Abdullah menceritakan tentang kebiasaan ayahnya: “Ayahku setiap hari membaca
sepertujuh Al-Quran, dan selalu khatam pada setiap pekan. Setiap khatam
Al-Quran selalu jatuh pada malam ke tujuh. Beliau pun senantiasa shalat isya
dilanjutkan dengan qiyamullail, kemudian tidur sebentar dan qiyamullail lagi
sehingga tiba waktu subuh. Lalu, shalat subuh dan melanjutkan membaca doa-doa.
Pada setiap harinya, beliau mengerjakan shalat sebanyak 300 rakaat. Namun,
semenjak beliau mendapat hukuman cambuk yang membuat fisik beliau lemah, beliau
hanya mampu mengerjakan shalat sebanyak 150 rakaat.” (As-Siyar: 11/212)
Abdullah mengatakan: “Terkadang aku mendengar ayah pada waktu sahur
mendoakan kebaikan untuk beberapa orang dengan menyebut namanya. Ayah adalah
orang yang banyak berdoa dan meringankan doanya. Jika ayah shalat Isya, maka
ayah membaguskan shalatnya kemudian berwitir lalu tidur sebentar kemudian
bangun dan shalat lagi. Bila ayah puasa, beliau suka untuk menjaganya kemudian
berbuka sampai waktu yang ditentukan oleh Allah. Ayah tidak pernah meninggalkan
puasa Senin-Kamis dan puasa ayyamul bidh (puasa tiga hari, tanggal 13, 14, 15
dalam bulan Hijriyah).
Dalam riwayat lain beliau berkata: “Ayah membaca Al-Qur’an setiap
harinya 1/7 Al-Qur’an. Beliau tidur setelah Isya dengan tidur yang ringan
kemudian bangun dan menghidupkan malamnya dengan berdo’a dan shalat.
Murid-murid Imam Ahmad bin Hanbal Rahimahullah :
1.
Muhammad
bin Ismail al-bukhari Rahimahullah
2.
Muslim
bin al-Hajjaj an-Naisaburi Rahimahullah.
3.
Abu
Daud as-Sijistani Rahimahullah.
4.
al-Hassan
bin ash-Shabbah Rahimahullah.
5.
Muhammad
bin Ishaq Rahimahullah.
6.
Muhammad
bin Ubaidah al-Munada Rahimahullah.
7.
Abu
Hati ar-Rozi Rahimahullah.
8.
Abu
Zur’ah Ar-Razi Rahimahullah.
9.
Muhammad
bin Idris Asy-Syafi’I Rahimahullah.
10. Waki’ bin Jarrah ad-Dimasyqi Rahimahullah.
11. Ibrahim al-Harb Rahimahullah.
12. dan lain-lain.
(diringkas dari kitab min A’laamis Salaf karya Syaikh Ahmad Farid
Hafihahullah)
Bila kita perhatiakan nama-nam diatas, maka kita akan
dapati bahwa mereka adalah para ulama terkemuka. Tak heran jika Ust. Budi
Ashari, Lc Hafidhohullah sering
memberikan nasihat kepada para guru dengan nasihat : “Dibalik kebesaran seorang
murid disana ada guru yang hebat (baca ; shaleh)” kurang lebih seperti itu.
Sekarang giliran anda wahai para pendidik untuk
mengambil peran dalam melahirkan generasi peradaban dengan mengambil suri
tauladan dari Rasulullah, para sahabat dan para ulama. Bukan dari Ilmuan barat
yang mereka dapatkan dari penemuan atau para peneliti yang hasilnya tidak
pasti. Tapi ambilah dari wahyu Allah yang tak pernah salah. Jika memakai minyak
kayu putih untuk anak saja jangan coba-coba. Bagaimana dengan pendidikan yang
jauh lebih penting ?
Akhirnya kalam saya mengambil kesimpulan dari penjelasan diatas bahwa “Keshalihan
Guru sangan berpengaruh terhadap muridnya”. Wallahu A’lam.
Jakarta, 26 Agustus 2014
Abu Rufaydah Endang Hermawan bin Unib
Staff Pengajar Kuttab Jakarta Timur