Senin, 25 Agustus 2014

EFEK KESHALIHAN GURU PADA MURID….



Pernahkah anda melihat pohon yang rindang, akar yang kuat, buah yang lebat ? pemandangan seperti ini tidak aneh di Negara yang subur seperti Indonesia. Tentunya kita sepakat bahwa buah yang bagus dan unggul tidaklah dihasilkan kecuali dari pohon yang bagus, itulah penggalan nasihat dari Syaikh Abul Harits Umar Saalim Baawaziir Hafidhohullah di Purwakarta. Demikian juga sebaliknya Guru kencing berdiri murid kencing berlari.  “Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya” begitulah perumpamaan bahasa kita. Begitu pula dengan anak. Anak yang shalah lahir dari orang tua yang shalih (lihat tulisan saya di Efek keshalihan Ortu pada anak). Maka tak salah kalau kita katakana bahwa “murid yang shalih lahir dari guru yang shalih.

Ambilah contoh yang teragung dari orang yang paling mulia suri tauladan manusia Nabi Muhammad; beliau adalah sebaik-baiknya guru peradaban. Bagaimana tidak karena di madrasah kenabian dan di meja kerasulanlah lahir generasi terbaik ummat. Allah Mengabadikan keunggulan generasi tersebut dalam al-Qur’an dalam QS. Alimran : 110.

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. 

Dan masih banyak lagi ayat yang menjelaskan keutamaan sahabat Rasulullah. Bahkan Nabi sendiri memuji generasi terbaik itu ada pada diri sahabat Nabi yang tak lain adalah muridnya.


Sebaik-baik manusia adalah generasiku ( para sahabat ) kemudian generasi berikutnya (tabi’in) kemudian generasi berikutnya ( tabiu’t tabi’in )” (Hadits Bukhari & Muslim)

Siapa yang tidak kenal dengan sosok Abu Bakr ash-Shiddiq Radhiallahu Anhu yang terkenal dengan kedermawanannya, Umar bin al-Khoththob dengan keberaniannya, Utsman bin Affan dengan rasa malu dan Ali bin Abi Thalib dengan kecerdasanya. Lihat pula pada sosok Istri Nabi; Aisyah binti Abi Bakr, Ummu Salamah, Zainab binti Jahsy dan istri Nabi lainnya para sahabat wanita mulia Rasulullah Asma binti Abi Bakar dan para sahabat lainnya yang mencerminkan bagaimana Rasulullah mampu memaksimalkan potensi yang ada pada diri sahabat yang berbeda-beda.

Tentunya kita sepakat bahwa Nabi Muhammad adalah manusia yang paling dekat dengan Allah, manusia yang paling mencitai Allah, dan manusia pilhan Allah. Mari kita lihat bagaimana bentuk kedekatan tersebut dengan diaplikasikan rasa syukur Nabi pada Rabb-nya dengan ibadah shalat sampai kakinya pecah-pecah; disamping itu pula Nabi pada malam hari beribadah dan siang harinya berdakwah, shodaqoh, perang dan lain-lain. Lihat pula bagaimana dzikir rasulullah dalam sehari semalam 70 kali (HR. al-Bukhari) dan 100 kali Hadits Riwayat Muslim). Maka kita akan dapati bahwa apa yang ada dalam al-Qur’an dari perintah dan larangan sesungguhnya hal itu ada pada Rasulullah karena Nabi ibarat al-Qur’an yang berjalan. Jadi tidak diragukan lagi bahwa pengaruh keshalihan beliau sangat berdampak pada para sahabat ridwanullah ajma’in.

Lihat pula bagaimana para sahabat Nabi yang mendidik para tabi’in.  Dimeja dan bangku madrasah mereka lahir para ulama terkemuka. Tak asing ditelinga para pembaca kitab klasik ulama sekaliber Said al-Musayyib Rahimahullah menantu dari Abu Hurairah Radhiallahu Anhu, Abdullah bin Tsuaib (Abu MuslimAl Khaulani), Abdullah bin al-Mubarak, Abu Hanifah, Aisyah binti Thalhah, Amir Bin Abdillah Attamimi, Atba’ bin Abi Rabah, Zainal Abidin bin Husain Ali Abithalib, Hasan Al-Bashri, Muhammad ibnu Wa’asi al Azdiy, Muhammad bin Sirin, Rabi’ah ar Ra’yi, Said ibnu Jubair, Salamah ibnu Dinar, Shilah bin Asy Syam al ‘Adawi, Syuraih al Qadli, Thaawus ibnu Kaisan, Urwah bin Zubair, Umar bin Abdul Aziz, Abdul Malik bin Umar bin Abdul Aziz, dan Qosim bin Muhammad bin Abi Bakr.

Betapa banyak ulama yang lahir pada masa itu. Maka mari kita ambil satu contoh dari ribuan contoh ulama yang ada pada zamannya. Imam Ahmad bin Hanbal Rahimahullah. Imam Ahmad bin Hanbal, Teladan dalam Semangat dan Kesabaran
Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata : “Ahmad bin Hanbal adalah seorang tauladan dalam 8 hal:
1. Tauladan dalam bidang hadits,
2. Fiqih,
3. Bahasa arab,
4. Al-Qur’an,
5. Kefakiran,
6. Zuhud,
7. Wara’ dan
8. Berpegang teguh dengan sunnah Nabi shalallahu’alaihi wa sallam.

Majelis yang diadakan oleh beliau dihadiri oleh sekitar 5000 orang. Yang mencatat pelajaran yang beliau sampaikan jumlahnya adalah kurang dari 500 orang. Sementara sisanya sekitar 4500 orang tidak mencatat pelajaran yang beliau sampaikan namun sekedar memperhatikan akhlak dan samt (baiknya penampilan dalam perkara agama) beliau. (Min Adabi Tholibil Ilmi hal. 63)

Diantara ketawadhu’ beliau adalah apa yang dikatakan oleh Yahya bin Ma’in Rahimahullah: “Aku tidak pernah melihat orang yang seperti Ahmad. Kami bersahabat dengannya selama 50 tahun. Dan belum pernah kulihat ia membanggakan dirinya atas kami dengan sesuatu yang memang hal itu ada pada dirinya.”

Beliau juga sangat benci apabila namanya disebut-sebut (dipuji) di tengah-tengah manusia, sehingga beliau pernah berkata kepada seseorang: “Jadilah engkau orang yang tidak dikenal, karena sungguh aku benar-benar telah diuji dengan kemasyhuran.”

Beliau menolak untuk dicatat fatwa dan pendapatnya. Berkata seseorang kepada beliau: “Aku ingin menulis permasalahan-permasalahan ini, karena aku takut lupa.” Berkata beliau: “Sesungguhnya aku tidak suka, engkau mencatat pendapatku.”

Beliau adalah seorang yang sangat kuat ibadahnya. Putra beliau yang bernama Abdullah menceritakan tentang kebiasaan ayahnya: “Ayahku setiap hari membaca sepertujuh Al-Quran, dan selalu khatam pada setiap pekan. Setiap khatam Al-Quran selalu jatuh pada malam ke tujuh. Beliau pun senantiasa shalat isya dilanjutkan dengan qiyamullail, kemudian tidur sebentar dan qiyamullail lagi sehingga tiba waktu subuh. Lalu, shalat subuh dan melanjutkan membaca doa-doa. Pada setiap harinya, beliau mengerjakan shalat sebanyak 300 rakaat. Namun, semenjak beliau mendapat hukuman cambuk yang membuat fisik beliau lemah, beliau hanya mampu mengerjakan shalat sebanyak 150 rakaat.” (As-Siyar: 11/212)

Abdullah mengatakan: “Terkadang aku mendengar ayah pada waktu sahur mendoakan kebaikan untuk beberapa orang dengan menyebut namanya. Ayah adalah orang yang banyak berdoa dan meringankan doanya. Jika ayah shalat Isya, maka ayah membaguskan shalatnya kemudian berwitir lalu tidur sebentar kemudian bangun dan shalat lagi. Bila ayah puasa, beliau suka untuk menjaganya kemudian berbuka sampai waktu yang ditentukan oleh Allah. Ayah tidak pernah meninggalkan puasa Senin-Kamis dan puasa ayyamul bidh (puasa tiga hari, tanggal 13, 14, 15 dalam bulan Hijriyah).

Dalam riwayat lain beliau berkata: “Ayah membaca Al-Qur’an setiap harinya 1/7 Al-Qur’an. Beliau tidur setelah Isya dengan tidur yang ringan kemudian bangun dan menghidupkan malamnya dengan berdo’a dan shalat.

Murid-murid Imam Ahmad bin Hanbal Rahimahullah :
1.      Muhammad bin Ismail al-bukhari Rahimahullah
2.      Muslim bin al-Hajjaj an-Naisaburi Rahimahullah.
3.      Abu Daud as-Sijistani Rahimahullah.
4.      al-Hassan bin ash-Shabbah Rahimahullah.
5.      Muhammad bin Ishaq Rahimahullah.
6.      Muhammad bin Ubaidah al-Munada Rahimahullah.
7.      Abu Hati ar-Rozi Rahimahullah.
8.      Abu Zur’ah Ar-Razi Rahimahullah.
9.      Muhammad bin Idris Asy-Syafi’I Rahimahullah.
10.  Waki’ bin Jarrah ad-Dimasyqi Rahimahullah.
11.  Ibrahim al-Harb Rahimahullah.
12.  dan lain-lain.

(diringkas dari kitab min A’laamis Salaf karya Syaikh Ahmad Farid Hafihahullah)

Bila kita perhatiakan nama-nam diatas, maka kita akan dapati bahwa mereka adalah para ulama terkemuka. Tak heran jika Ust. Budi Ashari, Lc Hafidhohullah  sering memberikan nasihat kepada para guru dengan nasihat : “Dibalik kebesaran seorang murid disana ada guru yang hebat (baca ; shaleh)” kurang lebih seperti itu.

Sekarang giliran anda wahai para pendidik untuk mengambil peran dalam melahirkan generasi peradaban dengan mengambil suri tauladan dari Rasulullah, para sahabat dan para ulama. Bukan dari Ilmuan barat yang mereka dapatkan dari penemuan atau para peneliti yang hasilnya tidak pasti. Tapi ambilah dari wahyu Allah yang tak pernah salah. Jika memakai minyak kayu putih untuk anak saja jangan coba-coba. Bagaimana dengan pendidikan yang jauh lebih penting ?
Akhirnya kalam saya mengambil kesimpulan dari penjelasan diatas bahwa “Keshalihan Guru sangan berpengaruh terhadap muridnya”. Wallahu A’lam.

Jakarta, 26 Agustus 2014



Abu Rufaydah Endang Hermawan bin Unib

Staff Pengajar Kuttab Jakarta Timur