Jumat, 19 April 2013

METODE MENGAJAR NABI

        “Pada saat kami dimasjid bersama Rasulullah, tiba-tiba dating seorang badui, dia berdiri dan kencing di masjid. Para sahabat Rasulullah marah, “Hentikan ! Hentikan ! Rasulullah berkata : “angan kalian hentikan kencingnya, biarkan dia. Mereka pun membiarannya sampai selesai kencing. Kemudian Rasulullah memanggilnya dan berkata kepadanya “Sesungguhnya masjid ini tidak pantas untuk sesuatu apapun dari kencing dan kotoran, sesunggunya ia untuk mengingat Allah dan Shalat, serta membaca al-Qur’an.
                Anas melanjutkan, “Beliau lalu memerintahan salah seorang syang hadir untuk mengambil satu ember air dan mengguyurnya. (HR. Muslim dari sahabat Anas bin Malik)
Dalam riwayat Ahmad bin Hanbal dan Ibnu Majah terdapat tambahan, anas berkata ; “Setelah paham, orang badui tersebut berkata, Nabi bangkit berjalan ke arahku, bapak dan ibuku sebagai jaminannya, beliau tidak mencaci, tidak ngomel dan tidak memukul.
                Dalam ksah ini terdapat keteranan bagaimana sikap lembut Rasulullah kepada badui tersebut dan mengajarkan sahabat untuk bersikap lemah-lembut kepada orang yang jahil, karena boleh jadi apa yang dilakukannya benar mengingat sudah menjadi tabiat dan kebiasaan orang padang pasir. Maka tidak ada yang keluar dari mulut Nabi kata-kata cician, makian dan menjelek-jelekan atau pukulan. Tapi Nabi memanggilnya dengan panggilan yang halus da mengajarinya dengan penuh kelembutan tentang perkara yang tidak diketahui. Hal ini pula menjadi pelajaran berharga untuk para sahabat Nabi untuk tidak mencai, memaki atau menjelek-jelekan orang yang tidak tahu.
                Maka lihatlah bagaimana efek kelembutan Nabi dalam peristiwa ini hingga orang badui menuturkan tentang kelembutan sikap Nabi setelah ia paham : “Bapak dan ibuku sebagai jaminannya, dia tidak mencaci, tidak mengomel dan tidak memukul”. Sehingga dalam ucapan ini terlihat jelas kesan simpatik dari sikap lemahlembut dan cara pengajarannya yang baik padanya.
                Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqolani berkomentar setelah membaca hadits ini, “Di dalamnya terdapat pelajaran untuk bersikap lembut kepada orang jahil dan mengajarinya sesuatu yang patut banginya tanpa kekerasan, jika hal itu bukan dilator belakangi oleh kesombongannya, terlebih jika dia termasuk orang yang butuh untuk dilembuti. Di dalamnya terlihat sifat kasih saying Nabi dan akhlaknya yang baik.” (Fathul Qodir, 1/388)
                Maka selayaknya bagi seorang guru, da’I, mubaligh dan kiyai untuk menyikapi seorang murid atau masyarakat dengan sikap lemah lemut.  Dan untuk mengetahui latar belakang orang yang salah. Sehingga tidak terlihat menghakimi serta menjastifikasi. Maka ketika kita melihat kesalahan orang, maka lihatlah dengan mata lemah lembut sebagaimana Nabi mengajarkan dalam peristiwa diatas. Wallahu A’lam