tag:blogger.com,1999:blog-68444116350898429112024-03-05T17:18:39.228-08:00Orang yang Terasing (الغرباء)Abu Rufaydah bin Unibhttp://www.blogger.com/profile/09414287558736681857noreply@blogger.comBlogger44125tag:blogger.com,1999:blog-6844411635089842911.post-34327608623773443222015-08-17T18:17:00.008-07:002015-08-17T18:17:59.221-07:00ORTU ADALAH GURU<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Allah berfirman : </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<i>“Hai orang-orang yang beriman,
perihalalah dirimu dan keluargamu dari api neraka… (At-Tahriim : 6)</i>. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Ayat ini menunjukan bahwa
mendidik adalah suatu kewajiban dan kewajiban mendidik ada pada orang tua.<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Imam Asy-Syafi’I Rahimahullah
berkata : “Para orang tua dan ibu wajib mengajarkan anak-anak mereka yang kecil
tentang hal-halyang harus mereka ketahui sebagai bekal mereka baligh. Orang tua
harus mengajarkan mereja bersuci, shalat, shaum, dan sejenisnya, juga
mengajarkan tentang keharaman zina dan liwath<br />. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Imam An-Nawawi Rahimahullah
berpendapat sama tentang hak tersebut. Bahkan Imam An-Nawawi membuat Bab dalam
Kitabnya Riadhush Shalihin dengan judul “Kewajiban Memerintahkan Keluarga dan
anaknya yang sudah beranjak dewasa…(Riyadhush Shalihin no. 305)</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Imam Ibnu Qoyyim Rahimahullah
berkata : “Bahwa kewajiban mendidik dan mengajar anak, berdasarkan ayat ii
serta penafsiran ulama salaf terhadapnya. Yaitu mereka berkata : <i>“perihalalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka… (At-Tahriim : 6). </i>Artinya ajarkan
dan didiklah mereka.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Hasan Al-Bashri Rahimahullah
berkata : “Peliharalah mereka untuk ta’at kepada Allah dan ajarkan mereka
kebaikkan.” (Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman 6/397).</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Adapun dalil-dalil yang
menjelaskan kewajiban mendidik anak ada pada orang tua adalah sebagai berikut :</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<!--[if !supportLists]--><i>1.<span style="font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal;"> </span></i><!--[endif]--><span dir="LTR"></span><i>Ajarkanlah shalat pada anak kalian pada usia tujuh tahun,
pukullah mereka jika mereka enggan pada usia sepuluh tahun, pisahkan antara
tempat tidur anak laki-laki dan perempuan.” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan lainnya).<o:p></o:p></i></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<i><br /></i></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<!--[if !supportLists]--><i>2.<span style="font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal;"> </span></i><!--[endif]--><span dir="LTR"></span><i>Tidak ada pemberian yang lebih baik dari orang tua kepada
anaknya melebihi adab yang baik.” (HR. Ahmad dan At-Tirmizi).<o:p></o:p></i></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<i><br /></i></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<!--[if !supportLists]--><i>3.<span style="font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal;"> </span></i><!--[endif]--><span dir="LTR"></span><i>“Bahwa seseorang dari kalian mendidik ananya, itu lebih baik
baginya daripada ia bersedekah setiap hari sebanyak setengah sha’ kepada
orang-orang miskin.” (HR. Ahmad, Ath-Thabrani, dan Al-Baihaqi).<o:p></o:p></i></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<i><br /></i></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<!--[if !supportLists]--><i>4.<span style="font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal;"> </span></i><!--[endif]--><span dir="LTR"></span><i>Dari Sa’id dan Ibnu Abbas Radhiallahu Anhum berkata
Rasulullah bersabda : “Siapa yang mendapatkan anak, maka hendaknya ia memberi
nama yang baik dan mendidiknya dengan baik. Dan jika ia telah mencapai baligh,
maka hendaknya ia menikahkannya, karena jika anak mencapai baligh tapi tidak
menikahkannya, kemudian anaknya berbuat zinz, niscaya dosanya ditanggung orang
tuanya.” (HR. Baihaqi dalam Syu’abul Iman 8299, hadits ini didho’fkan oleh Syaikh
Al-Albani Rahimahullah dalam Silsilah Adh-Dha’ifah 737 karena didalamnya ada
Syaddad bin Sa’id Ar-Raasibi).<o:p></o:p></i></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<i><br /></i></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<!--[if !supportLists]--><i>5.<span style="font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal;"> </span></i><!--[endif]--><span dir="LTR"></span><i>Abdullah bin Umar Radhiallahu Anhuma berkata : “Ajarkanlah
anakmu, karena engkau akan ditanyakan tentang dirinya, apa yang engkau telah
didik kepadanya ? Apa yang engkau ajarkan kepadanya ? Dan sebaliknya ia akan
dipertanyakan tentang baktinya kepadamu serta ketaatannya kepadamu.” (Syu’abul
Iman 6/400 hadits no. 8662).<o:p></o:p></i></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<i><br /></i></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<!--[if !supportLists]--><i>6.<span style="font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal;"> </span></i><!--[endif]--><span dir="LTR"></span><i>Dan masih banyak Atsar dari para ulama yang menjelaskan hal
ini diantaranya Abu Abdillah Adil Al-Ghomidi dalam kitab Al-Jaami Fii Ahkami wa
Adabish Shibyaan hal . 21-26.<o:p></o:p></i></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<i><br /></i></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
Dengan dasar
inilah para ulama salaf tidak menganggap mudah pendidikan. Bahkan sebaliknya
mereka melihat bahwa pendidikan adalah suatu kewajiban agama, yang sama setatusnya
seperti shalat, puasa, shaum dan kewajiban agama lainnya. Oleh karena itu,
ketika mereka berbicara tentang rukun-rukun dan kewajibannya, mereka juga
menekankan masalah pendidikan sehingga orang tua dan para pendidik tidak
menganggap pendidika sebagai perkara yang sunnah, tanpa adanya beban baginya.
Padahal kenyataannya sebaliknya, yaitu jika ia mendidik maka ia dijaga dan
diselamatkan dari api nereka yang bahan bakarnya dari manusia dan batu.
Sebaliknya, jika ia melakukan atu menyia-nyiakan, niscaya dirinya dan
keluarganya tidak dijaga dari api neraka…. (Syaikh Abdul Mun’im Ibrahim dalam
Tarbiyatul Banaat fil Islam).</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
Kenyataan saat
ini banyak orang tua yang menitipkan pendidikan anak sepenuhnya kepada guru.
Dengan berbagai banyak alasan. Sebagian mereka ada yang menempuh pendidikan serjana,
Lc, Magister sampai doctor, tapi pendidikan yang ia tempuh dan gelar yang ia
raih diberikan kepada orang lain, bukan kepada anaknya. Sebagian yang lain mengaggap
masa depan anaknya ada pada uang, baginya uang adalah segalanya. Yang paling
miris yaitu ortu berangkat sebelum anak bangun dan datang ketika anak tidur. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
Betapa pilu hati
ini menyaksikan orang tua yang semasa muda bekerja keras, peras keringat
banting tulang demi masa depan anaknya. Namun apa balasan yang ia terima ? di
saat tubuh ortu sudah renta, si anak tak segan-segan membentaknya seperti
membentak seekor binatang yang hina. Maka jangan heran jika suatu saat nanti
anak menjadi durhaka karena ortu melalaikan pendidikan anak diusia dini.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
Seorang bapak mengadukan
kedurhakaan anaknya kepada Umar bin Khaththab Radhiallahu Anhu, maka Umar
meminta kepadanya untuk dipertemukan dengan anaknya. Lalu Umar bertanya kepada
anak tersebut. Iapun menjawab : “Sesungguhnya ayahku menamaiku dengan Ju’ul (binatang
sejenis kumbang), dan tidak mengajariku al-Qur’an walaupun satu ayat…. Kemudia
Umar berkata kepada ayahnya, :”Sesungguhnya engkau telah durhaka kepada anakmu,
sebelum anakmu durhaka kepadamu”. (Tarbiyatul Aulad fil Islam 1/127).</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
Pendidikan anak
adalah tanggungjawab orang tua. Maka sebelum anak dididik oleh orang lain,
hendaknya orang tua menjadi guru pertamanya. Dan jangan serahkan pendidikan anak
sepenuhnya kepada orang lain, tanpa ada pengawasan dari orang tua. Lihatlah
bagaimana anak wanita dari Sa’id bin Musayyib Rahimahullah ia menguasai ilmu
ayahnya saat ia dinikahkan dengan Ibnu Abi Wada’ah atau Abdullah anak dari Imam
Ahmad bin Hanbal Rahimahullah yang belajar kepadanya tentang agama. Jika alasan
kita tidak mampu mengari anak disebabkan minimnya ilmu agama yang kita miliki,
maka mulai saat ini belajarlah kembali, karena tidak ada kata terlambat dalam
belajar.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
Ya Rabb kami,
anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai
penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa”
(QS. Al Furqon: 74).</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
Wallahu A’lam</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
Bekasi, 3
Dzulqo’dah 1436 H / 18 Agustus 2015 M</div>
<span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 11.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">Abu Rufaydah</span></div>
Abu Rufaydah bin Unibhttp://www.blogger.com/profile/09414287558736681857noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6844411635089842911.post-91688841534932096592014-08-25T15:38:00.004-07:002014-08-25T15:38:59.872-07:00EFEK KESHALIHAN GURU PADA MURID….<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: center;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;">Pernahkah anda melihat pohon yang rindang, akar yang kuat, buah yang
lebat ? pemandangan seperti ini tidak aneh di Negara yang subur seperti
Indonesia. Tentunya kita sepakat bahwa buah yang bagus dan unggul tidaklah
dihasilkan kecuali dari pohon yang bagus, itulah penggalan nasihat dari <b>Syaikh
Abul Harits Umar Saalim Baawaziir</b> Hafidhohullah di Purwakarta. Demikian
juga sebaliknya Guru kencing berdiri murid kencing berlari. “Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya”
begitulah perumpamaan bahasa kita. Begitu pula dengan anak. Anak yang shalah
lahir dari orang tua yang shalih (lihat tulisan saya di Efek keshalihan Ortu
pada anak). Maka tak salah kalau kita katakana bahwa <b>“murid yang shalih
lahir dari guru yang shalih.</b><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;">Ambilah contoh yang teragung dari orang yang paling mulia suri tauladan manusia
Nabi Muhammad; beliau adalah sebaik-baiknya guru peradaban. Bagaimana tidak
karena di madrasah kenabian dan di meja kerasulanlah lahir generasi terbaik
ummat. Allah Mengabadikan keunggulan generasi tersebut dalam al-Qur’an dalam QS.
Alimran : 110.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;"><br /></span></div>
<div align="right" class="MsoNormal" dir="RTL" style="direction: rtl; line-height: 150%; text-indent: 36pt; unicode-bidi: embed;">
</div>
<div style="text-align: left;">
<i style="line-height: 150%; text-align: left; text-indent: 36pt;"><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-font-size: 12.0pt;">Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk
manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan
beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik
bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah
orang-orang yang fasik. </span></i></div>
<span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;"><br /><div style="text-align: left;">
<span style="font-family: 'Century Gothic', sans-serif; line-height: 150%; text-align: left; text-indent: 36pt;">Dan masih banyak lagi ayat yang menjelaskan keutamaan sahabat Rasulullah. Bahkan
Nabi sendiri memuji generasi terbaik itu ada pada diri sahabat Nabi yang tak
lain adalah muridnya.</span></div>
</span><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-indent: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-indent: 36.0pt;">
<i><span lang="EN-US">“</span></i><i><span style="font-family: "Century Gothic","sans-serif";">Sebaik-baik manusia adalah
generasiku ( para sahabat ) kemudian generasi berikutnya (tabi’in) kemudian
generasi berikutnya ( tabiu’t tabi’in )” (Hadits Bukhari & Muslim)</span></i><b><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 18.0pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;">Siapa yang tidak kenal dengan sosok Abu Bakr ash-Shiddiq Radhiallahu
Anhu yang terkenal dengan kedermawanannya, Umar bin al-Khoththob dengan keberaniannya,
Utsman bin Affan dengan rasa malu dan Ali bin Abi Thalib dengan kecerdasanya.
Lihat pula pada sosok Istri Nabi; Aisyah binti Abi Bakr, Ummu Salamah, Zainab
binti Jahsy dan istri Nabi lainnya para sahabat wanita mulia Rasulullah Asma
binti Abi Bakar dan para sahabat lainnya yang mencerminkan bagaimana Rasulullah
mampu memaksimalkan potensi yang ada pada diri sahabat yang berbeda-beda. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;">Tentunya kita sepakat bahwa Nabi Muhammad adalah manusia yang paling
dekat dengan Allah, manusia yang paling mencitai Allah, dan manusia pilhan
Allah. Mari kita lihat bagaimana bentuk kedekatan tersebut dengan diaplikasikan
rasa syukur Nabi pada Rabb-nya dengan ibadah shalat sampai kakinya pecah-pecah;
disamping itu pula Nabi pada malam hari beribadah dan siang harinya berdakwah,
shodaqoh, perang dan lain-lain. Lihat pula bagaimana dzikir rasulullah dalam
sehari semalam 70 kali (HR. al-Bukhari) dan 100 kali Hadits Riwayat Muslim). Maka
kita akan dapati bahwa apa yang ada dalam al-Qur’an dari perintah dan larangan
sesungguhnya hal itu ada pada Rasulullah karena Nabi ibarat al-Qur’an yang
berjalan. Jadi tidak diragukan lagi bahwa pengaruh keshalihan beliau sangat
berdampak pada para sahabat ridwanullah ajma’in.</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; line-height: 150%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-font-size: 12.0pt;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;">Lihat pula bagaimana para sahabat Nabi yang mendidik para tabi’in. Dimeja dan bangku madrasah mereka lahir para
ulama terkemuka. Tak asing ditelinga para pembaca kitab klasik ulama sekaliber
Said al-Musayyib Rahimahullah menantu dari Abu Hurairah Radhiallahu Anhu, Abdullah
bin Tsuaib (Abu MuslimAl Khaulani), Abdullah bin al-Mubarak, Abu Hanifah, Aisyah
binti Thalhah, Amir Bin Abdillah Attamimi, Atba’ bin Abi Rabah, Zainal Abidin
bin Husain Ali Abithalib, Hasan Al-Bashri, Muhammad ibnu Wa’asi al Azdiy, Muhammad
bin Sirin, Rabi’ah ar Ra’yi, Said ibnu Jubair, Salamah ibnu Dinar, Shilah bin
Asy Syam al ‘Adawi, Syuraih al Qadli, Thaawus ibnu Kaisan, Urwah bin Zubair, Umar
bin Abdul Aziz, Abdul Malik bin Umar bin Abdul Aziz, dan Qosim bin Muhammad bin
Abi Bakr. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;">Betapa banyak ulama yang lahir pada masa itu. Maka mari kita ambil satu
contoh dari ribuan contoh ulama yang ada pada zamannya. Imam Ahmad bin Hanbal
Rahimahullah. Imam Ahmad bin Hanbal, Teladan dalam Semangat dan Kesabaran<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;">Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata : “Ahmad bin Hanbal adalah
seorang tauladan dalam 8 hal: <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;">1. Tauladan dalam bidang hadits, <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;">2. Fiqih, <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;">3. Bahasa arab, <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;">4. Al-Qur’an, <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;">5. Kefakiran, <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;">6. Zuhud, <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;">7. Wara’ dan <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;">8. Berpegang teguh dengan sunnah Nabi shalallahu’alaihi wa sallam.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-indent: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;">Majelis yang diadakan oleh beliau dihadiri oleh sekitar 5000 orang. Yang
mencatat pelajaran yang beliau sampaikan jumlahnya adalah kurang dari 500
orang. Sementara sisanya sekitar 4500 orang tidak mencatat pelajaran yang
beliau sampaikan namun sekedar memperhatikan akhlak dan samt (baiknya
penampilan dalam perkara agama) beliau. (Min Adabi Tholibil Ilmi hal. 63)<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;">Diantara ketawadhu’ beliau adalah apa yang dikatakan oleh Yahya bin
Ma’in Rahimahullah: “Aku tidak pernah melihat orang yang seperti Ahmad. Kami
bersahabat dengannya selama 50 tahun. Dan belum pernah kulihat ia membanggakan
dirinya atas kami dengan sesuatu yang memang hal itu ada pada dirinya.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;">Beliau juga sangat benci apabila namanya disebut-sebut (dipuji) di
tengah-tengah manusia, sehingga beliau pernah berkata kepada seseorang:
“Jadilah engkau orang yang tidak dikenal, karena sungguh aku benar-benar telah
diuji dengan kemasyhuran.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;">Beliau menolak untuk dicatat fatwa dan pendapatnya. Berkata seseorang
kepada beliau: “Aku ingin menulis permasalahan-permasalahan ini, karena aku
takut lupa.” Berkata beliau: “Sesungguhnya aku tidak suka, engkau mencatat
pendapatku.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;">Beliau adalah seorang yang sangat kuat ibadahnya. Putra beliau yang bernama
Abdullah menceritakan tentang kebiasaan ayahnya: “Ayahku setiap hari membaca
sepertujuh Al-Quran, dan selalu khatam pada setiap pekan. Setiap khatam
Al-Quran selalu jatuh pada malam ke tujuh. Beliau pun senantiasa shalat isya
dilanjutkan dengan qiyamullail, kemudian tidur sebentar dan qiyamullail lagi
sehingga tiba waktu subuh. Lalu, shalat subuh dan melanjutkan membaca doa-doa.
Pada setiap harinya, beliau mengerjakan shalat sebanyak 300 rakaat. Namun,
semenjak beliau mendapat hukuman cambuk yang membuat fisik beliau lemah, beliau
hanya mampu mengerjakan shalat sebanyak 150 rakaat.” (As-Siyar: 11/212)<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;">Abdullah mengatakan: “Terkadang aku mendengar ayah pada waktu sahur
mendoakan kebaikan untuk beberapa orang dengan menyebut namanya. Ayah adalah
orang yang banyak berdoa dan meringankan doanya. Jika ayah shalat Isya, maka
ayah membaguskan shalatnya kemudian berwitir lalu tidur sebentar kemudian
bangun dan shalat lagi. Bila ayah puasa, beliau suka untuk menjaganya kemudian
berbuka sampai waktu yang ditentukan oleh Allah. Ayah tidak pernah meninggalkan
puasa Senin-Kamis dan puasa ayyamul bidh (puasa tiga hari, tanggal 13, 14, 15
dalam bulan Hijriyah).<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;">Dalam riwayat lain beliau berkata: “Ayah membaca Al-Qur’an setiap
harinya 1/7 Al-Qur’an. Beliau tidur setelah Isya dengan tidur yang ringan
kemudian bangun dan menghidupkan malamnya dengan berdo’a dan shalat.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;">Murid-murid Imam Ahmad bin Hanbal Rahimahullah :<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="line-height: 150%; margin-left: 72.0pt; mso-add-space: auto; mso-list: l0 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;">
<!--[if !supportLists]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-font-family: "Century Gothic"; mso-fareast-font-family: "Century Gothic";">1.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt; line-height: normal;">
</span></span><!--[endif]--><span dir="LTR"></span><span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;">Muhammad
bin Ismail al-bukhari Rahimahullah<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 72.0pt; mso-add-space: auto; mso-list: l0 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;">
<!--[if !supportLists]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-font-family: "Century Gothic"; mso-fareast-font-family: "Century Gothic";">2.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt; line-height: normal;">
</span></span><!--[endif]--><span dir="LTR"></span><span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;">Muslim
bin al-Hajjaj an-Naisaburi Rahimahullah.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 72.0pt; mso-add-space: auto; mso-list: l0 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;">
<!--[if !supportLists]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-font-family: "Century Gothic"; mso-fareast-font-family: "Century Gothic";">3.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt; line-height: normal;">
</span></span><!--[endif]--><span dir="LTR"></span><span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;">Abu
Daud as-Sijistani Rahimahullah.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 72.0pt; mso-add-space: auto; mso-list: l0 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;">
<!--[if !supportLists]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-font-family: "Century Gothic"; mso-fareast-font-family: "Century Gothic";">4.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt; line-height: normal;">
</span></span><!--[endif]--><span dir="LTR"></span><span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;">al-Hassan
bin ash-Shabbah Rahimahullah.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 72.0pt; mso-add-space: auto; mso-list: l0 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;">
<!--[if !supportLists]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-font-family: "Century Gothic"; mso-fareast-font-family: "Century Gothic";">5.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt; line-height: normal;">
</span></span><!--[endif]--><span dir="LTR"></span><span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;">Muhammad
bin Ishaq Rahimahullah.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 72.0pt; mso-add-space: auto; mso-list: l0 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;">
<!--[if !supportLists]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-font-family: "Century Gothic"; mso-fareast-font-family: "Century Gothic";">6.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt; line-height: normal;">
</span></span><!--[endif]--><span dir="LTR"></span><span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;">Muhammad
bin Ubaidah al-Munada Rahimahullah.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 72.0pt; mso-add-space: auto; mso-list: l0 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;">
<!--[if !supportLists]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-font-family: "Century Gothic"; mso-fareast-font-family: "Century Gothic";">7.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt; line-height: normal;">
</span></span><!--[endif]--><span dir="LTR"></span><span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;">Abu
Hati ar-Rozi Rahimahullah.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 72.0pt; mso-add-space: auto; mso-list: l0 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;">
<!--[if !supportLists]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-font-family: "Century Gothic"; mso-fareast-font-family: "Century Gothic";">8.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt; line-height: normal;">
</span></span><!--[endif]--><span dir="LTR"></span><span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;">Abu
Zur’ah Ar-Razi Rahimahullah.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 72.0pt; mso-add-space: auto; mso-list: l0 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;">
<!--[if !supportLists]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-font-family: "Century Gothic"; mso-fareast-font-family: "Century Gothic";">9.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt; line-height: normal;">
</span></span><!--[endif]--><span dir="LTR"></span><span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;">Muhammad
bin Idris Asy-Syafi’I Rahimahullah.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 72.0pt; mso-add-space: auto; mso-list: l0 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;">
<!--[if !supportLists]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-font-family: "Century Gothic"; mso-fareast-font-family: "Century Gothic";">10.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt; line-height: normal;"> </span></span><!--[endif]--><span dir="LTR"></span><span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;">Waki’ bin Jarrah ad-Dimasyqi Rahimahullah.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 72.0pt; mso-add-space: auto; mso-list: l0 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;">
<!--[if !supportLists]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-font-family: "Century Gothic"; mso-fareast-font-family: "Century Gothic";">11.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt; line-height: normal;"> </span></span><!--[endif]--><span dir="LTR"></span><span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;">Ibrahim al-Harb Rahimahullah.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="line-height: 150%; margin-left: 72.0pt; mso-add-space: auto; mso-list: l0 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;">
<!--[if !supportLists]--><span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-font-family: "Century Gothic"; mso-fareast-font-family: "Century Gothic";">12.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt; line-height: normal;"> </span></span><!--[endif]--><span dir="LTR"></span><span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;">dan lain-lain.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="line-height: 150%; margin-left: 72.0pt; mso-add-space: auto; mso-list: l0 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 54.0pt;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;">(diringkas dari kitab min A’laamis Salaf karya Syaikh Ahmad Farid
Hafihahullah)<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 36.0pt; text-indent: 18.0pt;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 36.0pt; text-indent: 18.0pt;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;">Bila kita perhatiakan nama-nam diatas, maka kita akan
dapati bahwa mereka adalah para ulama terkemuka. Tak heran jika <b>Ust. Budi
Ashari, Lc Hafidhohullah</b> sering
memberikan nasihat kepada para guru dengan nasihat : “Dibalik kebesaran seorang
murid disana ada guru yang hebat (baca ; shaleh)” kurang lebih seperti itu. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 36.0pt; text-indent: 18.0pt;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 36.0pt; text-indent: 18.0pt;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;">Sekarang giliran anda wahai para pendidik untuk
mengambil peran dalam melahirkan generasi peradaban dengan mengambil suri
tauladan dari Rasulullah, para sahabat dan para ulama. Bukan dari Ilmuan barat
yang mereka dapatkan dari penemuan atau para peneliti yang hasilnya tidak
pasti. Tapi ambilah dari wahyu Allah yang tak pernah salah. Jika memakai minyak
kayu putih untuk anak saja jangan coba-coba. Bagaimana dengan pendidikan yang
jauh lebih penting ?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;">Akhirnya kalam saya mengambil kesimpulan dari penjelasan diatas bahwa <b>“Keshalihan
Guru sangan berpengaruh terhadap muridnya</b>”. Wallahu A’lam.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-indent: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;">Jakarta, 26 Agustus 2014<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-indent: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-indent: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-indent: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-indent: 36pt;">
<u><span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;">Abu Rufaydah Endang Hermawan bin Unib<o:p></o:p></span></u></div>
<br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-indent: 36pt;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Century Gothic","sans-serif"; mso-ansi-language: EN-US;">Staff Pengajar Kuttab Jakarta Timur<o:p></o:p></span></div>
</div>
Abu Rufaydah bin Unibhttp://www.blogger.com/profile/09414287558736681857noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6844411635089842911.post-68015398045624278032014-01-29T17:03:00.001-08:002014-01-29T17:03:43.214-08:00Jaga Imanmu sampai mati<p dir=ltr></p>
<p dir=ltr>Diantara rangkaian ketaatan seorang hamba kepada Rab-nya yg paling sukar bukanlah terletak pada ibadah yg kita sempurnakan dari sholat hingga haji ataupun umrah</p>
<p dir=ltr>Tetapi yg paling sulit serta sukar justu bagaimana menjadikan senantiasa iman serta ketaaatan yang kita miliki hari ini menjadi iman dihari ketika kita meninggal dunia menghadap-Nya,krna taat bukanlah sesaat tapi ia adalah proses terus tanpa cuti</p>
<p dir=ltr>Goresan sejarah mencatat manusia2 yg mulanya bertabur dg iman tapi ketika meninggal,mati dalam keadaan tragis tanpa iman,alias murtad,sebgaimana bal'am bin baura pemuda sholeh di zaman nabi musa alaihis salam kesholehan awal hidupnya tapi mati tragis na'as mnjadi  murtad.</p>
<p dir=ltr>Pada zaman Rasul terdapat sahabat yg hidup pada ketaqwaan bersama sahabat lainya tapi matinya murtad mengikuti nabi palsu musailamah alkadzab,ia adalah arrojal.</p>
<p dir=ltr>Bahkan ibnu jauzi menuturkan pula tentang sosok bernama abdullah bin abdurrahim seorng penghafal alquran dan mujahid tapi na'as matinya murtad sebagai nashrani karena cinta butanya kpd wanita romawi.</p>
<p dir=ltr>Semua kilasan peristiwa ini menegaskan bahwa tidak ada yg menjamin bahwa iman kita hari ini akan menjadi iman kita pada hari kita meninggal dunia,karena taburan iman hari ini tidak pernah menjadi jaminan iman di hari kematian kita.</p>
<p dir=ltr>Itulah rahasia kenapa dalam syariat penghambaan kita kepada-Nya kita senantiasa diperintahkan untuk selalu istiqomah didalam berdzikir,berdo'a,mengkaji ilmu,berkumpul dg org  sholeh,senantiasa membaca quran serta lainya kecuali karena semata2 untuk menjaga hangatnya iman dihati kita sampai kita meninggal.                                             "Dan sembahlah Rabb mu sampai datangnya kematian" (Al Hijr:99)</p>
<p dir=ltr>Doa agar diteguhkan hati diatas hidayah.....<br>
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ<br>
Artinya:Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kpd kesesatan ses</p>
Abu Rufaydah bin Unibhttp://www.blogger.com/profile/09414287558736681857noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6844411635089842911.post-32843137777457995422014-01-29T05:22:00.001-08:002014-01-29T05:22:58.851-08:00Andai Aku tidak menikah dengannya<p dir=ltr> .#Andai Aku Tidak Menikah Dengannya#</p>
<p dir=ltr>Tujuan menikah itu indah, dan semua mengharapkan pernikahan itu indah.<br>
Allah jalla Jalaluhu mengatakan tentang tujuan pernikahan ini dalam firmannya di surat ar-Rum ayat 21</p>
<p dir=ltr>Namun ternyata air laut tidak selalu tenang, kadangkala seorang istri /seorang wanita menikah berharap kebahagiaan, tapi ternyata pernikahannya membawa petaka.</p>
<p dir=ltr>Seorang wanita yang menikah dengan seorang lelaki berharap membangun sebuah surga di rumahnya, akan tetapi ternyata rumahnya menjadi neraka.<br>
Detik-detik timer bom waktu itu terus bergulir dan berputar<br>
Sampai tatkala datang masa 0 Booom (meledak).....<br>
Rumah yang dibangun hancur berkeping-keping dikarenakan kebahagiaan itu sudah hilang dari rumah itu...</p>
<p dir=ltr>Permasalahan yang silih berganti...<br>
Kegundahan yang tiada henti...<br>
Keharmonisan yang telah mati...<br>
Cinta yang hilang dari hati...<br>
Kasih sayang telah berganti...<br>
Derita yang pedih dan nyeri...</p>
<p dir=ltr>Kemana wanita itu harus pergi? Kemana?<br>
Kadang kala dia berkata<br>
“Andai aku tidak menikah dengannya”</p>
<p dir=ltr>Mungkin sebagian dari saudari-saudari kita, tatkala kapal yang ditungganginya sudah tidak lagi layak untuk ditempati, ia kadangkala berkata: Andai aku tidak menikah dengannya</p>
<p dir=ltr>Berandai-andai bukanlah jalan atau solusi, bahkan ia membuka pintu setan</p>
<p dir=ltr>Tapi sudahlah, yang terjadi haruslah dihadapi dgn berusaha, berikhtiar, berupaya dan berdoa kepada Rabbi serta menata hati...</p>
<p dir=ltr>Silahkan menyimak kelanjutan ceramah dan arahan Beliau yg berharga disalamdakwah.com di link http://salamdakwah.com/videos-detail/andai-aku-tidak-menikah-dengannya--.html (PC) atau http://m.salamdakwah.com/videos-detail/andai-aku-tidak-menikah-dengannya--.html (Mobile)</p>
<p dir=ltr>Semoga bermanfaat</p>
<p dir=ltr> Ditulis oleh Ustadz Dr. Syafiq Riza Basalamah MA حفظه الله تعالى</p>
Abu Rufaydah bin Unibhttp://www.blogger.com/profile/09414287558736681857noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6844411635089842911.post-31716641943459628392014-01-21T20:46:00.001-08:002014-01-21T20:46:03.212-08:00Dahsyatnya Istighfar<p dir=ltr>Dahsyatnya Istighfar<br>
Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam banyak ayat-Nya di dalam Al-Quran memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk senantiasa bertaubat dan beristighfar. Allah pun menamai dan mensifati diri-Nya dengan Al-Ghaffaar, Al-Ghafuur, Ghafirudz dzunub, Dzil maghfirah serta memuji dan menjanjikan pahala yang banyak untuk orang-orang yang senantiasa beristighfar. Semua itu menunjukkan keutamaan istighfar dan butuhnya manusia terhadap istighfar.</p>
<p dir=ltr>Istighfar para Nabi ‘alaihimus salam</p>
<p dir=ltr>Dalam al-Quran, Allah mengisahkan kepada kita bahwa para nabi dahulu adalah orang-orang yang rajin beristighfar dan bertaubat kepada-Nya. Allah mengisahkan tentang kedua orang tua kita (Adam dan Hawa) berkata:</p>
<p dir=ltr>“Ya Tuhan Kami, Kami telah Menganiaya diri Kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni Kami dan memberi rahmat kepada Kami, niscaya pastilah Kami Termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Al-A’raf: 23)</p>
<p dir=ltr>Nabi Nuh ‘alaihis salam berkata:</p>
<p dir=ltr>“Dan Sekiranya Engkau tidak memberi ampun kepadaku, dan (tidak) menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku akan Termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Hud: 47)</p>
<p dir=ltr>Nabi Musa ‘alahis salam berkata:</p>
<p dir=ltr>“Ya Tuhanku, Sesungguhnya aku telah Menganiaya diriku sendiri karena itu ampunilah aku”. Maka Allah mengampuninya, Sesungguhnya Allah Dialah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Qashash: 16)</p>
<p dir=ltr>Tentang Nabi Dawud ‘alaihis salam Allah mengisahkan:</p>
<p dir=ltr>“Maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat.” (QS. Shad: 24)</p>
<p dir=ltr>Nabi Sulaiman ‘alaihis salam berkata:</p>
<p dir=ltr>“Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang juapun sesudahku, Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Pemberi”</p>
<p dir=ltr>Allah memerintahkan penutup para rasul-Nya:</p>
<p dir=ltr>“…dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan.” (QS. Muhammad: 19)</p>
<p dir=ltr>Dan memerintahkan kita:</p>
<p dir=ltr>“Maka tetaplah pada jalan yang Lurus menuju kepadanya dan mohonlah ampun kepadanya… “ (QS. Fushshilat: 6)</p>
<p dir=ltr>Dalam hadis qudsi Allah berfirman, “Wahai hamba-hambaku, sesungguhnya kalian melakukan kesalahan setiap hari dan setiap malam, sementara Aku mengampuni dosa seluruhnya, maka beristighfarlah kalian kepada-Ku, niscaya Aku akan mengampuni kalian.”</p>
<p dir=ltr>Faidah Istighfar</p>
<p dir=ltr>Istighfar memiliki banyak faidah. Diantaranya adalah:</p>
<p dir=ltr>1. Sebab diampuni dosa</p>
<p dir=ltr>Hal ini karena diampuni dosa adalah tujuan utama istighfar. Sebagaimana dalam hadis qudsi di atas, “Maka beristighfarlah kalian kepada-Ku, niscaya Aku akan mengampuni kalian”. Begitu juga dalam firman Allah:</p>
<p dir=ltr>“Dan Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan Menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nisa: 110)</p>
<p dir=ltr>Dalam hadis qudsi yang lain Allah berfirman, “Wahai anak Adam, sesungguhnya selama engkau memohon dan berharap kepada-Ku, niscaya aku akan mengampuni segala dosamu dan aku tidak peduli. Wahai anak Adam, andai dosamu mencapai sepenuh langit dan bumi, kemudia engkau memohon ampun kepada-Ku, niscaya aku akan mengampunimu.”</p>
<p dir=ltr>2. Menolak bala dan azab.</p>
<p dir=ltr>Allah berfirman:</p>
<p dir=ltr>“Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun.” (QS. Al-Anfal: 33)</p>
<p dir=ltr>3. Penghapus kesedihan, pengundang rizki dan keluar dari kesulitan.</p>
<p dir=ltr>Dalam sunan Abu Daud dan Ibnu Majah, dari Abdullah bin Abbas, Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang membiasakan istighfar, maka Allah akan memberikan untuknya jalan keluar dari setiap kesulitan, kelegaan dari setiap kesedihan dan Allah akan mengrunikan rizki dari jalan yang tidak disangka-sangka.”</p>
<p dir=ltr>4. Sebab turun hujan, banyak harta, anak, tumbuhan dan air.</p>
<p dir=ltr>Allah berfirman tentang Nabi Nuh ‘alaihis salam:</p>
<p dir=ltr>“Maka aku katakan kepada mereka: ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, -sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun-, Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, Dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan Mengadakan untukmu kebun-kebun dan Mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS. Nuh: 10-12)</p>
<p dir=ltr>Dan berfirman tentang Nabi Hud ‘alaihis salam:</p>
<p dir=ltr>“Dan (dia berkata): “Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa.” (QS. Hud: 52)</p>
<p dir=ltr>Setiap saat beristighfar</p>
<p dir=ltr>Istighfar disyariatkan dalam setiap kesempatan. Namun demikian, ada waktu-waktu khusus dimana istighfar memiliki keutamaan tersendiri. Diantaranya saat selesai melaksanakan ibadah. Fungsi istighfar dalam kesempatan ini untuk menjadi penyempurna bagi kekurangan-kekurangan yang ada di dalam ibadah tersebut. Sebagaimana disyariatkan istighfar setelah selesai menunaikan shalat. Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam biasa beristighfar sebanyak tiga kali setelah menunaikan shalat.</p>
<p dir=ltr>Istighfar juga disyariatkan setelah melaksanakan shalat malam. Allah berfirman:</p>
<p dir=ltr>Di dunia mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam. Dan selalu memohonkan ampunan diwaktu pagi sebelum fajar. (QS. Adz-Dzariyat: 17-18)</p>
<p dir=ltr>Setelah selesai wakuf di arafah. Allah berfirman:</p>
<p dir=ltr>“Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak (‘Arafah) dan mohonlah ampun kepada Allah; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah: 199)</p>
<p dir=ltr>Istighfar disyariatkan ketika menutup majelis. Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam memerintahkan ketika kita selesai bermajlis untuk mengucapkan, “Maha suci ya Allah dan dengan mumuji-Mu, aku memohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.”</p>
<p dir=ltr>Seyogyianya bagi seorang muslim membiasakan dirinya untuk berisitighfar dalam setiap kesempatan. Terutama pada waktu-waktu yang memiliki kekhususan tadi. Imam Ahmad meriwayatkan dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma, “Sungguh kami menghitung Rasulullah dalam satu majelis sebanyak seratus kali mengucapkan, “Rabbighfirlii wa tub ‘alayya innaka antat tawwabur rahim.” (Wahai Rabbku ampunilah diriku dan berilah taubat kepadaku, sesungguhnya Engkau Mahapemberi taubat dan Mahapenyayang)</p>
<p dir=ltr>Agar istighfar dapat memupus dosa</p>
<p dir=ltr>Istighfar maknanya adalah meminta maghfirah (ampunan) dengan dihapusnya dosa dan ditutupnya aib. Istighfar harus disertai dengan menjauhi dan berhenti dari dosa dan maksiat yang telah dilakukan. Adapun orang yang beristighfar hanya dalam lisannya, sementara ia tetap dalam kemaksiatan tersebut, maka ia adalah pendusta. Istighfarnya tidak akan bermanfaat. Al-fuhdail bin Iyadh –rahimahullah- berkata, “Istighfar tanpa meninggalkan dosa adalah taubatnya para pendusta.” Juga dikatakan, “Istighfar kita membutuhkan istighfar.” Maksudnya adalah orang yang beristighfar namun tidak meninggalkan dosanya maka ia telah berdosa yang membuthkan istighfar lagi.</p>
<p dir=ltr>Lafadz-lafadz istighfar</p>
<p dir=ltr>Ada beberapa lafadz istighfar yang diucapkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Diantaranya adalah:</p>
<p dir=ltr>“Rabbighfirlii wa tub ‘alayya innaka antat tawwabur rahim.”</p>
<p dir=ltr>Wahai Rabbku ampunilah diriku dan berilah taubat kepadaku, sesungguhnya Engkau Mahapemberi taubat dan Mahapenyayang.</p>
<p dir=ltr>“Astaghfirullahal ladzi laa ilaaha illaa huwal hayyul qayyum wa atuubu ilaihi”</p>
<p dir=ltr>Aku memohon ampun kepada Allah yang tidak ada yang berhak disembah kecuali Dia yang Mahahidup dan Mahaberdiri sendiri.</p>
<p dir=ltr>Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan sayyidul istighfar (tuannya istiggfar) adalah:</p>
<p dir=ltr>اللّهُمَّ أَنْتَ رَبِّيْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، خَلَقْتَنِيْ وَأَنَاْ عَبْدُكَ، وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ، أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ، وَأَبُوْءُ لَكَ بِذَنْبِيْ فَاغْفِرْ لِيْ، فَإِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إَلَّا أَنْتَ</p>
<p dir=rtl>Allaahumma Anta Rabbii laa ilaaha illaa anta, khalaqtanii wa ana ‘abduka, wa ana ‘alaa ‘ahdika wa wa’dika mastatha’tu, a’uudzu bika min syarri maa shana’tu, abuu`u laka bi ni’matika ‘alayya, wa abuu`u laka bi dzanbii faghfir lii, innahu laa yaghfirudz dzunuuba illaa anta</p>
<p dir=ltr>Ya Allah, engkau adalah Rabb ku tidak ada yang berhak disembah selain engkau, engkau yang telah menciptakanku dan aku adalah hambamu, dan aku berada di atas perjanjian-Mu semampuku, aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan yang aku perbuat, aku mengakui nikmatmu atas ku dan aku mengakui dosa-dosaku maka ampunilah aku, sesungguhnya tidak ada yang mengampuni dosa selain-Mu…</p>
<p dir=ltr>Siapa saja yang mengucapkannya pada siang hari seraya meyakininya, kemudian ia mati sebelum sore, maka ia termasuk penghuni surga. Dan siapa saja yang mengucapkannya pada malam hari seraya meyakininya, kemudian ia mati sebelum pagi, maka ia termasuk penghuni surga (HR Bukhari: 5659)</p>
<p dir=ltr>[Disadur dari buku “Al-Khutab Al-Minbariyyah”, Syaikhuna Shaleh bin Fauzan bin Abdullah al-Fauzan –hafidzahullah]</p>
Abu Rufaydah bin Unibhttp://www.blogger.com/profile/09414287558736681857noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6844411635089842911.post-55315357086102667472014-01-20T06:26:00.001-08:002014-01-20T06:27:00.685-08:00Do'a Budak Hitam yang senantiasa Terkabul<p dir=ltr>Setiap Kali Teringat Dia, Dunia Ini Terasa<br>
Tidak Ada Harganya<br>
Setiap Kali Teringat Dia,<br>
Dunia Ini Terasa Tidak Ada Harganya<br>
Kisah Yang Menakjubkan Tentang Ikhlash<br>
Ibnul Mubarak rahimahullah menceritakan<br>
kisahnya:<br>
“Saya tiba di Mekkah ketika manusia ditimpa<br>
paceklik dan mereka sedang melaksanakan shalat<br>
istisqa’ di Al-Masjid Al-Haram. Saya bergabung<br>
dengan manusia yang berada di dekat pintu Bani<br>
Syaibah. Tiba-tiba muncul seorang budak hitam<br>
yang membawa dua potong pakaian yang terbuat<br>
dari rami yang salah satunya dia jadikan sebagai<br>
sarung dan yang lainnya dia jadikan selendang di<br>
pundaknya. Dia mencari tempat yang agak<br>
tersembunyi di samping saya. Maka saya<br>
mendengarnya berdoa, “Ya Allah, dosa-dosa yang<br>
banyak dan perbuatan-perbuatan yang buruk<br>
telah membuat wajah hamba-hamba-Mu menjadi<br>
suram, dan Engkau telah menahan hujan dari<br>
langit sebagai hukuman terhadap hamba-hamba-<br>
Mu. Maka aku memohon kepada-Mu wahai Yang<br>
pemaaf yang tidak segera menimpakan adzab,<br>
wahai Yang hamba-hamba-Nya tidak<br>
mengenalnya kecuali kebaikan, berilah mereka<br>
hujan sekarang.”<br>
Dia terus mengatakan, “Berilah mereka hujan<br>
sekarang.” Hingga langit pun penuh dengan awan<br>
dan hujan pun datang dari semua tempat. Dia<br>
masih duduk di tempatnya sambil terus bertasbih,<br>
sementara saya pun tidak mampu menahan air<br>
mata. Ketika dia bangkit meninggalkan tempatnya<br>
maka saya mengikutinya hingga saya mengetahui<br>
di mana tempat tinggalnya. Lalu saya pergi<br>
menemui Fudhail bin Iyyadh. Ketika melihat saya<br>
maka dia pun bertanya, “Kenapa saya melihat<br>
dirimu nampak sangat sedih?” Saya jawab,<br>
“Orang lain telah mendahului kita menuju Allah,<br>
maka Dia pun mencukupinya, sedangkan kita<br>
tidak.” Dia bertanya, “Apa maksudnya?” Maka<br>
saya pun menceritakan kejadian yang baru saja<br>
saya saksikan. Mendengar cerita saya, Fudhail<br>
bin Iyyadh pun terjatuh karena tidak mampu<br>
menahan rasa haru. Lalu dia pun berkata, “Celaka<br>
engkau wahai Ibnul Mubarak, bawalah saya<br>
menemuinya!” Saya jawab, “Waktu tidak cukup<br>
lagi, biarlah saya sendiri yang akan mencari berita<br>
tentangnya.”<br>
Maka keesokan harinya setelah shalat Shubuh<br>
saya pun menuju tempat tinggal budak yang saya<br>
lihat kemarin. Ternyata di depan pintu rumahnya<br>
sudah ada orang tua yang duduk di atas sebuah<br>
alas yang digelar. Ketika dia melihat saya maka<br>
dia pun langsung mengenali saya dan<br>
mengatakan, “Marhaban (selamat datang –pent)<br>
wahai Abu Abdirrahman, apa keperluan Anda?”<br>
Saya jawab, “Saya membutuhkan seorang budak<br>
hitam.” Dia menjawab, “Saya memiliki beberapa<br>
budak, silahkan pilih mana yang Anda inginkan<br>
dari mereka?” Lalu dia pun berteriak memanggil<br>
budak-budaknya. Maka keluarlah seorang budak<br>
yang kekar. Tuannya tadi berkata, “Ini budak yang<br>
bagus, saya ridha untuk Anda.” Saya jawab, “Ini<br>
bukan yang saya butuhkan.”<br>
Maka dia memperlihatkan budaknya satu persatu<br>
kepada saya hingga keluarlah budak yang saya<br>
lihat kemarin. Ketika saya melihatnya maka saya<br>
pun tidak kuasa menahan air mata. Tuannya<br>
bertanya kepada saya, “Diakah yang Anda<br>
inginkan?” Saya jawab, “Ya.” Tuannya berkata<br>
lagi, “Dia tidak mungkin dijual.” Saya tanya,<br>
“Memangnya kenapa?” Dia menjawab, “Saya<br>
mencari berkah dengan keberadaannya di rumah<br>
ini, di samping itu dia sama sekali tidak menjadi<br>
beban bagi saya.” Saya tanyakan, “Lalu dari<br>
mana dia makan?” Dia menjawab, “Dia<br>
mendapatkan setengah daniq (satu daniq =<br>
sepernam dirham –pent) atau kurang atau lebih<br>
dengan berjualan tali, itulah kebutuhan makan<br>
sehari-harinya. Kalau dia sedang tidak berjualan,<br>
maka pada hari itu dia gulung talinya. Budak-<br>
budak yang lain mengabarkan kepadaku bahwa<br>
pada malam hari dia tidak tidur kecuali sedikit.<br>
Dia pun tidak suka berbaur dengan budak-budak<br>
yang lain karena sibuk dengan dirinya. Hatiku pun<br>
telah mencintainya.”<br>
Maka saya katakan kepada tuannya tersebut,<br>
“Saya akan pergi ke tempat Sufyan Ats-Tsaury<br>
dan Fudhail bin Iyyadh tanpa terpenuhi kebutuhan<br>
saya.” Maka dia menjawab, “Kedatangan Anda<br>
kepada saya merupakan perkara yang besar,<br>
kalau begitu ambillah sesuai keinginan Anda!”<br>
Maka saya pun membelinya dan saya<br>
membawanya menuju ke rumah Fudhail bin<br>
Iyyadh.<br>
Setelah berjalan beberapa saat maka budak itu<br>
bertanya kepada saya, “Wahai tuanku!” Saya<br>
jawab, “Labbaik.” Dia berkata, “Jangan katakan<br>
kepada saya ‘labbaik’ karena seorang budak yang<br>
lebih pantas untuk mengatakan hal itu kepada<br>
tuannya.” Saya katakan, “Apa keperluanmu wahai<br>
orang yang kucintai?” Dia menjawab, “Saya orang<br>
yang fisiknya lemah, saya tidak mampu menjadi<br>
pelayan. Anda bisa mencari budak yang lain yang<br>
bisa melayani keperluan Anda. Bukankah telah<br>
ditunjukkan budak yang lebih kekar dibandingkan<br>
saya kepada Anda.” Saya jawab, “Allah tidak<br>
akan melihatku menjadikanmu sebagai pelayan,<br>
tetapi saya akan membelikan rumah dan<br>
mencarikan istri untukmu dan justru saya sendiri<br>
yang akan menjadi pelayanmu.”<br>
Dia pun menangis hingga saya pun bertanya,<br>
“Apa yang menyebabkanmu menangis?” Dia<br>
menjawab, “Anda tidak akan melakukan semua ini<br>
kecuali Anda telah melihat sebagian hubunganku<br>
dengan Allah Ta’ala, kalau tidak maka kenapa<br>
Anda memilih saya dan bukan budak-budak yang<br>
lain?!” Saya jawab, “Engkau tidak perlu tahu hal<br>
ini.” Dia pun berkata, “Saya meminta dengan<br>
nama Allah agar Anda memberitahukan kepada<br>
saya.” Maka saya jawab, “Semua ini saya<br>
lakukan karena engkau orang yang terkabul<br>
doanya.” Dia berkata kepada saya,<br>
“Sesungguhnya saya menilai –insya Allah– Anda<br>
adalah orang yang saleh. Sesungguhnya Allah<br>
Azza wa Jalla memiliki hamba-hamba pilihan<br>
yang Dia tidak akan menyingkapkan keadaan<br>
mereka kecuali kepada hamba-hamba-Nya yang<br>
Dia cintai, dan tidak akan menampakkan mereka<br>
kecuali kepada hamba yang Dia ridhai.” Kemudian<br>
dia berkata lagi, “Bisakah Anda menunggu saya<br>
sebentar, karena masih ada beberapa rakaat<br>
shalat yang belum saya selesaikan tadi malam?”<br>
Saya jawab, “Rumah Fudhail bin Iyyadh sudah<br>
dekat.” Dia menjawab, “Tidak, di sini lebih saya<br>
sukai, lagi pula urusan Allah Azza wa Jalla tidak<br>
boleh ditunda-tunda.” Maka dia pun masuk ke<br>
masjid melalui pintu halaman depan.<br>
Dia terus mengerjakan shalat hingga selesai apa<br>
yang dia inginkan.<br>
Setelah itu dia menoleh kepada saya seraya<br>
berkata, “Wahai Abu Abdirrahman, apakah Anda<br>
memiliki keperluan?” Saya jawab, “Kenapa engkau<br>
bertanya demikian?” Dia menjawab, “Karena saya<br>
ingin pergi jauh.” Saya bertanya, “Ke mana?” Dia<br>
menjawab, “Ke akherat.” Maka saya katakan,<br>
“Jangan engkau lakukan, biarkanlah saya merasa<br>
senang dengan keberadaanmu!” Dia menjawab,<br>
“Hanyalah kehidupan ini terasa indah ketika<br>
hubungan antara saya dengan Allah Ta’ala tidak<br>
diketahui oleh seorang pun. Adapun setelah Anda<br>
mengetahuinya, maka orang lain akan ikut<br>
mengetahuinya juga, sehingga saya merasa tidak<br>
butuh lagi dengan semua yang Anda tawarkan<br>
tadi.” Kemudian dia tersungkur sujud seraya<br>
berdoa, “Ya Allah, cabutlah nyawaku agar aku<br>
segera bertemu dengan-Mu sekarang juga!” Maka<br>
saya pun mendekatinya, ternyata dia sudah<br>
meninggal dunia. Maka demi Allah, tidaklah saya<br>
mengingatnya kecuali saya merasakan kesedihan<br>
yang mendalam dan dunia ini tidak ada artinya<br>
lagi bagi saya.”<br>
(Al-Muntazham Fii Taarikhil Umam, karya Ibnul<br>
Jauzy, 8/223-225)<br>
Sumber artikel:<br>
http://www.sahab.net/forums/index.php?<br>
showtopic=140725<br>
Diterjemahkan oleh: Abu Almass bin Jaman Al-<br>
Ausathy<br>
17 Rabi’ul Awwal 1435 H<br>
Daarul Hadits – Ma’bar – Yaman</p>
Abu Rufaydah bin Unibhttp://www.blogger.com/profile/09414287558736681857noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6844411635089842911.post-33902866931963592332013-06-25T20:51:00.001-07:002013-06-25T20:51:30.960-07:00Makna SUNNI bukan SYI'AH<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;" /><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;">SUNNI ▬► adalah istilah lain untuk ahlus sunnah</span><br style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;" /><br style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;" /><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;">Makna yang lebih luas untuk istilah ahlus sunnah wal jamaah adalah :</span><br style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;" /><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;">▬ mencakup semua orang yang mengaku dirinya sebagai seorang muslim selain Rafidhah (baca:syiah).</span><br style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;" /><br style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;" /><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;">_____________________________</span><br style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;" /><br style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;" /><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;">YANG DIMAKSUD SUNNI DAN SYI'AH</span><br style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;" /><br style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;" /><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;">by: muhammad abduh</span><br style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;" /><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;">Blog Ustadz Aris Munandar,SS, M.A., -hafidzohullah-</span><br style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;" /><br style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;" /><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;">SUNNI adalah istilah lain untuk ahlus sunnah, tidak ada perbedaan di antara dua istilah ini.</span><br style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;" /><br style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;" /><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;">Akan tetapi,</span><br style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;" /><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;">perlu diketahui bahwa istilah ahlus sunnah mengandung dua makna,</span><br style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;" /><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;">▬ makna luas</span><br style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;" /><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;">▬ dan makna sempit.</span><br style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;" /><br style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;" /><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;">►Tentang makna luas dari ahlus sunnah penulis buku al Wajiz fi ‘Aqidah al Salaf al Shalih Ahlis Sunnah wal Jamaah pada halaman 34 mengatakan,</span><br style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;" /><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;">“Sedangkan makna yang lebih luas untuk istilah ahlus sunnah wal jamaah adalah :</span><br style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;" /><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;">▬ mencakup semua orang yang mengaku dirinya sebagai seorang muslim selain Rafidhah (baca:syiah).</span><br style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;" /><br style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;" /><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;">Terkadang pula istilah ahlis sunnah digunakan untuk sebagian ahli bid’ah karena mereka bersesuaian dengan ahli sunnah yang murni dalam beberapa permasalahan akidah dan berlawanan dengan akidah aliran-aliran sesat.</span><br style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;" /><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;">Akan tetapi penggunaan istilah ahli sunnah dengan pengertian ini lebih jarang dipergunakan oleh para ulama ahli sunnah karena hanya terbatas pada beberapa permasalahan akidah dan berlawanan dengan beberapa aliran sesat tertentu. Misalnya adalah penggunaan istilah ahli sunnah sebagai lawan dari rafidhah (baca:syiah) terkait masalah khilafah dan sikap terhadap para shahabat Nabi dan perkara akidah lainnya”.</span><br style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;" /><br style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;" /><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;">Sedangkan</span><br style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;" /><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;">► pengertian sempit untuk istilah ahli sunnah adalah ahli sunnah ialah :</span><br style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;" /><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;">▬ orang-orang yang berpegang teguh dengan ajaran Nabi dan para shahabat serta orang-orang yang mengikuti mereka dan meniti jalan mereka baik dalam permasalahan akidah, perkataan dan perbuatan.</span><br style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;" /><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;">▬ Mereka adalah orang-orang yang komitmen untuk mengikuti Nabi dan menjauhi bid’ah.</span><br style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;" /><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;">▬ Mengikuti jalan mereka dalam beragama adalah hidayah sedangkan menyelisihi mereka adalah kesesatan.</span><br style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;" /><br style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;" /><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;">Definisi ini disimpulkan dari sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang golongan yang selamat dari kesesatan di dunia dan selamat dari neraka di akherat.</span><br style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;" /><br style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;" /><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;">قَالُوا وَمَنْ هِىَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِى</span><br style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;" /><br style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;" /><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;">Para shahabat bertanya,</span><br style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;" /><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;">“Siapakah mereka wahai rasulullah?”. Beliau bersabda, “Orang yang mengikuti ajaranku dan shahabatku dalam beragama” (HR Tirmidzi no 2641 dari Abdullah bin ‘Amr, dinilai hasan oleh al Albani).</span><br style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;" /><br style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;" /><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;">Abdullah bin Abdul Hamid mengatakan,</span><br style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;" /><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;">“Inilah makna sempit untuk istilah ahli sunnah wal jamaah. Dengan pengertian ini maka semua golongan ahli bid’ah tidak termasuk ahli sunnah” (al Wajiz fi ‘Aqidah al Salaf al Shalih Ahlis Sunnah wal Jamaah hal 33, terbitan Dar ar Royah).</span><br style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;" /><br style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;" /><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;">►Perlu diketahui bahwasanya :</span><br style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;" /><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;">sangat tidak layak menyandingkan Islam dengan syiah karena ada perbedaan yang sangat menjolok antara ajaran Islam dan ajaran Syiah. Di antara keyakinan Syiah adalah :</span><br style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;" /><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;">▬ menyakini bahwa al Qur’an yang ada di tangan kaum muslimin seluruhnya adalah palsu,</span><br style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;" /><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;">▬ mengkafirkan para shahabat,</span><br style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;" /><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;">▬ menuduh ibunda kita Aisyah sebagai seorang pelacur dan lain-lain.</span><br style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;" /><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;">▬▬►Dengan keyakinan-keyakinan semacam jadilah syiah seakan-akan agama tersendiri di luar Islam</span><br style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;" /><br style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;" /><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;">[Konsultasi dari Majalah Swara Qur'an]</span><br style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;" /><br style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;" /><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;">Source : </span><a href="http://www.facebook.com/l.php?u=http%3A%2F%2Fustadzaris.com%2Fyang-dimaksud-sunni-dan-syiah&h=aAQG_CS0xAQGcCdkdkOEZjxbyglJd7zfV4pSQOrhEF-I67g&s=1" rel="nofollow nofollow" style="background-color: white; color: #3b5998; cursor: pointer; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px; text-decoration: none;" target="_blank">http://ustadzaris.com/yang-dimaksud-sunni-dan-syiah</a></div>
Abu Rufaydah bin Unibhttp://www.blogger.com/profile/09414287558736681857noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6844411635089842911.post-78665109145752115202013-06-25T20:41:00.002-07:002013-06-25T20:41:40.876-07:00Khitan (Sunat) dengan Laser<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #444444; font-family: 'Droid Serif', serif; font-size: 15px; line-height: 24px; margin-bottom: 18px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="border: 0px; font-family: inherit; font-size: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; font-weight: 600; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Pertanyaan:</span></div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #444444; font-family: 'Droid Serif', serif; font-size: 15px; line-height: 24px; margin-bottom: 18px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #444444; font-family: 'Droid Serif', serif; font-size: 15px; line-height: 24px; margin-bottom: 18px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Insya Allah saya ingin mengkhitankan anak saya. Yang ingin saya tanyakan, bagaimana hukum <a href="http://konsultasisyariah.com/hukum-khitan-dengan-laser" rel="nofollow" style="-webkit-transition: 0.2s ease; border: 0px; color: #ed1a3b; font-family: inherit; font-size: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; text-decoration: none; transition: 0.2s ease; vertical-align: baseline;" target="_blank" title="khitan dengan laser"><span style="border: 0px; font-family: inherit; font-size: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; font-weight: 600; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">khitan</span></a> dengan menggunakan laser? Apakah ini termasuk pengobatan dengan menggunakan <em style="border: 0px; font-family: inherit; font-size: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">kay</em>?</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #444444; font-family: 'Droid Serif', serif; font-size: 15px; line-height: 24px; margin-bottom: 18px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Jazakallah khairan atas jawaban Ustadz</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #444444; font-family: 'Droid Serif', serif; font-size: 15px; line-height: 24px; margin-bottom: 18px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Dari: Sri<br /><span id="more-13642" style="border: 0px; font-family: inherit; font-size: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"></span><br /><span style="border: 0px; font-family: inherit; font-size: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; font-weight: 600; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Jawaban:</span></div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #444444; font-family: 'Droid Serif', serif; font-size: 15px; line-height: 24px; margin-bottom: 18px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Wa’alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #444444; font-family: 'Droid Serif', serif; font-size: 15px; line-height: 24px; margin-bottom: 18px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<em style="border: 0px; font-family: inherit; font-size: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, wa ba’du</em></div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #444444; font-family: 'Droid Serif', serif; font-size: 15px; line-height: 24px; margin-bottom: 18px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Inti dari khitan bagi lelaki adalah terpotongnya lapisan kulit (foreskin) yang menutupi tudung <em style="border: 0px; font-family: inherit; font-size: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">dzakar</em> (glans penis). Dalam <em style="border: 0px; font-family: inherit; font-size: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Mausu’ah Fiqhiyah</em> dinyatakan:</div>
<div class="arab" style="background-color: white; background-image: url(http://www.konsultasisyariah.com/wp-content/themes/newsroom14/img/line.png); border: 0px; color: #444444; direction: rtl; float: right; font-family: 'KFGQPC Uthman Taha Naskh', KFGQPC_Naskh, 'Traditional Arabic', Tahoma, sans-serif; font-size: 31px !important; line-height: 45px !important; margin-bottom: 18px; padding: 0px; text-align: right; vertical-align: baseline; width: 607px;">
يكون ختان الذكور بقطع الجلدة التي تغطي الحشفة , وتسمى القلفة , والغرلة , بحيث تنكشف الحشفة كلها</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #444444; font-family: 'Droid Serif', serif; font-size: 15px; line-height: 24px; margin-bottom: 18px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Khitan bagi laki-laki dilakukan dengan memotong lapisan kulit yang menutupi<em style="border: 0px; font-family: inherit; font-size: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">hasyafah</em> (tudung <em style="border: 0px; font-family: inherit; font-size: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">dzakar</em>). Kulit ini disebut <em style="border: 0px; font-family: inherit; font-size: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">qulfah</em> atau <em style="border: 0px; font-family: inherit; font-size: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">ghurlah</em>, dimana kulit ini menutupi seluruh <em style="border: 0px; font-family: inherit; font-size: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">hasyafah</em> (tudung <em style="border: 0px; font-family: inherit; font-size: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">dzakar</em>) (<em style="border: 0px; font-family: inherit; font-size: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, 19:28</em>)</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #444444; font-family: 'Droid Serif', serif; font-size: 15px; line-height: 24px; margin-bottom: 18px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Untuk itu, jika khitan dengan laser ini hasilnya seperti khitan dengan pisau, berupa terpotongnya bagian kulit yang menutupi tudung <em style="border: 0px; font-family: inherit; font-size: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">dzakar</em>, dan tidak membahayakan anak yang dikhitan maka boleh digunakan.</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #444444; font-family: 'Droid Serif', serif; font-size: 15px; line-height: 24px; margin-bottom: 18px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Syaikh Sa’d bin Turki al-Khatslan <em style="border: 0px; font-family: inherit; font-size: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">hafizhahullah</em> dalam acara <em style="border: 0px; font-family: inherit; font-size: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">al-Jawab al-Kafi</em>, pernah ditanya tentang hukum khitan anak menggunakan solder yang digunakan dalam dunia kedokteran. Beliau menjawab</div>
<div class="arab" style="background-color: white; background-image: url(http://www.konsultasisyariah.com/wp-content/themes/newsroom14/img/line.png); border: 0px; color: #444444; direction: rtl; float: right; font-family: 'KFGQPC Uthman Taha Naskh', KFGQPC_Naskh, 'Traditional Arabic', Tahoma, sans-serif; font-size: 31px !important; line-height: 45px !important; margin-bottom: 18px; padding: 0px; text-align: right; vertical-align: baseline; width: 607px;">
ختان الأطفال إذا كانوا ذكورًا فهو سنة ويجب عند البلوغ ، أما بالنسبة للآلية والطريقة فهذه تختلف باختلاف العادات والثقافات ، لكن بالنسبة للذكر المطلوب هو قطع القُلفة المتصلة بالذكر هذه تقطع بأي وسيلة ، لكن ينبغي في وقتنا الحاضر ونحن نعيش مع تقدم الطب يعني الثورة الطبية ينبغي أن يُستعان بالأطباء في هذا ، فإذا كانت هذه الوسيلة وسيلة مأمونة عند الأطباء فلا بأس بها ؛ لأن الوسائل تختلف وإذا كانت الوسيلة تحقق الهدف وهو الختان بطريقة مأمونة ليس فيها ضرر كانت جائزة</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #444444; font-family: 'Droid Serif', serif; font-size: 15px; line-height: 24px; margin-bottom: 18px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
“Khitan anak laki-laki, hukumnya sunah dan menjadi wajib ketika usia baligh. Adapun untuk alatnya, maka ini berbeda-beda sesuai perkembangan kebiasaan masyarakat dan teknologi. Hanya saja, terkait bagian <em style="border: 0px; font-family: inherit; font-size: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">dzakar</em> yang diharapkan adalah terpotongnya <em style="border: 0px; font-family: inherit; font-size: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">qulfah</em> (foreskin) yang bersambung dengan tudung <em style="border: 0px; font-family: inherit; font-size: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">dzakar</em>. Kulit ini dipotong dengan cara apapun.</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #444444; font-family: 'Droid Serif', serif; font-size: 15px; line-height: 24px; margin-bottom: 18px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Di zaman kita saat ini, di mana kita hidup di era kemajuan ilmu kedokteran, selayaknya meminta bantuan dokter. Jika cara yang digunakan adalah cara yang aman menurut dokter, hukumnya tidak masalah. Karena sarana itu berbeda-beda. Ketika sarana yang digunakan tersebut bisa mewujudkan tujuan khitan dengan cara yang aman, tidak membahayakan, maka hukumnya boleh.”</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #444444; font-family: 'Droid Serif', serif; font-size: 15px; line-height: 24px; margin-bottom: 18px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<em style="border: 0px; font-family: inherit; font-size: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Allahu a’lam</em></div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #444444; font-family: 'Droid Serif', serif; font-size: 15px; line-height: 24px; margin-bottom: 18px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="border: 0px; font-family: inherit; font-size: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; font-weight: 600; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina <a href="http://konsultasisyariah.com/" rel="nofollow" style="-webkit-transition: 0.2s ease; border: 0px; color: #ed1a3b; font-family: inherit; font-size: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; font-weight: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; text-decoration: none; transition: 0.2s ease; vertical-align: baseline;" target="_blank" title="konsultasi agama dan kesehatan">KonsultasiSyariah.com</a>)</span></div>
</div>
Abu Rufaydah bin Unibhttp://www.blogger.com/profile/09414287558736681857noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6844411635089842911.post-55910578516432267602013-06-03T06:42:00.001-07:002013-06-03T06:42:11.510-07:00DERAJAT HADITS DO'A RAJAB, SYA'BAN dan RAMADHAN<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
DERAJAT HADITS DO'A BULAN RAJAB, SYA'BAN dan RAMADHAN<br />
<br />
Alhamdulillah, tidak lama lagi kita akan menyambut bulan Ramadhan yang mulia. Nah, berkaitan dengan hal ini terdapat sebuah doa yang diamalkan banyak orang, untuk menyambut bulan Rajab dan Sya’ban serta Ramadhan. Doa tersebut berbunyi:<br />
<br />
اللهم بارك لنا في رجب وشعبان وبلغنا رمضان<br />
(Allahumma baarik lana fii Rajaba wa Sya’baana Wa Ballighna Ramadhana)<br />
<br />
“Ya Allah, berkahilah kami pada bulan Rajab dan Sya’ban. Dan izinkanlah kami menemui bulan Ramadhan”<br />
<br />
Demikianlah doanya. Namun ketahuilah doa ini di dasari oleh hadits yang dhaif (lemah). Dengan kata lain, doa ini tidak diajarkan oleh Rasullah Shallallah‘alaihi<br />
<br />
Wasallam. Berikut penjelasannya:<br />
Teks Hadits<br />
Hadits ini terdapat dalam Musnad Imam Ahmad (1/256) dengan teks berikut:<br />
<br />
حدثنا عبد الله ، حدثنا عبيد الله بن عمر ، عن زائدة بن أبي الرقاد ، عن زياد النميري ، عن أنس بن مالك قال : كان النبي صلى الله عليه وسلم إذا دخل رجب قال : اللهم بارك لنا في رجب وشعبان وبارك لنا في رمضان وكان يقول : ليلة الجمعة غراء ويومها أزهر<br />
<br />
“Abdullah menuturkan kepada kami: ‘Ubaidullah bin Umar menuturkan kepada kami: Dari Za’idah bin Abi Ruqad: Dari Ziyad An Numairi Dari Anas Bin Malik, beliau berkata: ‘Jika bulan Rajab tiba Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam berdoa: Allahumma baarik lana fii Rajaba wa Sya’baana Wa Ballighna Ramadhana, dan beliau juga bersabda: Pada hari Jum’at, siangnya ada kemuliaan dan malamnya ada keagungan”<br />
<br />
Takhrij Hadits<br />
Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Sunni dalam kitab Amalul Yaum Wal Lailah (659) dari jalur riwayat Ibnu Mani’ yang ia berkata: “Ubaidullah bin Umar Al Qowariri mengabarkan kepadaku hadits ini”.<br />
<br />
Hadits ini juga diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam kitab Syu’abul Iman (3/375), dari jalur periwayatan Al Hafidz Abu Abdillah ia berkata, “Abu Bakr Muhammad bin Ma’mal menuturkan kepada kami, Al Fadhil bin Muhammad Asy Sya’rani menuturkan kepada kami, dari Al Qowariri..”.<br />
<br />
Hadits ini juga diriwayatkan Abu Nu’aim di kitab Al Hilyah (6/269) dari jalur periwayatan Habib Ibnu Hasan dan Ali bin Harun, mereka berdua berkata: “Yusuf Al Qadhi menuturkan kepada kami: Muhammad bin Abi Bakr menuturkan kepada kami, Zaidah bin Abi Ruqad menuturkan kepada kami hadits ini”.<br />
<br />
Hadits ini juga diriwayatkan oleh Al Bazzar dalam dalam Musnad Al Bazzar (lihat Mukhtashor Az Zawaid karya Ibnu Hajar Al Asqalani, 1/285) dari jalur periwayatan Ahmad bin Malik Al Qusyairi dari Za’idah.<br />
<br />
Status Perawi Hadits<br />
1. Za’idah bin Abi Ruqqad<br />
Imam Al Bukhari berkata: “Hadits darinya mungkar”. Abu Daud berkata: “Aku tidak mengetahui riwayat darinya”. An Nasai berkata: “Aku tidak mengetahui riwayat darinya”. Adz Dzahabi dalam Diwan Adh Dhu’afa berkata: “Hadits darinya bukanlah hujjah”. Ibnu Hajar Al Asqalani berkata: “Hadits darinya mungkar”<br />
<br />
2. Ziyad bin Abdillah An Numairi Al Bishri<br />
Yahya bin Ma’in berkata: “Hadits darinya lemah”. Abu Hatim Ar Razi berkata: “Haditsnya memang ditulis, namun tidak dapat dijadikan hujjah”. Abu Ubaid Al Ajurri berkata: “Aku bertanya pada Abu Dawud tentang Ziyad, dan beliau menganggapnya lemah”. Ad Daruquthi berkata: “Haditsnya tidak kuat”. Ibnu Hajar berpendapat: “Ia lemah”<br />
<br />
Pendapat Para Ahli Hadits Tentang Hadits Ini<br />
1. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman (3/375) berkata: “Hadits ini diriwayatkan hanya dari Ziyad An Numairi, ia pun hanya meriwayatkan dari Za’idah bin Abi Ruqad, sedangkan 2. Al Bukhari mengatakan bahwa Za’idah bin Abi Ruqad hadist-nya munkar”.<br />
3. An Nawawi menyatakan dalam Al Adzkar (274): “Kami meriwayatkan hadits ini di Hilyatul Auliya dengan sanad yang terdapat kelemahan”.<br />
4. Syaikh Ahmad Syakir berkata dalam takhrij Musnad Imam Ahmad (4/100-101): “Sanad hadits ini dhaif”.<br />
5. Syaikh Syu’aib Al Arnauth berkata dalam takhrij Musnad Imam Ahmad (4/180): “Sanad hadits ini dhaif”<br />
6. Syaikh Al Albani dalam takhrij Misykatul Mashabih (1/432) berkata: “Al Baihaqi menyatakan hadits ini aziz dalam Syu’abul Iman, namun Al Munawi melemahkannya dengan berkata: ‘Secara zhahir memang seolah Al Baihaqi memberi takhrij dan menyetujui keabsahan hadits ini. Namun tidak demikian. Bahkan Al Baihaqi melemahkannya dengan berkata: (beliau membawakan perkataan Al Baihaqi pada poin 1)’”<br />
[Disarikan dari tulisan Syaikh Abdullah bin Muhammad Zuqail di http://www.saaid.net/Doat/Zugail/57.htm]<br />
<div>
<br /></div>
</div>
Abu Rufaydah bin Unibhttp://www.blogger.com/profile/09414287558736681857noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6844411635089842911.post-3810674255661799452013-06-02T21:09:00.001-07:002013-06-02T21:09:36.396-07:00الشيخ صالح المغامسي يبكي من بداية كلامه الى ان يختم جداجد مؤثر<iframe allowfullscreen="" frameborder="0" height="344" src="//www.youtube.com/embed/pmO2FpcTt8o" width="459"></iframe>Abu Rufaydah bin Unibhttp://www.blogger.com/profile/09414287558736681857noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6844411635089842911.post-67931878497895092352013-06-02T21:07:00.001-07:002013-06-02T21:07:02.370-07:00أصعب ما يحمله الإنسان فوق ظهره بكاء الشيخ المغامسي<iframe allowfullscreen="" frameborder="0" height="344" src="//www.youtube.com/embed/cxptdASQaUA" width="459"></iframe>Abu Rufaydah bin Unibhttp://www.blogger.com/profile/09414287558736681857noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6844411635089842911.post-16999059329815428822013-06-02T21:05:00.003-07:002013-06-02T21:05:58.756-07:00المغامسي ..أمي ..مقطع مؤثر مبكي Almgamsi- My mother<iframe allowfullscreen="" frameborder="0" height="344" src="//www.youtube.com/embed/-jLRTBlMJHU" width="459"></iframe>Abu Rufaydah bin Unibhttp://www.blogger.com/profile/09414287558736681857noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6844411635089842911.post-65292770593809372542013-06-02T21:05:00.001-07:002013-06-02T21:05:01.563-07:00انتبه أعظم الذنوب / بكاء الشيخ صالح المغامسي<iframe allowfullscreen="" frameborder="0" height="344" src="//www.youtube.com/embed/YHH-hV4OQmY" width="459"></iframe>Abu Rufaydah bin Unibhttp://www.blogger.com/profile/09414287558736681857noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6844411635089842911.post-39461370951633772512013-06-02T21:03:00.001-07:002013-06-02T21:03:01.449-07:00دروس السيرة للشيخ محمد حسان (daftar putar)<iframe allowfullscreen="" frameborder="0" height="344" src="http://www.youtube.com/embed/videoseries?index=13&list=PL53C491D5485F77CD" width="425"></iframe>Abu Rufaydah bin Unibhttp://www.blogger.com/profile/09414287558736681857noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6844411635089842911.post-13635730056044391052013-05-30T20:20:00.002-07:002013-05-30T20:20:20.180-07:00MANFAAT<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhrwCPI32cGlSiSHpVpcT5Zw0YiPrP64dlkv5DMYb7Qb1l7gxvVnJu9e7LGbWhd-gFts19QnVLrXtPgAl_NKbzTqG0-4_DEPTR4sC0i342Bxm6hbVSjgGFZ6AsaX76AWzJFotjrx1KqaqAu/s1600/10504_253914964729828_471604283_n.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhrwCPI32cGlSiSHpVpcT5Zw0YiPrP64dlkv5DMYb7Qb1l7gxvVnJu9e7LGbWhd-gFts19QnVLrXtPgAl_NKbzTqG0-4_DEPTR4sC0i342Bxm6hbVSjgGFZ6AsaX76AWzJFotjrx1KqaqAu/s320/10504_253914964729828_471604283_n.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi4GjeDDfuQcZyONZGk9WggX4yO_8PlBMTPn7SMKftXzRnTbrfEKy9RT9EqM7g0xz3q2O2HPY_bwYnv4RmeDE2OjTn4ag6u3VXFZRUm7t6R2dq6GTTKa8QiVapecrw9YE8sCBeQgRc-GvDa/s1600/11651_451800474899484_633699627_n.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi4GjeDDfuQcZyONZGk9WggX4yO_8PlBMTPn7SMKftXzRnTbrfEKy9RT9EqM7g0xz3q2O2HPY_bwYnv4RmeDE2OjTn4ag6u3VXFZRUm7t6R2dq6GTTKa8QiVapecrw9YE8sCBeQgRc-GvDa/s320/11651_451800474899484_633699627_n.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgjuRMigk2xtGzAo3TxJo0m76mESW6Sz3KH4mHPbGJEFdps47grwqVQtZggFm5YbqKWbngIjCJCai4LkVEB9Tpeb9IJ-mxMYrwwoX7NwKJOdSJlaSxQlFuMXxQ83xDzniCqTATdC9_naBVz/s1600/8140_351948871593103_794589419_n.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgjuRMigk2xtGzAo3TxJo0m76mESW6Sz3KH4mHPbGJEFdps47grwqVQtZggFm5YbqKWbngIjCJCai4LkVEB9Tpeb9IJ-mxMYrwwoX7NwKJOdSJlaSxQlFuMXxQ83xDzniCqTATdC9_naBVz/s320/8140_351948871593103_794589419_n.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjBcpX5pCMXKP6GnlDNI30hyzlPNs1PPMk2tUurzHFfIzzMnRvVwU8jWNbIGZS7NxuZmR7VzJgD-OE3KiVUsM71U5VrWIsnpPYtlVJ2q8JMsjBu-mMdEjPkvRECbaHAIk6Xknr_8_3SOtmS/s1600/9966_10151466121300819_659540890_n.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="259" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjBcpX5pCMXKP6GnlDNI30hyzlPNs1PPMk2tUurzHFfIzzMnRvVwU8jWNbIGZS7NxuZmR7VzJgD-OE3KiVUsM71U5VrWIsnpPYtlVJ2q8JMsjBu-mMdEjPkvRECbaHAIk6Xknr_8_3SOtmS/s320/9966_10151466121300819_659540890_n.jpg" width="320" /></a></div>
<br /></div>
Abu Rufaydah bin Unibhttp://www.blogger.com/profile/09414287558736681857noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6844411635089842911.post-62855510277068853242013-05-30T18:31:00.000-07:002013-05-30T18:31:17.384-07:00bolehkah WANITA minta CERAI, karena BUruK rUPA SUAMINYA ??<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="background: white; line-height: 16.5pt; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: 6.0pt;">
<span style="color: #333333; font-family: "Tahoma","sans-serif"; font-size: 9.0pt;">"Assalamualaikum....afwan
ust. Mengganggu, teman ana punya problem.....setelah 17 tahun berumah tangga
dan sudah mempunyai 1 anak (itupun dengan susah payah karena harus melalui
pengobatan baru punya anak qodarolloh). Tapi itu tidak masalah. Berjalannya
waktu seorang istri minta cerai dengan alasan karena suaminya jelek tapi akhlak
dan agamanya lumayan,sehingga istri itu memenuhi hak suamipun jadi tidak ikhlas
dll. (itu juga setelah adanya teman-teman yg ngomong dan sekarang sedang
berhubungan sms-an dengan seorang laki-laki lain). Dia dengerin seorang ustadz
berkata cerai dengan alasan jelek boleh walaupun akhlak dan agamanya baik, tapi
harus mengembalikan maharnya......mohon ditanggapi…"<br />
<br />
<strong>JAWABAN</strong>;<o:p></o:p></span></div>
<div style="background-color: white; background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; line-height: 16.5pt; margin: 6pt 0in;">
<span style="color: #333333; font-family: "Tahoma","sans-serif"; font-size: 9.0pt;">Diantara indahnya syari'at Islam adalah memberi jalan keluar
bagi pasangan suami istri jika mereka memang tidak bisa memperoleh kebahagiaan
dan kasih sayang diantara mereka. Diantara jalan keluar yang diberikan syari'at
adalah perceraian, yang berada ditangan para lelaki (karena para lelakilah yang
membayar mahar, biaya pernikahan, serta menanggung nafkah keluarga), akan
tetapi tentu dengan persyaratan yang diletakan oleh Syari'at. Syari'at tidak
menjadikan perceraian di tangan para wanita, karena secara umum kaum lelaki
lebih berpikir panjang dan lebih stabil dalam mengambil keputusan. Berbeda
dengan para wanita yang sering mengalami kondisi yang bisa merubah pola
berfikirnya, seperti tatkala kondisi haid, atau tatkala mengandung, dan
lain-lain, sehingga terkadang perasaan lebih didahulukan dari pada pikiran.<br />
<br />
Para lelaki pun tidak dianjurkan untuk langsung beranjak ke jenjang perceraian
kecuali setelah berusaha dan berusaha…, baik berusaha menasehati istri, atau
melalu jalur islah (usaha damai) dari perwakilan dari dua belah pihak dan
usaha-usaha yang lainnya.<br />
<br />
Demikian juga tatkala seorang lelaki hendak mencerai, maka ia tidak boleh
mencerai tatkala sang istri sedang haid, atau tatkala sang istri telah
bersih/suci akan tetapi ia telah menjimaknya.<br />
<br />
Bila ternyata sang istri
mendapati sikap buruk pada sang suami maka syari'at membolehkan kepada sang
wanita untuk melakukan khulu' yaitu meminta suami untuk memutuskan akad
pernikahan.<br />
<br />
<br />
<br />
<strong>Hukum Asal Wanita
Meminta Cerai Adalah Haram</strong><br />
<br />
Tentunya kita mengetahui bahwasanya asalnya seorang wanita dilarang untuk
meminta dicerai.<br />
<br />
Nabi shallallahu 'alaiahi wa sallam bersabda:<br />
<br />
<span dir="RTL" lang="AR-SA">أيُّما امرأةٍ سألت زوجَها طلاقاً فِي غَير مَا بَأْسٍ؛
فَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الجَنَّةِ</span><br />
<br />
<em>"Wanita mana saja yang
meminta kepada suaminya untuk dicerai tanpa kondisi mendesak maka haram baginya
bau surga"</em><span class="apple-converted-space"> </span>(HR
Abu Dawud no 1928, At-Thirmidzi dan Ibnu Maajah, dan dihahihkan oleh Syaikh
Albani)<br />
<br />
Hadits ini menunjukkan ancaman yang sangat keras bagi seorang wanita yang
meminta perceraian tanpa ada sebab yang syar'i yang kuat yang membolehkannya
untuk meminta cerai. Berkata Abu At-Toyyib Al'Adziim Aabaadi, "Yaitu tanpa
ada kondisi mendesak memaksanya untuk meminta cerai…((Maka haram baginya bau
surga)) yaitu ia terhalang dari mencium harumnya surga, dan ini merupakan
bentuk ancaman dan bahkan bentuk mubaalaghoh (berlebih-lebihan) dalam ancaman,
atau terjadinya hal tersebut pada satu kondisi tertentu yaitu artinya ia tidak
mencium wanginya surga tatkala tercium oleh orang-orang yang bertakwa yang
pertama kali mencium wanginya surga, atau memang sama sekali ia tidak mencium
wanginya surga. dan ini merupakan bentuk berlebih-lebihan dalam ancaman"
('Aunul Ma'buud 6/308)<br />
<br />
Ibnu Hajar berkata :<br />
<br />
<span dir="RTL" lang="AR-SA">أن الأخبار الواردة في ترهيب المرأة من طلب طلاق زوجها محمولة
على ما إذا لم يكن بسبب يقتضى ذلك</span><br />
<br />
"Sesungguhnya hadits-hadits yang datang tentang ancaman terhadap wanita
yang meminta cerai, dibawakan kepada jika sang wanita meminta cerai tanpa
sebab" (Fathul Baari 9/402)<br />
<br />
Silahkan baca kembali artikel "<u><a href="http://firanda.com/index.php/artikel/keluarga/158-ceraikan-aku" style="cursor: pointer;"><span style="color: #444444; text-decoration: none; text-underline: none;">Ceraikan Aku…!!!</span></a></u>"<br />
<br />
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda :<br />
<br />
<span dir="RTL" lang="AR-SA">الْمُخْتَلِعَاتُ وَالْمُنْتَزِعَاتُ هُنَّ
الْمُنَافِقَاتُ</span><br />
<br />
<em>"Para wanita yang
khulu' dari suaminya dan melepaskan dirinya dari suaminya, mereka itulah para
wanita munafiq"</em><span class="apple-converted-space"> </span>(Dishahihkan
oleh Al-Albani dalam As-Shahihah no 632)<br />
<br />
Yaitu para wanita yang mengeluarkan biaya untuk meminta cerai dari suami mereka
tanpa ada udzur yang syari' (lihat At-Taisiir bi Syarh Al-Jaami' As-Shogiir
1/607)<br />
<br />
<br />
<br />
<strong>Sebab-Sebab Dibolehkan
Khulu'</strong><br />
<br />
Para ulama telah
menyebutkan perkara-perkara yang membolehkan seorang wanita meminta khulu'
(pisah) dari suaminya.<br />
<br />
Diantara perkara-perkara tersebut adalah :<br />
<br />
1. Jika sang suami sangat nampak membenci sang istri, akan tetapi sang suami
sengaja tidak ingin menceraikan sang istri agar sang istri menjadi seperti
wanita yang tergantung<br />
<br />
2. Akhlak suami yang buruk terhadap sang istri, seperti suka menghinanya atau
suka memukulnya.<br />
<br />
3. Agama sang suami yang buruk, seperti sang suami yang terlalu sering
melakukan dosa-dosa, seperti minum khomr, berjudi, berzina, atau sering
meninggalkan sholat, suka mendengar music, dll<br />
<br />
4. Jika sang suami tidak menunaikan hak utama sang istri, seperti tidak memberikan
nafkah kepadanya, atau tidak membelikan pakaian untuknya, dan
kebutuhan-kebutuhan primer yang lainnya, padahal sang suami mampu.<br />
<br />
5. Jika sang suami ternyata tidak bisa menggauli istrinya dengan baik, misalnya
jika sang suami cacat, atau tidak bisa melakukan hubungan biologis, atau tidak
adil dalam mabit (jatah menginap), atau tidak mau atau jarang memenuhi
kebutuhan biologisnya karena condong kepada istri yang lain<br />
<br />
6. Jika sang wanita sama sekali tidak membenci sang suami, hanya saja sang
wanita khawatir tidak bisa menjalankan kewajibannya sebagai istri sehingga
tidak bisa menunaikan hak-hak suaminya dengan baik. Maka boleh baginya meminta
agar suaminya meridoinya untuk khulu', karena ia khawatir terjerumus dalam dosa
karena tidak bisa menunaikan hak-hak suami<br />
<br />
7. Jika sang istri membenci suaminya bukan karena akhlak yang buruk, dan juga
bukan karena agama suami yang buruk. Akan tetapi sang istri tidak bisa
mencintai sang suami karena kekurangan pada jasadnya, seperti cacat, atau
buruknya suami<br />
<br />
(Silahkan lihat Roudhotut Toolibiin 7/374, dan juga fatwa Syaikh Ibn Jibrin
rahimahullah di http://islamqa.info/ar/ref/1859) <span class="apple-converted-space"> </span><br />
<br />
Ibnu Qudaamah rahimahullah berkata :<br />
<br />
<span dir="RTL" lang="AR-SA">وجمله الأمر أن المرأة إذا كرهت زوجها لخلقه أو خلقه أو
دينه أو كبره أو ضعفه أو نحو ذلك وخشيت أن لا تؤدي حق الله في طاعته جاز لها
أن تخالعه بعوض تفتدي به نفسها</span><br />
<br />
"Dan kesimpulannya bahwasanya seorang wanita jika membenci suaminya
karena akhlaknya atau perawakannya/rupa dan jasadnya atau karena agamanya, atau
karena tuanya, atau lemahnya, dan yang semisalnya, dan ia khawatir tidak bisa
menunaikan hak Allah dalam mentaati sang suami maka boleh baginya untuk meminta
khulu' kepada suaminya dengan memberikan biaya/ganti untuk membebaskan
dirinya" (Al-Mughni 8/174)<br />
<br />
<br />
<br />
<strong>Meminta Cerai Karena
Suami Buruk Rupa</strong><br />
<br />
Para ulama telah
menyebutkan bahwa boleh bagi seorang wanita yang meminta cerai dikarenakan
tidak bisa meraih kebahagiaan dikarenakan sang suami buruk rupa. Dalil akan hal
ini adalah kisah istri sahabat Tsabit bin Qois yang meminta cerai darinya. Ibnu
Abbas meriwayatkan :<br />
<br />
</span><span class="special"><span dir="RTL" lang="AR-SA" style="color: #333333; font-family: "Tahoma","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">أَنَّ امْرَأَةَ ثَابِتِ بْنِ
قَيْسٍ أَتَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ : يَا
رَسُولَ اللَّهِ ثَابِتُ بْنُ قَيْسٍ مَا أَعْتِبُ عَلَيْهِ فِي خُلُقٍ وَلا دِينٍ
، وَلَكِنِّي أَكْرَهُ الْكُفْرَ فِي الْإِسْلَامِ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : (أَتَرُدِّينَ عَلَيْهِ حَدِيقَتَهُ ؟
قَالَتْ : نَعَمْ . قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :
اقْبَلْ الْحَدِيقَةَ وَطَلِّقْهَا تَطْلِيقَةً</span></span><span style="color: #333333; font-family: "Tahoma","sans-serif"; font-size: 9.0pt;"><br />
<br />
"Bahwasanya istri Tsaabit bin Qois mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam dan berkata, "Wahai Rasulullah, suamiku Tsaabit bin Qois<span class="apple-converted-space"> </span><strong><u>tidaklah aku mencela akhlaknya dan tidak pula agamanya</u></strong>,
akan tetapi aku takut berbuat kekufuran dalam Islam". Maka Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam berkata,<span class="apple-converted-space"> </span><em>"Apakah engkau (bersedia)
mengembalikan kebunnya (yang ia berikan sebagai maharmu-pen)?"</em>.<br />
<br />
Maka ia berkata, "Iya". Rasulullah pun berkata kepada Tsaabit,<span class="apple-converted-space"> </span><em>"Terimalah
kembali kebun tersebut dan ceraikanlah ia !"</em><span class="apple-converted-space"> </span>(HR Al-Bukhari no 5373)<br />
<br />
Dalam riwayat ini jelas bahwa istri Tsaabit bin Qois sama sekali tidak
mengeluhkan akan buruknya akhlak suaminya atau kurangnya agama suaminya. Akan
tetapi ia mengeluhkan tentang perkara yang lain. Apakah perkara tersebut??<br />
<br />
Dalam sebagian riwayat yang lain menjelaskan bahwa istri Tsabit meminta khulu'
karena buruk rupanya Tsabit.<br />
<br />
</span><span class="special"><span dir="RTL" lang="AR-SA" style="color: #333333; font-family: "Tahoma","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">عن حجاج عن عمرو بن شعيب عن
أبيه عن جده قال كانت حبيبة بنت سهل تحت ثابت بن قيس بن شماس وكان رجلا دميما
فقالت يا رسول الله والله لولا مخافة الله إذا دخل علي لبصقت في وجهه</span></span><span style="color: #333333; font-family: "Tahoma","sans-serif"; font-size: 9.0pt;"><br />
<br />
Dari Hajjaj dari 'Amr bin Syu'aib dari ayahnya dan dari kakeknya berkata,
"Dahulu Habibah binti Sahl adalah istri Tsaabit bin Qois bin Syammaas. Dan
Tsaabit adalah seorang lelaki buruk dan pendek, maka Habibah berkata,
"Wahai Rasulullah, demi Allah, kalau bukan karena takut kepada Allah maka
jika ia masuk menemuiku maka aku akan meludahi wajahnya". (HR Ibnu Maajah
no 2057 dan didho'ifkan oleh Syaikh Al-Albani)<br />
<br />
Namun telah datang dalam riwayat yang shahih dari Ibnu Abbas berkata:<br />
<br />
</span><span class="special"><span dir="RTL" lang="AR-SA" style="color: #333333; font-family: "Tahoma","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">إن أول خلع كان في الإسلام، أخت
عبد الله بن أبي، أنها أتت رسول الله صلى الله عليه وسلم فقالت: يا رسول الله لا
يجمع رأسي ورأسه شيء أبدا! إني رفعت جانب الخباء، فرأيته أقبل في عدة، فإذا هو
أشدهم سوادا، وأقصرهم قامة، وأقبحهم وجها! قال زوجها: يا رسول الله، إني أعطيتها
أفضل مالي! حديقة، فإن ردت على حديقتي! قال:"ما تقولين؟" قالت: نعم، وإن
شاء زدته! قال: ففرق بينهما</span></span><span style="color: #333333; font-family: "Tahoma","sans-serif"; font-size: 9.0pt;"><br />
<br />
"Khulu' yang pertama kali dalam sejarah Islam adalah khulu'nya saudari
Abdullah bin Ubay (Yaitu Jamilah bintu Abdullah bin Ubay bin Saluul gembong
orang munafiq, dan saudara Jamilah bernama Abdullah bin Abdullah bin Ubay bin
Saluul-pen). Ia mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu
berkata, "Wahai Rasulullah, tidak mungkin ada sesuatu yang bisa menyatukan
kepalaku dengan kepala Tsabit selamanya. Aku telah mengangkat sisi tirai maka
aku melihatnya datang bersama beberapa orang. Ternyata Tsaabit adalah yang
paling hitam diantara mereka, yang paling pendek, dan yang paling jelek
wajahnya"<br />
<br />
Suaminya (Tsaabit) berkata, "Wahai Rasulullah, aku telah memberikan
kepadanya hartaku yang terbaik, sebuah kebun, jika kebunku dikembalikan, (maka
aku setuju untuk berpisah)". Nabi berkata,<span class="apple-converted-space"> </span><em>"Apa
pendapatmu (wahai jamilah)?"</em>. Jamilah berkata, "Setuju,
dan jika dia mau akan aku tambah". Maka Nabipun memisahkan antara
keduanya" (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir At-Thobari dalam tafsirnya
(4/552-553, no 3807), tatkala menafsirkan surat Al-Baqoroh ayat 229, dan
sanadnya dinilai shahih oleh para pentahqiq Tafsir At-Thobari)<br />
<br />
<strong>Catatan</strong><span class="apple-converted-space"> </span>:<br />
<br />
<strong>Pertama</strong><span class="apple-converted-space"> </span>: Para ulama berselisih tentang nama
istri Tsabit bin Qois, apakah namanya Jamilah binti Abdillah bin Ubay bin
Saluul ataukah Habibah binti Sahl?. Akan tetapi Ibnu Hajar rahimahullah condong
bahwa Tsabit pernah menikahi Habibah lalu terjadi khuluk, kemudian ia menikahi
Jamilah dan juga terjadi khulu' (lihat Fathul Baari 9/399)<br />
<br />
<strong>Kedua</strong><span class="apple-converted-space"> </span>: Dalam sebagian riwayat yang shahih
menunjukkan bahwa Tsaabit bin Qois radhiallahu 'anhu pernah memukul istrinya
hingga tangannya patah. Sehingga inilah yang dikeluhkan oleh istri beliau
sehingga minta khulu'<br />
<br />
Dari Ar-Rubayyi' bin Mu'awwidz berkata :<br />
<br />
</span><span class="special"><span dir="RTL" lang="AR-SA" style="color: #333333; font-family: "Tahoma","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">أن ثابت بن قيس بن شماس ضرب
امرأته فكسر يدها وهي جميلة بنت عبد الله بن أبي فأتى أخوها يشتكيه إلى رسول الله
صلى الله عليه و سلم فأرسل رسول الله صلى الله عليه و سلم إلى ثابت فقال له خذ
الذي لها عليك وخل سبيلها قال نعم فأمرها رسول الله صلى الله عليه و سلم أن تتربص
حيضة واحدة فتلحق بأهلها</span></span><span style="color: #333333; font-family: "Tahoma","sans-serif"; font-size: 9.0pt;"><br />
<br />
"Sesungguhnya Tsaabit bin Qois bin Syammaas<span class="apple-converted-space"> </span><strong>memukul
istrinya hingga mematahkan tangannya</strong>. Istrinya adalah Jamilah
binti Abdillah bin Ubay. Maka saudara laki-lakinya pun mendatangi Nabi
mengeluhkannya. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengirim utusan
ke Tsabit dan berkata, "Ambillah harta milik istrimu yang wajib atasmu dan
ceraikanlah dia". Maka Tsaabit berkata, "Iya". Lalu Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan Jamilah untuk menunggu (masa
'iddah) satu kali haid. Lalu iapun pergi ke keluarganya" (HR An-Nasaai no
3487 dan dishahihkan oleh Al-Albani)<br />
<br />
</span><span class="special"><span dir="RTL" lang="AR-SA" style="color: #333333; font-family: "Tahoma","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ حَبِيبَةَ
بِنْتَ سَهْلٍ كَانَتْ عِنْدَ ثَابِتِ بْنِ قَيْسِ بْنِ شَمَّاسٍ فَضَرَبَهَا
فَكَسَرَ بَعْضَهَا فَأَتَتْ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بَعْدَ
الصُّبْحِ فَاشْتَكَتْهُ إِلَيْهِ فَدَعَا النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم-
ثَابِتًا فَقَالَ « خُذْ بَعْضَ مَالِهَا وَفَارِقْهَا</span></span><span dir="LTR"></span><span class="special"><span style="color: #333333; font-family: "Tahoma","sans-serif"; font-size: 10.0pt;"><span dir="LTR"></span> ».</span></span><span style="color: #333333; font-family: "Tahoma","sans-serif"; font-size: 9.0pt;"><br />
<br />
</span><span class="special"><span dir="RTL" lang="AR-SA" style="color: #333333; font-family: "Tahoma","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">فَقَالَ وَيَصْلُحُ ذَلِكَ يَا
رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « نَعَمْ ». قَالَ فَإِنِّى أَصْدَقْتُهَا حَدِيقَتَيْنِ
وَهُمَا بِيَدِهَا فَقَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- « خُذْهُمَا
فَفَارِقْهَا ». فَفَعَلَ</span></span><span dir="LTR"></span><span class="special"><span style="color: #333333; font-family: "Tahoma","sans-serif"; font-size: 10.0pt;"><span dir="LTR"></span>.</span></span><span style="color: #333333; font-family: "Tahoma","sans-serif"; font-size: 9.0pt;"><br />
<br />
Dari Aisyah bahwasanya Habibah binti Sahl dulunya istri Tsabit bin Qois, lalu
Tsabit memukulnya hingga patahlah sebagian anggota tubuhnya. Habibah pun
mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam setelah subuh dan
mengadukan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tentang suaminya. Maka
Nabi berkata kepada Tsabit,<span class="apple-converted-space"> </span><em>"Ambillah sebagian harta
Habibah, dan berpisahlah darinya"</em><br />
<br />
Tsaabit berkata, "Apakah dibenarkan hal ini wahai Rasulullah?", Nabi
berkata, "Benar". Tsabit berkata, "Aku telah memberikan
kepadanya mahar berupa dua kebun, dan keduanya berada padanya". Maka Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, "Ambilah kedua kebun tersebut dan
berpisalah dengannya". (HR Abu Dawud no 2230, dan dishahihkan oleh Syaikh
Al-Albani)<br />
<br />
Dari riwayat-riwayat yang ada, seakan-akan ada pertentangan, karena sebagian
riwayat menunjukkan bahwa istri Tsabit meminta cerai karena perangai Tsaabit
yang telah memukulnya hingga menyebabkan patah tangan. Dan sebagian riwayat
yang lain sangat jelas dan tegas bahwa sang istri tidak mencela akhlak dan
agama Tsaabit, akan yang dikeluhkan ada kondisi tubuh Tsaabit yang hitam,
pendek, dan buruk rupa.<br />
<br />
Ibnu Hajar menjamak kedua model riwayat diatas dengan menyebutkan suatu riwayat
dimana istri Tsabit berkata :<br />
<br />
</span><span class="special"><span dir="RTL" lang="AR-SA" style="color: #333333; font-family: "Tahoma","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">والله ما أعتب على ثابت في دين
ولا خلق ولكني أكره الكفر في الإسلام لا أطيقه بغضا</span></span><span style="color: #333333; font-family: "Tahoma","sans-serif"; font-size: 9.0pt;"><br />
<br />
"Demi Allah aku tidak mencela Tsabit karena agamanya dan juga akhlaknya,
akan tetapi aku takutkan kekufuran dalam Islam, aku tidak sanggup dengannya<span class="apple-converted-space"> </span><strong>karena
aku membencinya</strong>" (HR Ibnu Maajah no 1673 dan dishahihkan
oleh Al-Albani)<br />
<br />
</span><span class="special"><span dir="RTL" lang="AR-SA" style="color: #333333; font-family: "Tahoma","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">لكن تقدم من رواية النسائي أنه
كسر يدها فيحمل على أنها أرادت أنه سيء الخلق لكنها ما تعيبه بذلك بل بشيء آخر ...
لكن لم تشكه واحدة منهما بسبب ذلك بل وقع التصريح بسبب آخر وهو أنه كان دميم
الخلقة</span></span><span style="color: #333333; font-family: "Tahoma","sans-serif"; font-size: 9.0pt;"><br />
<br />
"Akan tetapi telah lalu dalam riwayat An-Nasaai bahwasanya Tsaabit
mematahkan tangan sang istri, maka dibawakan kepada makna bahwasanya sang istri
ingin mengatakan bahwa Tsabit buruk akhlaknya akan tetapi ia tidak mencela
Tsaabit karena hal itu, akan tetapi karena perkara yang lain…tidak seorangpun
dari kedua istrinya (Jamilah maupun Habibah) yang mencela Tsabit karena
"sebab mematahkan tulang", akan tetapi telah datang penjelasan yang
tegas akan sebab yang lain, yaitu perawakan Tsaabit buruk" (Fathul Baari
9/400)<br />
<br />
Dari sinilah para ulama menyatakan bahwa diantara salah satu sebab yang
membolehkan seorang wanita meminta khulu' adalah jika sang suami buruk rupa,
dan sang istri sama sekali tidak bisa mencintai sang suami. Dan jika sudah
tidak cinta maka sulit untuk meraih kebahagiaan dan kasih sayang yang merupakan
salah satu dari tujuan pernikahan. Wallahu A'lam.<br />
<br />
<strong>AKAN TETAPI…</strong><br />
<br />
Yang mengherankan saya dari pertanyaan yang ditujukan kepada saya di atas,
bahwasanya bagaimana bisa muncul pernyataan bahwa sang suami jelek setelah
berjalannya pernikahan selama 17 tahun??<br />
<br />
Dzohir dari pertanyaan di atas bahwasanya sang suami tidaklah jelek-jelek amat,
tidak sebagaimana yang disebutkan tentang Tsabit yang hitam, pendek, dan buruk
rupa, bahkan paling hitam, paling pendek, dan paling buruk diantara
teman-temannya (sebagaimana pengakuan istrinya Jamilah).<br />
<br />
Buktinya…pernikahan mereka berdua bisa berjalan selama 17 tahun, bahkan
berhasil memiliki seorang anak setelah melalui usaha susah payah… Ini
menunjukan –wallahu A'lam- bahwa sang suami bukanlah seorang yang buruk rupa,
akan tetapi menjadi buruk rupa setelah sang istri mulai menjalin hubungan
dengan lelaki lain…<br />
<br />
Oleh karenanya hendaknya sang istri takut kepada Allah dan takutlah ancaman
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tentang wanita yang meminta cerai tanpa
alasan yang dibenarkan oleh syari'at…dan hendaknya sang suami bersabar dan
banyak berdoa kepada Allah agar istrinya kembali menjadi baik. Dan jika memang
sang istri keras kepala dan menghina sang suami dengan menyatakan wajahnya
jelek, maka saya rasa masih banyak wanita yang lebih sholehah dan lebih baik
dari seorang istri pengkhianat yang menjalin hubungan dengan lelaki lain. Hanya
kepada Allalah kita meminta agar menumbuhkan kasih sayang diantara pasangan
suami istri dari kaum muslimin…hanya kepada Allahlah tempat mengadu dan
berkeluh kesah.<o:p></o:p></span></div>
<div style="background-color: white; background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; line-height: 16.5pt; margin: 6pt 0in;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; line-height: 16.5pt; margin: 6pt 0in;">
<span style="color: #333333; font-family: "Tahoma","sans-serif"; font-size: 9.0pt;">Kota Nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam-, 26-04-1434 H / 08
Maret 2013 M<br />
Abu Abdil Muhsin Firanda<br />
www.firanda.com</span></div>
<br /><a href="http://firanda.com/index.php/konsultasi/keluarga/399-kapan-istri-boleh-minta-cerai">http://firanda.com/index.php/konsultasi/keluarga/399-kapan-istri-boleh-minta-cerai</a></div>
Abu Rufaydah bin Unibhttp://www.blogger.com/profile/09414287558736681857noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6844411635089842911.post-65909893485517393242013-05-29T06:34:00.002-07:002013-05-29T06:39:36.319-07:00- (CADAR)- AJARAN-AJARAN MADZHAB SYAFI'I YANG DITINGGALKAN OLEH SEBAGIAN PENGIKUTNYA <div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Tahoma, Geneva, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 22px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.5em;">
Memang aneh…sebagian orang memandang miring terhadap cadar…, sementara sebagian yang lain dengan bangganya berkata, "Jika ada sejuta Lady Gaga yang datang ke tanah air maka tidak akan mengurangi keimanan kami ??!!". Lady Gaga datang sejuta kali ke Indonesia tidak akan mengurangi keimanan warga kita…!!!. (lihat https://www.youtube.com/watch?v=pnC4ZKAMEQQ)<br />
<br />
Sebagian lagi menganggap tarian goyang inul sebagai sesuatu yang biasa yang tidak perlu diingkari, goyangan inul merupakan bentuk kebebasan berekspresi !!!. (lihat : http://www.merdeka.com/peristiwa/dulu-bikin-inul-menangis-kini-giliran-rhoma-sesenggukan.html).<br />
<br />
Kalau sebagian orang tersebut dari kalangan awam, mungkin masih bisa dimaklumi.., akan tetapi jika pernyataan-pernyataan tersebut muncul dari kiyai…maka…mau dikemanakan moral bangsa kita ini !!??</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Tahoma, Geneva, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 22px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.5em;">
<br />
Tidakkah diketahui bahwa di tanah air kita telah terjadi perbuatan mesum di bawah umur??, anak-anak remaja SMP, bahkan SD !!!, lantas bagaimana bisa terucap bahwa sejuta Lady Gaga tidak akan mempengaruhi keimanan.., bahkan jika lady Gaga datang sejuta kali ke tanah air ???<br />
<br />
Maka sungguh aneh…jika ada yang membela inul…dan ada yang memandang miring cadar??!!<br />
<br />
Ternyata pendapat yang menjadi patokan dalam madzhab syafi'i adalah wajah wanita merupakan aurot sehingga wajib untuk ditutupi !!! wajib untuk bercadar !!!<br />
<br />
Meskipun tentunya permasalahan cadar adalah permasalahan khilafiyah dikalangan para ulama, akan tetapi perlu diingat bahwasanya para ulama telah sepakat bahwa memakai cadar hukumnya disyari'atkan, dan minimal adalah mustahab/sunnah. Mereka hanyalah khilaf tentang kewajiban bercadar.<br />
<br />
Sebelum saya nukilkan perkataan para ulama syafi'iyah tentang permasalahan ini, ada baiknya kita telaah terlebih dahulu dalil-dalil yang menunjukkan akan disyari'atkannya bercadar bagi wanita.<br />
<br />
<br />
<br />
<strong>DALIL DISYARI'TAKANNYA CADAR</strong><br />
<br />
<strong>Pertama</strong> : Para ulama sepakat bahwasanya wajib bagi istri-istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam untuk menutup wajah dan kedua telapak tangan mereka.<br />
<br />
Al-Qoodhy 'Iyaadh rahimahullah berkata<br />
<br />
فهو فرض عليهن بلا خلاف في الوجه والكفين فلا يجوز لهن كشف ذلك<br />
<br />
"Berhijab diwajibkan atas mereka (para istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam) pada wajah dan kedua telapak tangan –tanpa ada khilaf (di kalangan ulama)- maka tidak boleh bagi mereka membuka wajah dan kedua telapak tangan mereka" (sebagaimana dinukil oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Baari 8/391)<br />
<br />
Maka seluruh ulama –termasuk para ulama yang memandang tidak wajibnya menutup wajah dan kedua telapak tangan- juga sepakat bahwa untuk para istri Nabi wajib bagi mereka menutup wajah dan kedua telapak tangan.<br />
<br />
Allah berfirman<br />
<br />
<span class="special" style="font-size: 13px; line-height: 24px;">وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ</span><br />
<br />
<em>"Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri- isteri Nabi), Maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka"</em>(Al-Ahzaab : 53)<br />
<br />
Ayat ini disepakati oleh para ulama bahwa ia menunjukkan akan wajibnya hijab dan menutup wajah, hanya saja para ulama yang membolehkan membuka wajah berpendapat bahwa ayat ini khusus untuk para istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.<br />
<br />
Akan tetapi pengkhususan tersebut terhadap para istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam saja kurang tepat, ditinjau dari beberapa alasan :<br />
<br />
- Yang menjadi patokan adalah keumuman lafal bukan kekhususan sebab. Meskipun sebab turunnya ayat ini berkaitan dengan istri-istri Nabi akan tetapi lafalnya umum mencakup seluruh kaum mukminat<br />
<br />
- Para istri Nabi lebih suci hati mereka dan lebih agung di hati kaum mukminin, selain itu mereka adalah ibu-ibu kaum mukminin, serta haram untuk dinikahi setelah wafatnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Meskipun demikian mereka tetap diperintahkan untuk berhijab dan menutup wajah mereka. Maka para wanita kaum mukminat lebih utama untuk menutup wajah mereka<br />
<br />
- Allah menjadikan hikmah dari hijab dalam ayat ini adalah ((cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka)), padahal yang membutuhkan kesucian hati bukan hanya istri-istri Nabi, akan tetapi demikian juga seluruh kaum mukminat.<br />
<br />
- Ayat selanjutnya setelah ayat ini adalah firman Allah<br />
<br />
<span class="special" style="font-size: 13px; line-height: 24px;">لا جُنَاحَ عَلَيْهِنَّ فِي آبَائِهِنَّ وَلا أَبْنَائِهِنَّ وَلا إِخْوَانِهِنَّ وَلا أَبْنَاءِ إِخْوَانِهِنَّ وَلا أَبْنَاءِ أَخَوَاتِهِنَّ وَلا نِسَائِهِنَّ وَلا مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ وَاتَّقِينَ اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدًا (٥٥)</span><br />
<br />
<em>"Tidak ada dosa atas istri-istri Nabi (untuk berjumpa tanpa tabir) dengan bapak-bapak mereka, anak-anak laki-laki mereka, saudara laki-laki mereka, anak laki-laki dari saudara laki-laki mereka, anak laki-laki dari saudara mereka yang perempuan yang beriman dan hamba sahaya yang mereka miliki, dan bertakwalah kamu (hai isteri-isteri Nabi) kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha menyaksikan segala sesuatu"</em> (Al-AHzaab : 55)<br />
<br />
Tentunya kita tahu bahwasanya meskipun yang disebut dalam ayat ini adalah istri-istri Nabi akan tetapi hukumnya mencakup dan berlaku bagi seluruh kaum mukminat tanpa ada khilaf dikalangan para ulama.<br />
<br />
<br />
<br />
<strong>Kedua</strong> : Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam<br />
<br />
مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلاَءَ لَمْ يَنْظُرِ اللهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ<br />
<br />
"Barang siapa yang menggeret pakaiannya (isbal) karena sombong maka Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat"<br />
<br />
Maka Ummu Salamah berkata : فكيف يصنع النساء بذيولهن؟ "Apa yang harus dilakukan para wanita dengan ekor-ekor rok mereka (yang terseret-seret di tanah-pen)?"<br />
<br />
Nabi berkata : يُرْخِيْنَ شِبْرًا "Hendaknya mereka para wanita menjulurkan rok mereka hingga sejengkal"<br />
<br />
Ummu Salamah berkata, إذاً تنكشف أقدامهن "Kalau hanya sejengkal maka akan tersingkaplah kaki-kaki mereka"<br />
<br />
Nabi berkata, فيرخينه ذراعاً لا يزدن عليه "Mereka menjulurkan hingga sedepa, dan hendaknya tidak lebih dari itu" (HR At-Thirmidzi no 1731 dan dishahihkan oleh Al-Albani)<br />
<br />
Hadits ini menunjukkan bahwa merupakan perkara yang diketahui oleh para wanita di zaman Nabi bahwa kaki adalah aurot sehingga mereka berusaha untuk menutupinya bahkan meskipun dengan isbal (menjulurkan kain rok hingga tergeret di tanah). Jika kaki –yang kurang menimbulkan fitnah- saja wajib untuk ditutup maka bagaimana lagi dengan wajah yang merupakan pusat dan puncak kecantikan seorang wanita ??!!.<br />
<br />
<br />
<br />
<strong>Ketiga</strong> : Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :<br />
<br />
<span class="special" style="font-size: 13px; line-height: 24px;">لا تباشر المرأة المرأة، فتنعتها لزوجها كأنه ينظر إليها</span><br />
<br />
<em>"Janganlah seorang wanita menemui seorang wanita yang lain lalu setelah itu menyebutkan sifat-sifat wanita tersebut kepada suaminya, sehingga seakan-akan sang suami melihat wanita tersebut"</em> (HR Al-Bukhari)<br />
<br />
Sabda Nabi "Seakan-akan sang suami melihat wanita tersebut" merupakan dalil bahwasanya para wanita dahulu menutup wajah-wajah mereka. Jika wajah-wajah mereka terbuka wajahnya maka para lelaki tidak butuh untuk dibantu oleh seorang wanita untuk menceritakan sifat kecantikan para wanita karena para lelaki bisa melihat langsung.<br />
<br />
<br />
<br />
<strong>Keempat</strong> : Hadits-hadits yang banyak yang menunjukkan disyari'atkanya seorang lelaki untuk nadzor (melihat wanita) yang hendak dilamarnya atau dinikahinya. Diantara hadits tersebut adalah : Dari Al-Mughiroh bin Syu'bah ia berkata :<br />
<br />
أتيت النبي صلى الله عليه وسلم فذكرت له امرأة أخطبها. قال: "اذهب فَانْظُرْ إِلَيْهَا؛ فَإِنَّهُ أَجْدَرُ أَنْ يُؤْدِمَ بَيْنَكُمَا". قال: فأتيت امرأة من الأنصار فخطبتها إلى أبويها وأخبرتهما بقول النبي صلى الله عليه وسلم. فكأنهما كرها ذلك. قال: فسمعتْ ذلك المرأة وهي في خدرها فقالت: إن كان رسول الله صلى الله عليه وسلم أمرك أن تنظر فانظر، وإلا فأنشدك. كأنها أعظمت ذلك. قال: فنظرت إليها، فتزوجتها<br />
<br />
"Aku mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam lalu aku menyebutkan tentang seorang wanita yang aku lamar. Maka Nabi berkata, اذهب فَانْظُرْ إِلَيْهَا؛ فَإِنَّهُ أَجْدَرُ أَنْ يُؤْدِمَ بَيْنَكُمَا "Pergilah dan lihatlah wanita tersebut, sesungguhnya hal itu lebih melanggengkan antara kalian berdua".<br />
<br />
Maka akupun menemui wanita dari kaum Anshor tersebut lalu aku melamarnya melalui kedua orang tuanya dan aku kabarkan kepada kedua orang tuanya tentang perkataan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, maka seakan-akan keduanya tidak suka akan hal itu. Lalu sang wanita mendengar percakapan kami –sementara ia di dalam pingitannya dalam rumah- lalu sang wanita berkata, "Kalau Rasulullah memerintahkan engkau untuk melihat maka lihatlah !, jika tidak maka aku memintamu untuk melihatku". Seakan-akan sang wanita mengagungkan perkataan Nabi. Lalu akupun melihatnya dan menikahinya"<br />
<br />
Hadits ini merupakan dalil bahwasanya para wanita mereka berhijab dan menutup wajah-wajah mereka, karenanya seorang lelaki tidak mampu untuk melihat wajah mereka kecuali jika ingin melamar. Kalau para wanita telah terbuka wajah-wajah mereka maka tidak perlu seorang lelaki meminta izin kedua orang tuanya untuk melihat !!<br />
<br />
<br />
Inilah dalil-dalil yang menunjukkan disyari'atkannya bercadar untuk menutup wajah wanita, bahkan sebagian dalil di atas menunjukkan akan wajibnya hal ini. Akan tetapi pembahasan kita kali ini bukan dalam rangka menguatkan pendapat yang mewajibkan, akan tetapi dalam rangka menjelaskan akan disyari'atkannya bercadar. Toh sebagian ulama hanya memandang disyari'atkannya namun tidak wajib. Diantara mereka adalah Syaikh Al-Albani (meskipun istri-istri beliau bercadar) akan tetapi beliau tidak memandang wajibnya cadar, sebagaimana beliau telah memaparkan dalil-dalil beliau dalam kitab beliau "Jilbaab al-Mar'ah Al-Muslimah" dan juga kitab "Ar-Rod Al-Mufhim".<br />
<br />
<br />
<strong>CADAR WAJIB MENURUT MADZHAB SYAFI'I</strong><br />
<br />
Yang anehnya ternyata pendapat yang menjadi patokan dalam madzhab Syafi'iyah adalah wajibnya menutup wajah, bukan hanya disunnahkan !!. Akan tetapi pendapat ini serasa asing dan aneh di tanah air kita yang notabene sebagian besar kita menganut madzhab syafi'i.<br />
<br />
Sebelumnya penulis tidak menemukan perkataan Imam Syafi'i yang tegas dalam mewajibkan cadar, yang penulis dapatkan dalam kitab Al-Umm adalah hanyalah isyarat yang tidak tegas.<br />
<br />
<strong>Imam Syafi'i</strong> berkata :<br />
<br />
وَتُفَارِقُ الْمَرْأَةُ الرَّجُلَ فَيَكُونُ إحْرَامُهَا في وَجْهِهَا وَإِحْرَامُ الرَّجُلِ في رَأْسِهِ فَيَكُون لِلرَّجُلِ تَغْطِيَةُ وَجْهِهِ كُلِّهِ من غَيْرِ ضَرُورَةٍ وَلَا يَكُونُ ذلك لِلْمَرْأَةِ وَيَكُونُ لِلْمَرْأَةِ إذَا كانت بَارِزَةً تُرِيدُ السِّتْرَ من الناس أَنْ ترخى جِلْبَابَهَا أو بَعْضَ خِمَارِهَا أو غير ذلك من ثِيَابِهَا من فَوْقِ رَأْسِهَا وَتُجَافِيهِ عن وَجْهِهَا حتى تُغَطِّيَ وَجْهَهَا مُتَجَافِيًا كَالسَّتْرِ على وَجْهِهَا وَلَا يَكُونُ لها أَنْ تَنْتَقِبَ<br />
<br />
"Dan wanita berbeda dengan lelaki (dalam pakaian ihram-pen), maka wanita ihromnya di wajahnya adapun lelaki ihromnya di kepalanya. Maka lelaki boleh untuk menutup seluruh wajahnya tanpa harus dalam kondisi darurat, hal ini tidak boleh bagi wanita. <strong>Dan wanita jika ia nampak (diantara para lelaki ajnabi-pen) dan ia ingin <span style="text-decoration: underline;">untuk sitr (tertutup/berhijab)</span> dari manusia</strong> maka boleh baginya untuk menguraikan/menjulurkan jilbabnya atau sebagian kerudungnya atau yang selainnya dari pakaiannya, untuk dijulurkan dari atas kepalanya dan ia merenggangkannya dari wajahnya sehingga ia bisa menutup wajahnya akan tetapi tetap renggang kain dari wajahnya, sehingga hal ini seperti penutup bagi wajahnya, dan tidak boleh baginya untuk menggunakan niqoob" (Al-Umm 2/148-149)<br />
<br />
Beliau juga berkata :<br />
<br />
وَلِلْمَرْأَةِ أَنْ تجافى الثَّوْبَ عن وَجْهِهَا تَسْتَتِرُ بِهِ وتجافى الْخِمَارَ ثُمَّ تَسْدُلَهُ على وَجْهِهَا لَا يَمَسُّ وَجْهَهَا<br />
<br />
"Boleh bagi wanita (yang sedang ihrom-pen) untuk merenggangkan pakaiannya dari wajahnya, sehingga ia bersitr (menutup diri) dengan pakaian tersebut, dan ia merenggangkan khimarnya/jilbabnya lalu menjulurkannya di atas wajahnya dan tidak menyentuh wajahnya"(Al-Umm 2/203)<br />
<br />
Beliau juga berkata :<br />
<br />
وَأُحِبُّ لِلْمَشْهُورَةِ بِالْجَمَالِ أَنْ تَطُوفَ وَتَسْعَى لَيْلًا وَإِنْ طَافَتْ بِالنَّهَارِ سَدَلَتْ ثَوْبَهَا على وَجْهِهَا أو طَافَتْ في سِتْرٍ<br />
<br />
"Dan aku suka bagi wanita yang dikenal cantik untuk thowaf dan sa'i di malam hari. Jika ia thowaf di siang hari maka hendaknya ia menjulurkan bajunya menutupi wajahnya, atau ia thowaf dalam keadaan tertutup" (Al-Umm 2/212)<br />
<br />
Seorang wanita disyari'atkan untuk menggunakan niqob (cadar), hanya saja tatkala ia sedang dalam kondisi ihrom maka rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang wanita untuk menggunakan niqoob, yaitu cadar.<br />
<br />
Akan tetapi Al-Imam Asy-Syafi'i –dalam pernyataannya ini- menjelaskan jika seorang wanita baarizah (nampak di kalangan manusia), lalu ia ingin sitr (menutupi dirinya/berhijab) dari manusia (para lelaki asing) yaitu jika ia ingin menutup wajahnya maka caranya dengan menjulurkan kain dari atas kepalanya sehingga menutupi wajahnya, akan tetapi tidak melekat dan menempel di wajahnya sebagaimana halnya cadar yang diikat sehingga menutup wajahnya. Dan juluran kain tersebut menurut Imam Syafi'i kedudukannya seperti penutup bagi wajahnya.<br />
<br />
Sangat jelas bahwa menutup wajah tetap disyari'atkan meskipun dalam kondisi ihrom. Hanya saja memang dalam pernyataan Al-Imam Asy-Syafi'i ini tidaklah tegas menunjukkan bahwa menutup wajah bagi wanita hukumnya wajib.<br />
<br />
Pernyataan-pernyataan wajibnya bercadar kita dapatkan secara tegas dari perkataan mayoritas para ulama syafi'iyah. Dan para ulama syafi'iyah membedakan antara aurot wanita tatkala sholat dan tatkala di hadapan lelaki asing. Dalam sholat wajah dan telapak tangan dibuka, adapaun diluar sholat di hadapan lelaki asing maka wajah adalah aurot dan harus ditutup.<br />
<br />
<br />
<br />
Berikut nukilan pernyataan mereka, yang akan penulis klasifikasikan menjadi dua, (1) para fuqoha' syafi'iyah dan (2) pafa mufassir syafi'iyah<br />
<br />
<strong>PERTAMA : PARA FUQOHA SYAFI'IYAH :</strong><br />
<br />
Diantara mereka :<br />
<br />
<strong>(1) Imamul Haromain al-Juwaini</strong>, beliau berkata :<br />
<br />
مع اتفاق المسلمين على منع النساء من التبرج والسفور وترك التنقب<br />
<br />
"…disertai kesepakatan kaum muslimin untuk melarang para wanita dari melakukan tabarruj dan membuka wajah mereka dan meninggalkan cadar…"(Nihaayatul Mathlab fi Dirooyatil Madzhab 12/31)<br />
<br />
<strong>(2) Al-Gozali</strong> rahimahullah, beliau berkata :<br />
<br />
فإذا خرجت , فينبغي أن تغض بصرها عن الرجال , ولسنا نقول : إن وجه الرجل في حقها عورة , كوجه المرأة في حقه, بل هو كوجه الصبي الأمرد في حق الرجل , فيحرم النظر عند خوف الفتنة فقط , فإن لم تكن فتنة فلا , إذ لم يزل الرجال على ممر الزمان مكشوفي الوجوه , والنساء يخرجن منتقبات , ولو كان وجوه الرجال عورة في حق النساء لأمروا بالتنقب أو منعن من الخروج إلا لضرورة<br />
<br />
"Jika seorang wanita keluar maka hendaknya ia menundukkan pandangannya dari memandang para lelaki. Kami tidak mengatakan bahwa wajah lelaki adalah aurot bagi wanita –<span style="text-decoration: underline;"><strong>sebagaimana wajah wanita yang merupakan aurot bagi lelaki</strong></span>- akan tetapi ia sebagaimana wajah pemuda amrod (yang tidak berjanggut dan tanpan) bagi para lelaki, maka diharamkan untuk memandang jika dikhawatirkan fitnah, dan jika tidak dikhawatirkan fitnah maka tidak diharamkan. Karena para lelaki senantiasa terbuka wajah-wajah mereka sejak zaman-zaman lalu, dan para wanita senantiasa keluar dengan bercadar. <strong>Kalau seandainya wajah para lelaki adalah aurot bagi wanita maka tentunya para lelaki akan diperintahkan untuk bercadar</strong> atau dilarang untuk keluar kecuali karena darurat" (Ihyaa Uluum Ad-Diin 2/47)<br />
<br />
Sangat jelas dalam pernyataan Al-Gozali diatas akan wajibnya bercadar, karena jelas beliau menyatakan bahwa wajah wanita adalah aurot yang tidak boleh dipandang oleh lelaki asing, karenanya para wanita bercadar. Jika wajah para lelaki adalah aurot yang tidak boleh dipandang oleh para wanita secara mutlak maka para lelaki tentu akan diperintahkan bercadar.<br />
<br />
<strong>(3) Al-Imam An-Nawawi</strong> rahimahullah, beliau berkata<br />
<br />
ويحرم نظر فحل بالغ إلى عورة حرة كبيرة أجنبية وكذا وجهها وكفيها عند خوف فتنة وكذا عند الأمن على الصحيح<br />
<br />
"Dan diharamkan seorang lelaki dewasa memandang aurot wanita dewasa asing, demikian juga haram memandang wajahnya dan kedua tangannya tatkala dikhawatirkan fitnah, dan demikian juga haram tatkala aman dari fitnah menurut pendapat yang benar" (Minhaaj At-Tholibin hal 95)<br />
<br />
Ar-Romly tatkala menjelaskan perkataan An-Nawawi di atas, beliau berkata :<br />
<br />
(على الصحيح) ووجَّهه الإمام باتفاق المسلمين على منع النساء أن يخرجن سافرات الوجوه وبأن النظر مظنة الفتنة ومحرك للشهوة فاللائق بمحاسن الشريعة سد الباب والإعراض عن تفاصيل الأحوال كالخلوة بالأجنبية وبه اندفع القول بأنه غير عورة فكيف حرم نظره لأنه مع كونه غير عورة نظره مظنة للفتنة أو الشهوة ففطم الناس عنه احتياطا<br />
<br />
"(menurut pendapat yang benar), dan Al-Imam (Imamul Haromain al-Juwaini) berdalil untuk pendapat ini dengan "kesepakatannya kaum muslimin untuk melarang para wanita keluar dalam kondisi terbuka wajah-wajah mereka, dan juga karena melihat (wajah-wajah mereka) sebab timbulnya fitnah dan menggerakan syahwat. Maka yang pantas dan sesuai dengan keindahan syari'at adalah menutup pintu dan berpaling dari perincian kondisi-kondisi seperti berkholwat (berdua-duaan) dengan wanita ajnabiah (wanita yg bukan mahram -pen)". <span style="text-decoration: underline;"><strong>Dengan demikian tertolaklah pendapat bahwa wajah bukanlah aurot</strong></span>, lantas bagaimana diharamkan memandangnya?, karena meskipun wajah bukan aurot maka memandangnya sebab menimbulkan fintah atau syahwat, maka orang-orang dilarang untuk melihat wajah sebagai bentuk kehati-hatian" (Nihaayatul Muhtaaj 6/187)<br />
<br />
<strong>(4) As-Suyuthy</strong> rahimahullah, beliau berkata :<br />
<br />
المرأة في العورة لها أحوال حالة مع الزوج ولا عورة بينهما وفي الفرج وجه وحالة مع الأجانب وعورتها كل البدن حتى الوجه والكفين في الأصح وحالة مع المحارم والنساء وعورتها ما بين السرة والركبة وحالة في الصلاة وعورتها كل البدن إلا الوجه والكفين<br />
<br />
"Wanita dalam perihal aurot memiliki beberapa kondisi, (1) kondisi bersama suaminya, maka tidak ada aurot diantara keduanya, dan ada pendapat bahwa kemaluan adalah aurot (2) kondisi wanita bersama lelaki asing, maka aurotnya adalah seluruh badannya bahkan wajah dan kedua telapak tangan menurut pendapat yang lebih benar, (3) Kondisi bersama para mahromnya dan para wanita lain, maka aurotnya antara pusar dan lutut, (4) dan aurotnya tatkala sholat adalah seluruh badan kecuali wajah dan kedua telapak tangan" (Al-Asybaah wan Nadzooir hal 240)<br />
<br />
<strong>(5) As-Subki</strong> rahimahullah, beliau berkata :<br />
<br />
الأقرب إلى صنع الأصحاب: أن وجهها وكفيها عورة في النظر لا في الصلاة<br />
<br />
"Yang lebih dekat kepada sikap para ulama syafi'iyah bahwasanya wajah wanita dan kedua telapak tangannya adalah aurot dalam hal dipandang bukan dalam sholat" (Sebagaimana dinukil oleh Asy-Syarbini dalam Mughni Al-Muhtaaj Ilaa Ma'rafat Alfaazh al-Minhaaj 3/129)<br />
<br />
<strong>(6) Ibnu Qoosim</strong> (wafat 918 H) rahimahullah, beliau berkata:<br />
<br />
(وجميع بدن) المرأة (الحُرَّة عورة إلا وجهها وكفيها). وهذه عورتها في الصلاة؛ أما خارجَ الصلاة فعورتها جميع بدنها<br />
<br />
"Dan seluruh tubuh wanita merdeka adalah aurot kecuali wajahnya dan kedua telapak tangannya. Dan ini adalah aurotnya dalam sholat, adapun di luar sholat maka aurotnya adalah seluruh tubuhnya" (Fathul Qoriib Al-Mujiib fi Syar Alfaadz at-Taqriib hal 84)<br />
<br />
<strong>(7) Asy-Syarbini</strong> rahimahullah, beliau berkata :<br />
<br />
ويكره أن يصلي في ثوب فيه صورة , وأن يصلي في الرجل متلثماً والمرأة منتقبة إلا أن تكون في مكان وهناك أجانب لا يحترزون عن النظر إليها , فلا يجوز لها رفع النقاب<br />
<br />
"Dan dimakaruhkan seorang lelaki sholat dengan baju yang ada gambarnya, demikian juga makruh sholat dengan menutupi wajahnya. Dan dimakruhkan seorang wanita sholat dengan memakai cadar kecuali jika ia sholat di suatu tempat dan ada para lelaki ajnabi (bukan mahramnya-pen) yang tidak menjaga pandangan mereka untuk melihatnya maka<span style="text-decoration: underline;"><strong>tidak boleh</strong></span> baginya untuk membuka cadarnya" (Al-Iqnaa' 1/124)<br />
<br />
<strong>(8) Abu Bakr Ad-Dimyaathy</strong> rahimahullah, beliau berkata:<br />
<br />
واعلم أن للحرة أربع عورات فعند الأجانب جميع البدن وعند المحارم والخلوة ما بين السرة والركبة وعند النساء الكافرات ما لا يبدو عند المهنة وفي الصلاة جميع بدنها ما عدا وجهها وكفيها<br />
<br />
"Ketahuliah bahwasanya bagi wanita merdeka ada 4 aurot, (1) tatkala bersama para lelaki asing maka aurotnya <strong>seluruh badannya</strong>, (2) tatkala bersama mahrom dan tatkala kholwat (sedang bersendirian) maka aurotnya adalah antara pusar dan lutut, (3) tatkala bersama para wanita kafir aurotnya adalah apa yang biasa nampak tatkala bekerja, (4) tatkala dalam sholat aurotnya adalah seluruh tubuhnya kecuali wajah dan kedua telapak tangannya' (Hasyiah Iaanat Thoolibin 1/113)<br />
<br />
Beliau juga berkata ;<br />
<br />
ويكره أن يصلي في ثوب فيه صورة أو نقش لأنه ربما شغله عن صلاته وأن يصلي الرجل متلثما والمرأة منتقبة إلا أن تكون بحضرة أجنبي لا يحترز عن نظره لها فلا يجوز لها رفع النقاب<br />
<br />
"Dan dibenci sholat di baju yang ada gambarnya atau bordirannya karena bisa jadi menyibukannya dari sholatnya, dan dimakruhkan seorang lelaki sholat dengan menutup wajahnya, juga dimakaruhkan wanita sholat dengan bercadar, kecuali jika dihadapan seorang lelaki ajnabi yang tidak menjaga pandangannya dari melihatnya maka <strong>tidak boleh</strong>baginya membuka cadarnya" (Haasyiah I'aanat Thoolibiin 1/114)<br />
<br />
<strong>(9) Asy-Syarwaani</strong> rahimahullah berkata:<br />
<br />
قال الزيادي في شرح المحرر بعد كلام: وعرف بهذا التقرير أن لها ثلاث عورات عورة في الصلاة وهو ما تقدم، وعورة بالنسبة لنظر الاجانب إليها جميع بدنها حتى الوجه والكفين على المعتمد، وعورة في الخلوة وعند المحارم كعورة الرجل اه. ويزد رابعة هي عورة المسلمة بالنسبة لنظر الكافرة غير سيدتها ومحرمها وهي ما لا يبدو عند المهنة<br />
<br />
"Az-Zayyaadi berkata dalam syarh Al-Muharror… "Dan diketahui berdasarkan penjelasan ini bahwasanya seorang wanita merdeka memiliki 3 kondisi aurot (1) Aurot dalam sholat, yaitu sebagaimana telah lalu (seluruh badan kecuali wajah dan kedua telapak tangan-pen), (2) Aurot jika ditinjau dari pandangan para lelaki asing kepadanya maka aurotnya adalah<strong>seluruh tubuhnya bahkan wajah dan kedua tagannya menurut pendapat yang jadi patokan,</strong> (3) Aurotnya tatkala sedang bersendirian atau bersama mahram maka seperti aurtonya lelaki (antara pusar dan lutut-pen)"<br />
<br />
Ditambah yang ke (4) Aurotnya ditinjau dari pandangan wanita kafir kepadanya jika wanita tersebut bukan tuannya dan juga bukan mahramnya, maka aurotnya adalah yang biasa nampak tatkala kerja" (Haasyiat Asy-Syarwaani 'alaa Tuhfatil Muhtaaj 2/112)<br />
<br />
(10) An-Nawawi Al-Bantani Al-Jaawi (wafat 1316 H) rahimahullah, beliau berkata :<br />
<img alt="" border="0" src="http://firanda.com/images/pic-article/bantani.jpg" style="border: 0px; padding: 0px;" /><br />
"Dan aurot wanita merdeka dan budak dihadapan para lelaki asing yaitu jika mereka memandang kepada mereka berdua adalah seluruh tubuh bahkan termasuk wajah dan kedua telapak tangan, bahkan meskipun tatkala aman dari fitnah. Maka haram bagi mereka untuk melihat sesuatupun dari tubuh mereka berdua meskipun kuku yang terlepas dari keduanya" (Kaasyifat As-Sajaa 'alaa Safinatin Najaa hal 63-64)<br />
<br />
<strong>(11) Ibnu Umar Al-Jaawi</strong> (wafat 1316 H) rahimahullah, beliau berkata<br />
<br />
والحرة لها أربع عورات : ...رابعتها جميع بدنها حتى قلامة ظفرها وهي عورتها عند الرجال الأجانب فيحرم على الرجل الأجنبي النظر إلى شيء من ذلك ويجب على المرأة ستر ذلك عنه<br />
<br />
"Dan wanita merdeka memiliki 4 kondisi tentang aurat…kondisi yang keempat adalah seluruh tubuh sang wanita bahkan kukunya , dan ini adalah aurotnya tatkala ia di hadapan para lelaki yang asing, maka haram bagi seorang lelaki ajnabi (asing) untuk melihat sebagian dari hal itu, dan <strong>wajib bagi sang wanita untuk menutup hal itu</strong> dari sang lelaki" (Nihaayat az-Zain Fi Irsyaadil Mubtadiin, hal 47)<br />
<br />
<br />
<br />
<strong>KEDUA : PARA MUFASIIR SYAFI'IYAH</strong><br />
<br />
Berikut ini akan penulis sampaikan perkataan para ahli tafsir yang bermadzhab syafi'iyah tatkala mereka menafsirkan ayat tentang wajibnya berjilbab, yaitu firman Allah :<br />
<br />
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لأزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا (٥٩)<br />
<br />
"Hai Nabi, Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: "Hendaklah mereka <strong>mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka</strong>". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" (QS Al-Ahzaab : 59)<br />
<br />
(1) Abul Mudzoffar As-Sam'aani (wafat 489 H) rahimahullah, beliau berkata :<br />
<br />
قال عبيدة السلماني : تتغطى المرأة بجلبابها فتستر رأسها ووجهها وجميع بدنها إلا إحدى عينيها<br />
<br />
"Berkata 'Abiidah As-Salmaaniy : Wanita menutup diri dengan jilbabnya, maka ia menutup kepalanya, wajahnya, dan seluruh tubuhnya kecuali salah satu matanya" (Tafsiirul Qur'aan 4/307)<br />
<br />
(2) Ilkyaa Al-Harroosy (wafat 504 H)rahimahullah, beliau berkata<br />
<br />
الجلباب: الرداء، فأمرهن بتغطية وجوهن ورؤوسهن، ولم يوجب على الإماء ذلك<br />
<br />
"Jilbab adalah selendang kain, maka Allah memerintahkan para wanita untuk menutup wajah-wajah mereka, dan hak ini tidak wajib bagi para budak wanita" (Ahkaamul Qur'aan 4/354)<br />
<br />
(3) Al-Baghowi (wafat 516 H) rahimahullah, beliau berkata :<br />
<br />
وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ وَأَبُو عُبَيْدَةَ: أَمَرَ نِسَاءَ الْمُؤْمِنِينَ أن يغطين رؤوسهن ووجوهن بِالْجَلَابِيبِ إِلَّا عَيْنًا وَاحِدَةً لِيُعْلَمَ أَنَّهُنَّ حَرَائِرُ<br />
<br />
"Ibnu Abbaas dan Abu Ubaidah berkata : Allah memerintahkan para wanita kaum muslimin untuk menutup kepala mereka dan wajah mereka dengan jilbab kecuali satu mata, agar diketahui bahwasanya mereka adalah para wanita merdeka (bukan budak)" (Tafsir Al-Baghowi 6/376)<br />
<br />
(4) Ar-Roozi (wafat 606 H) rahimahullah, beliau berkata :<br />
<br />
وقوله ذالِكَ أَدْنَى أَن يُعْرَفْنَ فَلاَ يُؤْذَيْنَ قيل يعرفن أنهن حرائر فلا يتبعن ويمكن أن يقال المراد يعرفن أنهن لا يزنين لأن من تستر وجهها مع أنه ليس بعورة لا يطمع فيها أنها تكشف عورتها فيعرفن أنهن مستورات لا يمكن طلب الزنا منهن<br />
<br />
"Dan firman Allah ((Yang demikian itu agar mereka dikenal dan tidak diganggu)), dikatakan maknanya adalah mereka dikenal bahwa mereka adalah para wanita merdeka, maka mereka tidak diikuti. Dan mungkin untuk dikatakan bahwasanya mereka tidak berzina. Karena <strong>wanita yang menutup wajahnya –padahal wajah bukan aurot-</strong> maka tidak bisa diharapkan untuk membuka aurotnya, maka dikenalah mereka bahwa mereka adalah para wanita yang tertutup dan tidak mungkin meminta berzina dari mereka"(Mafaatiihul Ghoib 25/198-199)<br />
<br />
(5) Al-Baidhoowi (wafat 691 H)rahimahullah, beliau berkata :<br />
<br />
يغطين وجوههن وأبدانهن بملاحفهن إذا برزن لحاجة<br />
<br />
"Mereka para wanita menutup wajah-wajah mereka dan tubuh mereka dengan kain-kain mereka jika mereka keluar karena ada keperluan" (Tafsiir Al-Baidhoowi 1/386)<br />
<br />
(6) Tafsir Jalaalain<br />
<br />
جمع جلباب وهي الملاءة التي تشتمل بها المرأة أي يرخين بعضها على الوجوه إذا خرجن لحاجتهن إلا عينا واحدة<br />
<br />
"Jalaabiib adalah kata jamak/prular dari jilbab, yaitu pakaian yang dipakai oleh wanita. Yaitu mereka menjulurkan sebagian jilbab ke wajah-wajah mereka jika mereka keluar untuk keperluan mereka, kecuali (dibuka) satu matanya" (Tafsir Jalaalain hal 559)<br />
<br />
<br />
<br />
<strong>PERINGATAN</strong><br />
<br />
Ada beberapa peringatan yang perlu diketahui:<br />
<br />
<span style="text-decoration: underline;"><strong>Pertama</strong> </span>: Jika wajah wanita bukan aurot (sebagaimana pendapat sebagian ulama syafi'iyah) maka tetap hanya boleh dipandang kalau ada haajah/keperluan syar'i.<br />
<br />
Sebagian ulama madzhab syafi'iyah memandang bahwa wajah bukanlah aurot karena beralasan bahwasanya wajah diperlukan untuk dilihat dalam kondisi-kondisi tertentu. Akan tetapi para ulama tersebut tidaklah bermaksud bahwasanya wajah wanita boleh dilihat secara mutlak, akan tetapi mereka menyatakan bahwa wajah wanita hanya boleh dilihat tatkala ada haajah (kebutuhan), seperti tatkala sang wanita menjadi saksi, atau tatkala terjadi akad jual beli, atau dilihat dalam rangka untuk mengobati, dll (lihat penjelasan Al-Maawardi rahimahullah tentang sebab-sebab yang membolehkan memandang wajah wanita, di Al-Haawi Al-Kabiir 9/35-36). Adapun hanya sekedar memandang wajah wanita tanpa sebab/keperluan yang syar'i maka tidak diperbolehkan.<br />
<br />
(1) Asy-Syiroozi rahimahullah berkata :<br />
<br />
وأما من غير حاجة فلا يجوز للأجنبي أن ينظر إلى الأجنبية ولا للأجنبية أن تنظر إلى الأجنبي لقوله تعالى { قل للمؤمنين يغضوا من أبصارهم ويحفظوا فروجهم }<br />
<br />
"Adapun jika tidak ada hajah (keperluan) maka tidak boleh seorang lelaki ajnabi melihat kepada seorang wanita ajnabiah dan tidak pula boleh wanita ajnabiah memandang lelaki ajnabi karena firman Allah ((Katakanlah kepada para lelaki mukmin untuk menundukkan sebagian pandangan mereka dan menjaga kemaluan mereka.))…"(Al-Muhadzdzab 2/34)<br />
<br />
(2) Al-Baihaqi (wafat 458 H) berkata :<br />
<br />
بَابُ تَحْرِيمِ النَّظَرِ إِلَى الْأَجْنَبِيَّاتِ مِنْ غَيْرِ سَبَبٍ مُبِيحٍ<br />
<br />
"Bab haramnya memandang para wanita ajnabiyat tanpa ada sebab yang membolehkan" (As-Sunan Al-Kubro 7/143)<br />
<br />
Beliau juga berkata :<br />
<br />
وأما النظر بغير سبب مبيح لغير محرم فالمنع منه ثابت بآية الحجاب<br />
<br />
"Adapun memandang kepada selain mahram tanpa sebab yang membolehkan, maka pelarangannya telah tetap dengan ayat al-Qur'an tentang wajibnya berhijab" (Ma'rifat As-Sunan wa Al-Aatsaar 10/23)<br />
<br />
(3) Abu Syujaa' Al-Ashfahaani (wafat 593 H) rahimahullah berkata :<br />
<br />
وَنَظَرُ الرجلَ إلىَ المرْأة عَلى سَبْعَة أضْربٍ: أحَدُهَا: نَظَرهُ إلى أجَنَبيَّة لغَيْرِ حَاجَة، فَغَيْرُ جَائِز<br />
<br />
"Dan pandangan seorang lelaki kepada wanita ada 7 model, yang pertama : Pandangannya kepada soerang wanita ajnabiyah tanpa ada keperluan, maka hal ini tidak diperbolehkan" (Matan Abi Syujaa' hal 158)<br />
<br />
(4) Ibnul Mulaqqin (wafat 804 H) rahimahullah berkata :<br />
<br />
ويحرم نظر فحل بالغ ومراهق إلى عورة كبيرة أجنبية ووجهها وكفيها لغير حاجة<br />
<br />
"Dan diharamkan bagi seorang lelaki dewasa dan juga remaja untuk memandang aurot wanita dewasa ajnabiyah dan wajahnya serta kedua telapak tangannya jika tanpa ada keperluan" (At-Tadzkiroh hal 120)<br />
<br />
<br />
<br />
<span style="text-decoration: underline;"><strong>Kedua</strong> </span>: Para ulama syafi'iyah sepakat jika memandang wajah wanita jika khawatir terfitnah atau memandang dengan syahwat dan berledzat-ledzat maka haram hukumnya. Bahkan sebagian ulama syafi'iyah menukil adanya ijmak (konsensus) para ulama dalam permasalahan ini. Diantara para ulama tersebut :<br />
<br />
(1) Imamul Haromain al-Juwaini (wafat 478 H) , beliau berkata :<br />
<br />
والنظر إلى الوجه والكفين يحرم عند خوف الفتنة إجماعاً<br />
<br />
"Dan melihat kepada wajah dan kedua telapak tangan haram tatkala dikhawatirkan fitnah, berdasarkan ijmak (konsensus) ulama" (Nihaayatul Mathlab fi Diooyatil madzhab 12/31)<br />
<br />
(2) Ibnu Hajr Al-Haitami rahimahulloh berkata<br />
<br />
وكذا وجهها أو بعضه ولو بعض عينها وكفها أي كل كف منها وهو من رأس الأصابع إلى المعصم عند خوف فتنة إجماعا من داعية نحو مس لها أو خلوة بها وكذا عند النظر بشهوة بأن يلتذ به وإن أمن الفتنة قطعا<br />
<br />
"Demikian pula diharamkan melihat wajah sang wanita atau sebagian wajahnya bahkan meskipun sebagian matanya, dan juga telapak tangannya, yaitu seluruh telapak tangannya dari ujung jari-jari hingga pergelangan tangan, tatkala dikhawatirkan fitnah -berdasarkan ijmak ulama-, yaitu fitnah yang mendorong untuk menyentuh sang wanita atau berdua-duannya dengannya. Demikian pula memandangnya dengan syahwat tentu diharamkan meskipun aman dari fitnah" (Nihaayatul Muhtaaj 6/187)<br />
<br />
(3) Al-Bujairimy rahimahullah, beliau berkata ;<br />
<br />
وَأَمَّا نَظَرُهُ إلَى الْوَجْهِ وَالْكَفَّيْنِ فَحَرَامٌ عِنْدَ خَوْفِ فِتْنَةٍ تَدْعُو إلَى الِاخْتِلَاءِ بِهَا لِجِمَاعٍ أَوْ مُقَدِّمَاتِهِ بِالْإِجْمَاعِ كَمَا قَالَهُ الْإِمَامُ ، وَلَوْ نَظَرَ إلَيْهِمَا بِشَهْوَةٍ وَهِيَ قَصْدُ التَّلَذُّذِ بِالنَّظَرِ الْمُجَرَّدِ وَأَمِنَ الْفِتْنَةَ حَرُمَ قَطْعًا<br />
<br />
"Adapun memandang kepada wajah dan kedua telapak tangan maka hukumnya haram tatkala dikhawatirkan fitnah yang mendorong untuk berkhalwat dengan sang wanita untuk berjimak atau pengantar jimak –berdasarkan ijmak ulama-, sebagaimana yang dikatakan oleh Imaamul Haromain al-Juwaini. Kalau melihat kepada sang wanita dengan syahwat atau dengan tujuan berledzat-ledzat dengan sekedar memandang dan aman dari fitnah maka hukumnya jelas haram" (Hasyiyah al-Bujairimy 'ala al-Khothiib 10/63)<br />
<br />
<br />
<br />
<span style="text-decoration: underline;"><strong>Ketiga</strong> </span>: Memakai cadar merupakan perkara yang telah dikenal sejak zaman Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam hingga saat ini. Karenanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda tentang pakaian wanita yang hendak ihrom :<br />
<br />
وَلاَ تَنْتَقِبُ الْمَرْأَةُ الْمُحْرِمَةُ<br />
<br />
"Wanita yang ihrom tidak boleh memakai cadar" (HR Al-Bukhari no 1837)<br />
<br />
Hadits ini menunjukkan bahwa memakai cadar merupakan kebiasaan para wanita di zaman Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, karenanya Nabi mengingatkan agar mereka tidak memakai cadar tatkala sedang ihram.<br />
<br />
Tradisi kaum muslimat memakai cadar juga telah ditegaskan oleh Al-Hafiz Ibnu Hajar al-'Asqolaani rahimahullah. Beliau berkata :<br />
<br />
استمرار العمل على جواز خروج النساء إلى المساجد والاسواق والاسفار منتقبات لئلا يراهن الرجال ولم يؤمر الرجال قط بالانتقاب ... إذ لم تزل الرجال على ممر الزمان مكشوفي الوجوه والنساء يخرجن منتقبات<br />
<br />
"Berkesinambungannya praktek akan bolehnya para wanita keluar ke mesjid-mesjid dan pasar-pasar serta bersafar dalam kondisi bercadar agar mereka tidak dilihat oleh para lelaki. Dan para lelaki sama sekali tidak diperintahkan untuk bercadar…dan seiring berjalannya zaman para lelaki senantiasa membuka wajah mereka dan para wanita keluar dengan bercadar.." (Fathul Baari 9/337)<br />
<br />
Ibnu Hajar juga berkata :<br />
<br />
ولم تزل عادة النساء قديما وحديثا يسترن وجوههن عن الاجانب<br />
<br />
"Dan senantiasa tradisi para wanita sejak zaman dahulu hingga sekarang bahwasanya mereka menutup wajah-wajah mereka dari para lelaki asing" (Fathul Baari 9/324)</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Tahoma, Geneva, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 22px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.5em;">
Kota Nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam-, 09-07-1434 H / 19 Mei 2013 M<br />
Abu Abdil Muhsin Firanda<br />
www.firanda.com<br />
<br />
<a href="http://firanda.com/index.php/artikel/fiqh/444-ajaran-ajaran-madzhab-syafi-i-yang-ditinggalkan-oleh-sebagian-pengikutnya-3-cadar">http://firanda.com/index.php/artikel/fiqh/444-ajaran-ajaran-madzhab-syafi-i-yang-ditinggalkan-oleh-sebagian-pengikutnya-3-cadar</a></div>
</div>
Abu Rufaydah bin Unibhttp://www.blogger.com/profile/09414287558736681857noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6844411635089842911.post-76125858204323720702013-05-29T06:07:00.003-07:002013-05-29T06:07:40.131-07:00Fatwa Syaikh Khalid Abdul Mun’im Ar Rifa’i -hafizhahullah-<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: center; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<strong style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><span style="background-color: transparent; border: 0px; color: red; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Soal:</span></strong></div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Usia berapa usia yang paling <em style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">afdhal</em> untuk mulai mengajarkan Al Qur’an kepada anak? Dan bagaimana caranya?</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<strong style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><span style="background-color: transparent; border: 0px; color: red; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Jawab:</span></strong></div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 18px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: right; vertical-align: baseline;">
الحمدُ لله، والصلاة والسلام على رسول الله، وعلى آله وصَحْبِه ومَن والاه، أمَّا بعدُ</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Usia yang <em style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">afdhal</em> untuk mulai untuk mulai mengajarkan Al Qur’an kepada anak adalah sejak tiga tahun. Karena ketika itu akalnya mulai berkembang, memorinya masih bersih murni, ia masih senang dengan kisah-kisah dan ia masih mudah menuruti apa yang diperintahkan.</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Diantara metode yang bagus dalam mengajarkan hafalan Al Qur’an Al Karim adalah sebagai berikut:</div>
<ol style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<li style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><span style="background-color: transparent; border: 0px; line-height: 13px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Hendaknya yang mulai mengajarkan hafalan Qur’an adalah kedua orang tuanya. Karena secara umum, pada seumur itu mereka belum bisa memiliki pelafalan yang stabil dan masih sulit memfokuskan diri untuk melafalkan bacaan dengan benar</span></li>
<li style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Hendaknya mendiktekan surat-surat pendek kepada anak, dan mengulang-ulang ayatnya. Jika ayatnya panjang, bisa dipotong-potong menjadi beberapa kalimat. Sampai mereka bisa mampu melatihnya dan mengulang-ulangnya sendiri tanpa didikte.</li>
<li style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Menggunakan beberapa media rekaman <em style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">murattal</em> yang dapat membantu anak menghafal Qur’an. Misalnya rekaman murattal Al Hushari.</li>
<li style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Menjelaskan makna-makna ayat dengan penjelasan yang menyenangkan. Misalnya dengan dibumbui candaan dan permisalan-permisalan. Hal ini memudahkan anak untuk menghafal karena jika mereka paham maksud ayat, akan lebih mudah menghafalnya.</li>
<li style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Tidak terikat dengan jangka waktu tertentu pada usia-usia awal. Namun ajari mereka jika ada kesempatan dan ketika semangatnya sedang timbul.</li>
<li style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Memasukkan mereka ke <em style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">halaqah-halaqah</em> yang mengajarkan Al Qur’an, yang sesuai dengan <a href="http://muslim.or.id/tag/sunnah" style="background-color: transparent; border: 0px; color: #1155cc; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;" target="_blank">sunnah</a>, jika ada.</li>
<li style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Mengerahkan segala upaya terhadap anak yang dapat membuat ia lebih mencintai Al Qur’an dan membakar semangatnya untuk menghafal. Di antaranya dengan memberinya hadiah yang ia sukai setiap kali menghafal panjang ayat tertentu. Selain itu juga tumbuhkan semangat perlombaan menghafal antara ia dengan saudaranya atau antara ia dengan teman-temannya.</li>
</ol>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Demikianlah caranya. Mengajarkan Al Qur’an kepada anak sejak kecil membuahkan banyak kebaikan dan pahala. Hendaknya para orang tua bersemangat mengajarkan anak mereka sejak dari kecil, semoga dari itu semua mereka mendapatkan pahala yang besar insya Allah. Nabi <em style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Shallallahu’alaihi Wasallam</em> bersabda:</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 18px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: right; vertical-align: baseline;">
خيرُكم من تعلَّم القُرآن وعلَّمه</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
“<em style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Al-Quran dan mengajarkannya</em>” (Muttafaqun ‘alaihi)</div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<em style="background-color: transparent; border: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Wallahu’alam</em></div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 19px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Sumber: <a href="http://ar.islamway.net/fatwa/40439" style="background-color: transparent; border: 0px; color: #1155cc; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;" target="_blank">http://ar.islamway.<wbr></wbr>net/fatwa/40439</a></div>
<div>
<br /></div>
</div>
Abu Rufaydah bin Unibhttp://www.blogger.com/profile/09414287558736681857noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6844411635089842911.post-82958193885448304532013-04-19T07:39:00.001-07:002013-04-19T07:39:56.116-07:00METODE MENGAJAR NABI<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<span style="text-indent: 0.5in;">“Pada saat kami dimasjid bersama Rasulullah, tiba-tiba dating seorang
badui, dia berdiri dan kencing di masjid. Para sahabat Rasulullah marah, “Hentikan
! Hentikan ! Rasulullah berkata : “angan kalian hentikan kencingnya, biarkan
dia. Mereka pun membiarannya sampai selesai kencing. Kemudian Rasulullah
memanggilnya dan berkata kepadanya “Sesungguhnya masjid ini tidak pantas untuk
sesuatu apapun dari kencing dan kotoran, sesunggunya ia untuk mengingat Allah
dan Shalat, serta membaca al-Qur’an.</span><br />
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US"> Anas melanjutkan, “Beliau lalu memerintahan
salah seorang syang hadir untuk mengambil satu ember air dan mengguyurnya. (HR.
Muslim dari sahabat Anas bin Malik)<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US">Dalam riwayat
Ahmad bin Hanbal dan Ibnu Majah terdapat tambahan, anas berkata ; “Setelah
paham, orang badui tersebut berkata, Nabi bangkit berjalan ke arahku, bapak dan
ibuku sebagai jaminannya, beliau tidak mencaci, tidak ngomel dan tidak memukul.
<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US"> Dalam ksah ini terdapat
keteranan bagaimana sikap lembut Rasulullah kepada badui tersebut dan
mengajarkan sahabat untuk bersikap lemah-lembut kepada orang yang jahil, karena
boleh jadi apa yang dilakukannya benar mengingat sudah menjadi tabiat dan kebiasaan
orang padang pasir. Maka tidak ada yang keluar dari mulut Nabi kata-kata
cician, makian dan menjelek-jelekan atau pukulan. Tapi Nabi memanggilnya dengan
panggilan yang halus da mengajarinya dengan penuh kelembutan tentang perkara
yang tidak diketahui. Hal ini pula menjadi pelajaran berharga untuk para
sahabat Nabi untuk tidak mencai, memaki atau menjelek-jelekan orang yang tidak
tahu.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US"> Maka lihatlah bagaimana efek kelembutan
Nabi dalam peristiwa ini hingga orang badui menuturkan tentang kelembutan sikap
Nabi setelah ia paham : “Bapak dan ibuku sebagai jaminannya, dia tidak mencaci,
tidak mengomel dan tidak memukul”. Sehingga dalam ucapan ini terlihat jelas
kesan simpatik dari sikap lemahlembut dan cara pengajarannya yang baik padanya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US"> Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqolani
berkomentar setelah membaca hadits ini, “Di dalamnya terdapat pelajaran untuk
bersikap lembut kepada orang jahil dan mengajarinya sesuatu yang patut banginya
tanpa kekerasan, jika hal itu bukan dilator belakangi oleh kesombongannya,
terlebih jika dia termasuk orang yang butuh untuk dilembuti. Di dalamnya
terlihat sifat kasih saying Nabi dan akhlaknya yang baik.” (Fathul Qodir,
1/388)<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US"> Maka selayaknya bagi seorang
guru, da’I, mubaligh dan kiyai untuk menyikapi seorang murid atau masyarakat
dengan sikap lemah lemut. Dan untuk
mengetahui latar belakang orang yang salah. Sehingga tidak terlihat menghakimi
serta menjastifikasi. Maka ketika kita melihat kesalahan orang, maka lihatlah
dengan mata lemah lembut sebagaimana Nabi mengajarkan dalam peristiwa diatas. Wallahu
A’lam<o:p></o:p></span></div>
</div>
Abu Rufaydah bin Unibhttp://www.blogger.com/profile/09414287558736681857noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6844411635089842911.post-17925376790078632222012-08-03T00:22:00.002-07:002012-08-03T00:22:38.245-07:00Nasihat Imam Syafi'i Rahimahullah<br />
<div style="background-color: #ebe8da; font-family: verdana, arial, 'trebuchet ms', sans-serif; font-size: 13px; line-height: 22.100000381469727px; margin-bottom: 20px; margin-top: 20px; padding: 0px;">
Beliau <em style="margin: 0px; padding: 0px;">rahimahullah</em> berkata dalam kitab Diwan Al-Imam Asy-Syafi’i,</div>
<div style="background-color: #ebe8da; font-family: verdana, arial, 'trebuchet ms', sans-serif; font-size: 13px; line-height: 22.100000381469727px; margin-bottom: 20px; margin-top: 20px; padding: 0px;">
<em style="margin: 0px; padding: 0px;">Aku melihat pemilik ilmu hidupnya mulia walau ia dilahirkan dari orangtua terhina.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Ia terus menerus menerus terangkat hingga pada derajat tinggi dan mulia.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Umat manusia mengikutinya dalam setiap keadaan laksana pengembala kambing ke sana sini diikuti hewan piaraan.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Jikalau tanpa ilmu umat manusia tidak akan merasa bahagia dan tidak mengenal halal dan haram.</em></div>
<div style="background-color: #ebe8da; font-family: verdana, arial, 'trebuchet ms', sans-serif; font-size: 13px; line-height: 22.100000381469727px; margin-bottom: 20px; margin-top: 20px; padding: 0px;">
<em style="margin: 0px; padding: 0px;">Diantara keutamaan ilmu kepada penuntutnya adalah semua umat manusia dijadikan sebagai pelayannya.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Wajib menjaga ilmu laksana orang menjaga harga diri dan kehormatannya.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Siapa yang mengemban ilmu kemudian ia titipkan kepada orang yang bukan ahlinya karena kebodohannya maka ia akan mendzoliminya.</em></div>
<div style="background-color: #ebe8da; font-family: verdana, arial, 'trebuchet ms', sans-serif; font-size: 13px; line-height: 22.100000381469727px; margin-bottom: 20px; margin-top: 20px; padding: 0px;">
<em style="margin: 0px; padding: 0px;"></em></div>
<div style="background-color: #ebe8da; font-family: verdana, arial, 'trebuchet ms', sans-serif; font-size: 13px; line-height: 22.100000381469727px; margin-bottom: 20px; margin-top: 20px; padding: 0px;">
<em style="margin: 0px; padding: 0px;">Wahai saudaraku, ilmu tidak akan diraih kecuali dengan enam syarat dan akan aku ceritakan perinciannya dibawah ini:<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Cerdik, perhatian tinggi, sungguh-sungguh, bekal, dengan bimbingan guru dan panjangnya masa.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Setiap ilmu selain Al-Qur’an melalaikan diri kecuali ilmu hadits dan fikih dalam beragama.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Ilmu adalah yang berdasarkan riwayat dan sanad maka selain itu hanya was-was setan.</em></div>
<div style="background-color: #ebe8da; font-family: verdana, arial, 'trebuchet ms', sans-serif; font-size: 13px; line-height: 22.100000381469727px; margin-bottom: 20px; margin-top: 20px; padding: 0px;">
<em style="margin: 0px; padding: 0px;">Bersabarlah terhadap kerasnya sikap seorang guru.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Sesungguhnya gagalnya mempelajari ilmu karena memusuhinya.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Barangsiapa belum merasakan pahitnya belajar walau sebentar,<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Ia akan merasakan hinanya kebodohan sepanjang hidupnya.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Dan barangsiapa ketinggalan belajar di masa mudanya,<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Maka bertakbirlah untuknya empat kali karena kematiannya.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Demi Allah hakekat seorang pemuda adalah dengan ilmu dan takwa.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Bila keduanya tidak ada maka tidak ada anggapan baginya.</em></div>
<div style="background-color: #ebe8da; font-family: verdana, arial, 'trebuchet ms', sans-serif; font-size: 13px; line-height: 22.100000381469727px; margin-bottom: 20px; margin-top: 20px; padding: 0px;">
<em style="margin: 0px; padding: 0px;"></em></div>
<div style="background-color: #ebe8da; font-family: verdana, arial, 'trebuchet ms', sans-serif; font-size: 13px; line-height: 22.100000381469727px; margin-bottom: 20px; margin-top: 20px; padding: 0px;">
<em style="margin: 0px; padding: 0px;"></em></div>
<div style="background-color: #ebe8da; font-family: verdana, arial, 'trebuchet ms', sans-serif; font-size: 13px; line-height: 22.100000381469727px; margin-bottom: 20px; margin-top: 20px; padding: 0px;">
<em style="margin: 0px; padding: 0px;"></em></div>
<div style="background-color: #ebe8da; font-family: verdana, arial, 'trebuchet ms', sans-serif; font-size: 13px; line-height: 22.100000381469727px; margin-bottom: 20px; margin-top: 20px; padding: 0px;">
<em style="margin: 0px; padding: 0px;">Ilmu adalah tanaman kebanggaan maka hendaklah Anda bangga dengannya. Dan berhati-hatilah bila kebanggaan itu terlewatkan darimu.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Ketahuilah ilmu tidak akan didapat oleh orang yang pikirannya tercurah pada makanan dan pakaian.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Pengagum ilmu akan selalu berusaha baik dalam keadaan telanjang dan berpakaian.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Jadikanlah bagi dirimu bagian yang cukup dan tinggalkan nikmatnya tidur<br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Mungkin suatu hari kamu hadir di suatu majelis menjadi tokoh besar di tempat majelsi itu.</em></div>
<div style="background-color: #ebe8da; font-family: verdana, arial, 'trebuchet ms', sans-serif; font-size: 13px; line-height: 22.100000381469727px; margin-bottom: 20px; margin-top: 20px; padding: 0px;">
<em style="margin: 0px; padding: 0px;"><br /></em></div>
<div style="background-color: #ebe8da; font-family: verdana, arial, 'trebuchet ms', sans-serif; font-size: 13px; line-height: 22.100000381469727px; margin-bottom: 20px; margin-top: 20px; padding: 0px;">
<em style="margin: 0px; padding: 0px;"><span style="font-style: normal;">Disadur dari kitab </span><em style="margin: 0px; padding: 0px;">Kaifa Turabbi Waladan Shalihan</em><span style="font-style: normal;"> (Terj. </span><em style="margin: 0px; padding: 0px;">Begini Seharusnya Mendidik Anak</em><span style="font-style: normal;">), Al-Maghrbi bin As-Said Al-Maghribi, Darul Haq.</span>
</em></div>Abu Rufaydah bin Unibhttp://www.blogger.com/profile/09414287558736681857noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6844411635089842911.post-90816593936612682512012-06-07T20:35:00.001-07:002012-06-07T20:35:40.266-07:00Singkat Menghapfal karna Tekad yang KuatPengalaman Ummu Zayid, ia menuturkan, “Alhamdulillah, sesuai dengan
kemuliaan wajah-Nya dan keagungan kuasa-Nya, aku telah khatam menghafal
Al Qur’an. Berikut pengalamanku, dan aku menghadiahkannya kepada kalian.<br />
<br />
<br />
<em>Bismillaahirrahmaanirrahiim...</em><br />
<br />
<br />
Segala
puji bagi Allah, pujian yang sebanyak-banyaknya, sesuai dengan
kemuliaan wajah-Nya dan keagungan kuasa-Nya. Wa Ba’d. Ini adalah
masa-masa indah yang berlalu dengan segala kisah yang ada di dalamnya.
Dan, inilah mimpi yang menjadi kenyataan; dan kenangan yang selalu
menghampiriku.<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
Perlu diketahui
bahwa sesungguhnya tujuan terbesarku adalah hafal surat Al-Baqarah dan
Ali Imran. Demi Allah, sekali-kali kalian tidak akan percaya bahwa
sebenarnya aku adalah orang yang tidak memiliki kesabaran untuk
menghafal Al-Qur’an secara keseluruhan. Hal itu disebabkan karena aku
menganggap hal tersebut adalah sesuatu yang mustahil dan sangat susah
untuk diwujudkan. Dan saat itu, aku masih hidup dengan mempertahankan
tujuan yang ingin aku wujudkan sebelumnya, yaitu hafal surat Al-Baqarah
dan surat Ali Imran. Dan aku menganggap bahwa kedua surat itu adalah
adalah surat Al-Qur’an yang paling sulit (untuk dihafal); dan aku juga
beranggapan bahwa sepertinya sulit sekali untuk mempertahankan hafalan
tersebut dalam waktu yang lama. Subhanallah, tak terasa sudah tujuh
tahun aku mempertahankan hafalan kedua surat tersebut.<br />
<br />
<br />
Ketika
bulan Ramadhan datang, tiba-tiba suamiku mengejutkanku bahwa ia akan
beri’tikaf selama 15 hari terakhir Ramadhan di masjidil Haram. Tentu
kalian mengerti tentang kesulitan yang menimpaku, karena aku akan
ditinggal sendirian bersama anak-anakku. Kami tinggal di daerah yang
jauh dari keluarga, sedang para tetangga di sini semuanya menutup pintu
rumahnya (tidak peduli dengan urusan tetangganya). Aku merasa gembira
karena suamiku akan beri’tikaf. Akan tetapi, manfaat apa yang dapat
kupetik dalam kesendirianku ini?<br />
<br />
<br />
Ketika waktunya
telah tiba dan suamiku pergi untuk beri’tikaf, maka aku merasakan
pahitnya kesendirian yang sebenarnya. Kemudian, aku mengangkat tanganku
kepada Dzat Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, lalu aku berdoa
kepada-Nya dengan doa orang yang tertimpa kesulitan, sedang air mata pun
mengalir deras membasahi pipiku, “wahai Rabbku, Engkau Maha Pengasih
lagi Maha Penyayang. Curahkanlah kepadaku rezeki yang berupa teman-teman
yang shalihah, yang lebih baik dari aku. Sehingga, aku bisa meneladani
mereka. Ya Allah, berikanlah aku sebaik-baik teman.”<br />
Sungguh,
doaku segera dikabulkan oleh Rabb yang Maha Pengasih. Sebagaimana kita
ketahui, bahwa Dia telah berfirman dalam kitab-Nya :<br />
<br />
<br />
"..<em>.Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu...” (Al Mu’min : 60)</em><br />
<br />
<br />
Ketika
aku duduk di depan komputer sambil mengakses internet guna mencari
situs yang berisikan informasi tentang keajaiban Al Qur’an Karim,
tiba-tiba mataku tertuju pada situs akademi para penghafal Al Qur’an.
Sebelumnya, aku tidak tahu bahwa masuknya aku ke dalam komunitas situs
ini adalah pertanda terkabulnya doaku. Aku pun masuk dalam komunitas
situs ini dalam keadaan terharu. Demi Allah yang tiada ilah kecuali Dia,
aku keluar dari situs ini dalam keadaan yang tidak seperti keadaan saat
aku masuk, yaitu keadaan yang belum pernah aku impikan sebelumnya.
Setelah itu, pikiranku pun tertuju untuk beri’tikaf dalam rangka
menghafal Al-Qur’an dalam 10 hari terakhir Ramadhan.<br />
<br />
<br />
Sungguh,
merupakan karunia Allah dan taufik-Nya atasku adalah aku segera
mendaftarkan diri untuk beri’tikaf di akademi para penghafal Al-Qur’an
tsb tanpa keraguan.<br />
Sejak pertama aku beri’tikaf, aku merasa kagum
dengan para akhwat yang turut beri’tikaf denganku. Demi Allah, mereka
adalah sebaik-baik saudari di jalan Allah. Mereka menceritakan
pengalaman-pengalam mereka dalam mengahafal Al Qur’an. Setelah mendengar
cerita mereka, aku membayangkan seakan-akan aku bagaikan makhluk yang
berasal dari planet lain. Masuk akalkah bahwa di antara mereka ada yang
hafal Al-Qur’an hanya dalam waktu tiga hari? Padahal, selama tujuh tahun
aku tidak memiliki kecuali dua surat. Setelah itu, kerinduanku (untuk
menghafal) pun bertambah, sementara kesedihan dan kesempitanku
menghilang. Kemudian Allah mengganti kedua perasaan tersebut dengan
ketenangan yang tiada tara.<br />
<br />
<br />
Aku bertawakkal pada
Dzat yang hidup terus-menerus mengurusi makhluk-Nya atas karunia-Nya
yang melimpah. Aku mengambil keputusan untuk beri’tikaf dalam rangka
menghafal Al-Qur’an. Karena sesungguhnya, inilah amalan yang terbaik di
bulan Ramadhan. Aku pun berujar, ‘Sesungguhnya, Ramadhan kali ini akan
berbeda (dengan Ramadhan sebelumnya), dengan izin Allah.’<br />
<br />
<br />
Aku
pun mengambil secarik kertas, lalu kutulis di dalamnya
keuntungan-keuntungan yang akan aku dapatkan dari menghafal Al-Qur’an
berupa nikmat dan kebaikan yang besar, baik di dunia maupun di akhirat.
Begitu pula dengan nikmat yang lebih besar dari keduanya, yaitu
keridhaan Allah terhadapku.<br />
Dengan izin Allah, hanya dalam
beberapa saat aku bergabung dengan mereka, sebaik-baik ummat ini,
sebagaimana sabda Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam:<br />
“<em>Orang yang paling baik di antara kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan mengamalkannya” (Muttafaq ‘Alaih)</em><br />
<br />
<br />
Aku
berkhayal, seakan-akan aku bersama para nabi, shidiqqin (orang-orang
yang amat teguh kepercayaannya pada kebenaran rasul), syuhada, dan
orang-orang shalih. Dan mereka itulah teman yang paling baik. Kemudian,
aku berkhayal lagi seakan-akan aku menyematkan mahkota di atas kepala
kedua orang tuaku dengan kedua tanganku ini. Aku berkhayal bahwa aku
dapat membebaskan mereka (dari siksa), kemudian aku pun kembali kepada
diriku (untuk membebaskan diri sendiri). Aku juga berkhayal mengenai
berbagai kenikmatan yang Allah anugerahkan kepadaku.<br />
<br />
<br />
Aku
menulis semuanya, dan aku menggantungkan tulisan itu di tempat yang
senantiasa kurawat. Aku pun membawa halaman-halaman (mushaf Al-Qur’an)
yang telah aku puruskan bahwa sekali-kali tidak akan meninggalkannya;
dan akan menjadikannya sebagai teman di dalam eksprimen ini.<br />
Setelah
itu, aku pun berwudhu, lalu duduk dan membuka Al-Qur’an. Aku berkata
dengan suara yang hanya terdengar oleh diri sendiri, ‘Sekarang, aku akan
menguji kemampuan akalku yang sebenarnya. Dan aku akan memulainya
dengan bertawakkal pada Allah seraya mengulang-ulang firman Allah
Ta’alaa:<br />
<br />
<br />
“<em>dan Sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, Maka Adakah orang yang mengambil pelajaran?</em>” (QS Al Qamar:17)<br />
<br />
<br />
Kemudian,
aku memasang alat pengingat untuk mengingatkanku bahwa aku hafal satu
lembar dalam 10 menit. Maka, aku mulai menghafal halaman demi halaman.
Setiap halaman, aku menghafalnya seraya bedoa kepada Allah agar Dia
berkenan memantapkannya pada diriku. Doa yang kupanjatkan adalah, “Ya
Rabbku, aku titipkan pada-Mu apa-apa yang telah Engkau ajarkan kepadaku.
Maka, jagalah ia untukku.”<br />
Aku mulai menghafal pada waktu dhuha
sampai zhuhur, lalu menghafal lagi sampai jam setengah tiga siang.
Setelah itu, aku tidur sebentar dengan memasang alarm. Ketika alarm
berbunyi pada waktu pada jam 3 sore, aku segera bangun untuk shalat
ashar. Kemudian, aku mulai menghafal sampai datang waktu magrib, lalu
kulanjutkan hingga sebelum Isya’.<br />
<br />
<br />
Dari mulai
mengahafal selesai, aku tidak berpindah-pindah. Aku hanya duduk pada
satu tempat, hingga tak terasa bahwa aku telah menghafal 3 juz. Ya Allah
betapa mulianya Engkau dan betapa besarnya nikmat-Mu. Akan tetapi,
mengapa kami tidak pernah mensyukuri nikmat ini. Aku pun melanjutkan
hafalanku sampai aku selesai menghafal 16 juz Al-Qur’an dalam 6 hari.
Alhamdulillah. Aku bingung, apakah aku akan menyempurnakan hafalanku
menjadi 30 juz ataukah mengulang-ulang apa yang telah aku
hafal.kawan-kawan baikku menasihatiku agar aku menyempurnakan hafalanku
dan tak berhenti hanya pada juz ke-16. Maka, aku pun menyempurnakan
hafalanku. Aku yakin bahwa hafalanku tidak hilang hingga suamiku datang
dan kami kembali berkumpul dengan keluarga, karena aku telah
menitipkannya pada Rabbku yang Mulia (agar Dia selalu menjaganya).<br />
<br />
<br />
Subhanallah,
tak terasa aku akan meninggalkan tempat dimana aku menghafal Al-Qur’an
dan berkhalwat (mendekatkan diri) dengan Rabbku, menuju kehidupan yang
melalaikan dan keduniaan yang fana, yang mana semuanya sedang
memfokuskan perhatiannya pada beberapa pertanyaan, “Kue dan manisan apa
yang akan kami persiapkan untuk hari Ied kali ini?”, serta berbagi hal
lainnya, sedang aku masih mengasingkan diri untuk mengahafal Al-Qur’an.<br />
<br />
<br />
Kemudian,
aku pun kembali kepada mereka, sedang aku berharap bahwa aku dapat
mengkhatamkan hafalanku pada hari terakhir di bulan Ramadhan, serta
mendapatkan dua kebahagiaan. Akan tetapi, ketika yang kuharapkan belum
terwujud, cobaan dan ujian dari Rabb semesta alam datang padaku. Apakah
aku akan melanjutkan hafalanku ataukah aku menghentikannya? Akan tetapi,
Alhamdulillah, aku tidak berhenti menghafal.<br />
<br />
<br />
Mungkin
kalian tidak akan percaya bahwa pada suatu hari, aku tidak dapat
menghafal kecuali hanya dua halaman. Bukan karena aku tidak bisa, akan
tapi hal itu karena aku sangat disibukkan dengan sesuatu yang menimpaku.
Keempat anakku semuanya menderita demam tinggi, hingga mereka tidak
bisa tidur sepanjang malam. Oleh karena itu, aku pun banyak begadang
malam untuk menemani mereka. Dan ketika aku merasa kepayahan sedang
anakku yang paling kecil menangis terus-menerus, dan tidak ada seorang
pun yang membantu, akhirnya aku pun jatuh sakit.<br />
<br />
<br />
Alhamdulillah,
walaupun sakit, aku tidak berhenti melanjutkan hafalanku dan terus
berusaha sampai Allah berkenan menyembuhkan mereka yang sudah lama
terbaring sakit. Setelah mereka sembuh, aku bertawakkal kepada Allah dan
aku katakan pada diriku sendiri, ‘akan aku khatamkan hafalanku yang
tersisa 10 juz dalam waktu dekat.’ Alhamdulillah, sungguh Allah telah
memberikan karunia-Nya kepadaku hingga aku dapat menghafalanya dengan
cepat.<br />
<br />
<br />
Sekarang, aku akan menceritakan kepada
kalian moment-moment paling indah dalam hidupku, yaitu moment saat aku
mengkhatamkan Al-Qur’an.<br />
Pada pagi hari ini, aku bermimpi indah.
Mimpi itu membawa kabar gembira bahwa pada hari ini aku akan
mengkhatamkan hafalan Al-Qur’an. Serta merta, aku pun amat bergembira,
karena pada hari ini hafalanku yang tersisa hanya tinggal 3 juz.<br />
Kemudian,
aku mulai menghafal. Dan tanpa kusadari, aku menghafalnya dengan cepat.
Satu halaman dapat aku hafal dalam waktu 8 menit, terkadang hanya 5
menit. Sehingga, ketika waktu menunjukkan jam 9 malam, aku tidak tahu
bahwa waktu itu adalah waktu yang telah aku tunggu-tunggu, yaitu waktu
pengkhataman Al-Qur’an.<br />
<br />
<br />
Aku terus membaca, akan
tetapi aku tidak memperhatikan bahwa yang tersisa hanya tinggal beberapa
halaman. Apakah kalian tahu bagaimana aku menyadarinya? Sungguh, kalian
tidak akan percaya. Aku merasakan perasaan yang aneh sekali. Perasaan
ini tidak pernah aku rasakan sebelumnya. Perasaan ini tidak bisa
digambarkan karena ia begitu saja menyebar ke seluruh tubuhku. Perasaan
yang berupa ketenangan dan ketentraman. Demi Allah, seakan-akan diriku
akan terbang karena ringannya tubuh. Maka, aku pun menjadi selembar bulu
karen ringannya. Aku merasa heran, hingga aku bertanya pada diriku
sendiri, ‘perasaan apakah ini?’ jantungku mulai berdetak, seakan-akan ia
berkata kepadaku, ‘Semoga keberkahan terlimpah atasmu. Engkau telah
khatam menghafal Al-Qur’an. Al-Qur’an telah berada di dadamu.’<br />
<br />
<br />
Tiba-tiba
aku tersadar, aku sedang membaca akhir ayat yang mana dengannya aku
mengkhatamkan Al-Qur’an. Maka, aku pun menyungkurkan diriku ini ke
tanah, lalu aku bersujud syukur, sedang air mata kegembiraan jatuh
menetes ke bumi. Kemudian, aku pun berlari menemui suamiku. Aku kabarkan
berita gembira ini dengan penuh sukacita. Lalu, aku pun melihat mushaf
yang telah menemaniku sepanjang perjalananku menghafal Al-Qur’an. Aku
menangis sambil berkata, ‘Wahai mushafku yang tercinta, sungguh, aku
telah mendapatkan moment-moment yang paling indah (dalam hidupku).’
Lalu, aku pun memeluk mushafku itu dengan erat. Berulang-ulang aku
ucapkan, Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, sesuai dengan kemuliaan
wajah-Nya dan keagungan kuasa-Nya. Alhamdulillah, aku telah khatam
menghafal Al-Qur’an sebelum ajal menjemputku.’ Sebelumnya, aku takut
jika aku mati, sedangkan aku belum sempat menghafal Al-Qur’an dengan
sempurna.<br />
<br />
<br />
Berikutnya, perasaan yang tak bisa aku
gambarkan adalah tiba-tiba aku beranjak pergi ke depan komputer. Lalu,
aku memutar CD yang berisi ucapan-ucapan takbir, yang aku impikan
sepanjang masa hafalanku. Kemudian, aku dan suamiku mendengarkannya dan
semuanya merasa gembira.<br />
Ya Allah, segala puji bagi-Mu yang telah
memuliakanku dengan menghafal kitab-Mu. Ya Rabbku, betapa mulia-Nya
diri-Mu. Engkau telah menggantikan kesendirianku dengan sebaik-baik
teman yang menemaniku dalam kehidupanku dan kuburku. Wahai Rabbku, aku
berdoa pada-Mu saat hatiku terkoyak karena kesendirian. Kemudian, Engkau
menggantinya dengan sesuatu yang lebih dari apa yang aku angan-angankan
dan aku harapkan. Betapa mulianya Engkau wahai Rabb Yang Maha Pengasih,
Yang telah memberikan karunia yang menilmpah.<br />
<br />
<br />
Adapun
kalimat terakhir untuk menutup halaman-halaman indah ini adalah, ‘Aku
adalah wanita, sebagaimana wanita lain. Aku memiliki seorang suami dan
anak-anak. Anak-anakku belajar di sekolah khusus dengan kurikulum yang
sangat sulit. Aku hafal Al-Qur’an, akan tetapi, aku tidak melalaikan
tanggung-jawabku sebagai seorang ibu. Aku mendidik anak-anakku dan
berusaha mengajari mereka segala sesuatu. Dan tanggung-jawab yang paling
utama adalah sebagai seorang istri yang berusaha untuk mendapatkan
keridhaan suaminya; tidak mengurangi haknya; dan menunaikan
kewajiban-kewajibannya secara sempurna.<br />
Alhamdulillah, Allah tidak
menjadikanku telat untuk menghafal Al-Qur’an selama-lamanya. Demi
Allah, janganlah kalian memberikan alasan atas tidak hafalnya kalian
terhadap Al-Qur’an selama-lamanya. Apalagi kalian, para gadis yang belum
menikah dan belum memiliki tanggung-jawab.<br />
<br />
<br />
Pertama
dan terakhir kalinya adalah berprasangka baiklah pada Allah, maka Allah
akan berprasangka baik sesuai dengan prasangka hamba-Nya. Karena ketika
aku mengira bahwa surat Al-Baqarah dan Ali Imran sulit sekali untuk
dihafal; dan usaha itu akan memakan waktu yang lama, maka Allah pun
memberikanku anugerah sesuai dengan apa yang aku kira, yaitu aku
menghafalnya selama 7 tahun. Hal itu disebabkan karena aku tidak
berprasangka baik pada Allah.<br />
<br />
<br />
Akan tetapi, ketika
aku memasrahkan diri kepada Allah dan berprasangka baik kepada-Nya, aku
berujar pada diriku sendiri, ‘Aku akan menghafal Al-Qur’an secara
sempurna dalam waktu singkat.’ Allah memuliakanku dengan menghafal
kitab-Nya; dan memudahkanku. Allah menunjukiku jalan dan cara menghafal
yang bermacam-macam, yang tidak pernah aku mengerti dan ketahui
sebelumnya.<br />
<br />
<br />
Wahai orang yang berkeinginan untuk
menghafal Al-Qur’an, bertawakkallah kepada Allah! Bersungguh-sungguhlah
dalam berusaha! Dan jujurlah pada dirimu bahwasanya engkau benar-benar
ingin menghafal Al-Qur’an! Serta, berprasangka baiklah bahwa Allah akan
memberikan taufik-Nya atas usahamu. Demi Allah, engkau akan mendapatkan
apa yang kau inginkan dengan segera; dan engkau akan menjadi bagian dari
penghafal kalam yang paling agung, yaitu kalam Rabb semesta alam. Dia
telah berfirman :<br />
<br />
<br />
“<em>dan Sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, Maka Adakah orang yang mengambil pelajaran?</em>” (QS Al Qamar:17)Abu Rufaydah bin Unibhttp://www.blogger.com/profile/09414287558736681857noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6844411635089842911.post-52863603690189794612012-06-07T20:34:00.002-07:002012-06-07T20:34:35.100-07:00Ceriat Menggugah dan merubah<div class="mbl notesBlogText clearfix">
<div>
Kisah seorang wanita
yang bernama 'Abiir yang sedang dilanda penyakit kanker. Ia mengirimkan
sebuah surat berisi kisahnya ke acara keluarga mingguan "Buyuut
Muthma'innah" (rumah idaman) di Radio Qur'an Arab Saudi, lalu
menuturkan kisahnya yang membuat para pendengar tidak kuasa menahan
air mata mereka. Kisah yang sangat menyedihkan ini dibacakan di salah
satu hari dari sepuluh terakhir di bulan Ramadhan lalu (tahun 2011).
Berikut ini kisahnya –sebagaimana dituturkan kembali oleh sang pembawa
acara DR Adil Alu Abdul Jabbaar- :<br />
<br />
Ia adalah seorang
wanita yang sangat cantik jelita dan mengagumkan, bahkan mungkin tidak
berlebihan jika dikatakan bahwa kecantikannya merupakan tanda kebesaran
Allah. Setiap lelaki yang disekitarnya berangan-angan untuk
memperistrikannya atau menjadikannya sebagai menantu putra-putranya.
Hal ini jelas dari pembicaraan 'Abiir tatkala bercerita tentang dirinya
dalam acara Radio Qur'an Saudi "Buyuut Muthma'innah". Ia bertutur
tentang dirinya:<br />
"Umurku sekarang 28 tahun, seorang wanita yang
cantik dan kaya raya, ibu seorang putri yang berumur 9 tahun yang
bernama Mayaa'. Kalian telah berbincang-bincang tentang penyakit
kanker, maka izinkanlah aku untuk menceritakan kepada kalian tentang
kisahku yang menyedihkan….dan bagaimana kondisiku dalam menghadapi
pedihnya kankerku dan sakitnya yang berkepanjangan, dan perjuangan keras
dalam menghadapinya. Bahkan sampai-sampai aku menangis akibat keluhan
rasa sakit dan kepayahan yang aku rasakan. Aku tidak akan lupa
saat-saat dimana aku harus menggunakan obat-obat kimia, terutama
tatkala pertama kali aku mengkonsumsinya karena kawatir dengan
efek/dampak buruk yang timbul…akan tetapi aku sabar
menghadapinya..meskipun hatiku teriris-iris karena gelisah dan rasa
takut. Setelah beberapa lama mengkonsumsi obat-obatan kimia tersebut
mulailah rambutku berguguran…rambut yang sangat indah yang dikenal oleh
orang yang dekat maupun yang jauh dariku. Sungguh…rambutku yang indah
tersebut merupakan mahkota yang selalu aku kenakan di atas kepalaku.
Akan tetapi penyakit kankerlah yang menggugurkan mahkotaku…helai demi
helai berguguran di depan kedua mataku.<br />
<br />
Pada suatu malam
datanglah Mayaa' putriku lalu duduk di sampingku. Ia membawa sedikit
manisan (kue). Kamipun mulai menyaksikan sebuah acara di salah satu
stasiun televisi, lalu iapun mematikan televisi, lalu memandang
kepadaku dan berkata, "Mama…engkau dalam keadaan baik..??". Aku
menjawab, "Iya". Lalu putriku memegang uraian rambutku…ternyata uraian
rambut itupun berguguran di tangan putriku. Iapun mengelus-negelus
rambutku ternyata berguguran beberapa helai rambutku di hadapannya.
Lalu aku berkata kepada putriku, "Bagaimana menurutmu dengan kondisiku
ini wahai Mayaa'..?", iapun menangis. Lalu iapun mengusap air matanya
dengan kedua tangannya, seraya berkata, "Waha mama…rambutmu yang gugur
ini adalah amalan-amalan kebaikan", lalu iapun mulai mengumpulkan
rambut-rambutku yang berguguran tadi dan meletakkannya di secarik tisu.
Akupun menangis melihatnya hingga teriris-iris hatiku karena
tangisanku, lalu aku memeluknya di dadaku, dan aku berdoa kepada Allah
agar menyembuhkan aku dan memanjangkan umurku demi Mayaa' putriku ini,
dan agar aku tidak meninggal karena penyakitku ini, dan agar Allah
menyabarkan aku menahan pedihnya penyakitku ini….<br />
<br />
Keeseokan
harinya akupun meminta kepada suamiku alat cukur, lalu akupun mencukur
seluruh rambutku di kamar mandi tanpa diketahui oleh seorangpun, agar
aku tidak lagi sedih melihat rambutku yang selalu berguguran… di ruang
tamu…, di dapur…di tempat duduk…di tempat tidur…di mobil…tidak ada
tempat yang selamat dari bergugurnya rambutku.<br />
<br />
Setelah
itu akupun selalu memakai penutup kepala di rumah, akan tetapi Mayaa
putriku mengeluhkan akan hal itu lalu melepaskan penutup kepalaku.
Iapun terperanjak melihat rambutku yang tercukur habis. Ia berkata,
"Mama..kenapa engkau melakukan ini ?!, apakah engkau lupa bahwa aku
telah berdoa kepada Allah agar menyembuhkanmu, dan agar rambutmu tidak
berguguran lagi?!. Tidakkah engkau tahu bahwasanya Allah akan
mengabulkan doaku…Allah akan menjawab permintaanku…!!, Allah tidak
menolak permintaanku…!!. Aku telah berdoa untukmu mama dalam sujudku
agar Allah mengembalikan rambutmu lebih indah lagi dari
sebelumnya…lebih banyak dan lebih cantik. Mama…sudah sebulan aku tidak
membeli sarapan pagi di sekolah dengan uang jajanku, aku selalu
menyedekahkan uang jajanku untuk para pembantu yang miskin di sekolah,
dan aku meminta kepada mereka untuk mendoakanmu. Mama…tidakkah engkau
tahu bahwasanya aku telah meminta kepada sahabatku Manaal agar meminta
neneknya yang baik untuk mendoakan kesembuhanmu??. Mamaa…aku cinta
kepada Allah…dan Dia akan mengabulkan doaku dan tidak akan menolak
permintaanku…dan Dia akan segera menyembuhkanmu"<br />
<br />
Mendengar
tuturan putriku akupun tidak kuasa untuk menahan air mataku…begitu
yakinnya ia…, begitu kuat dan berani jiwanya…lalu akupun memeluknya
sambil menangis…".<br />
<br />
Putriku lalu duduk bertelekan kedua
lututnya menghadap kiblat dan mengangkat kedua tangannya berdoa agar
Allah menyembuhkanku sambil menangis. Ia menoleh kepadaku dan berkata,
"Mama..hari ini adalah hari jum'at, dan saat ini adalah waktu mustajaab
(terkabulnya doa)…aku berdoa untuk kesembuhanmu. Ustadzah Nuuroh hari
ini mengabarkan aku tentang waktu mustajab ini." Sungguh hatiku
teriris-iris melihat sikap putriku kepadaku... Akupun pergi ke kamarku
dan tidur. Aku tidak merasa dan tidak terjaga kecuali saat aku mendengar
lantunan ayat kursi dan surat Al-Fatihah yang dibaca oleh putriku
dengan suaranya yang merdu dan lembut…aku merasakan ketentaraman…aku
merasakan kekuatan…aku merasakan semangat yang lebih banyak. Sudah
sering kali aku memintanya untuk membacakan surat Al-Ikhlas, Al-Falaq,
dan An-Naas kepadaku jika aku tidak bisa tidur karena rasa sakit yang
parah…akupun memanggilnya untuk membacakan al-Qur'an untukku.<br />
<br />
Sebulan
kemudian –setelah menggunakan obat-obatan kimia- akupun kembali
periksa di rumah sakit. Para dokter mengabarkan kepadaku bahwa saat ini
aku sudah tidak membutuhkan lagi obat-obatan kimia tersebut, dan
kondisiku telah semakin membaik. Akupun menangis karena saking
gembiranya mendengar hal ini. Dan dokter marah kepadaku karena aku
telah mencukur rambutku dan ia mengingatkan aku bahwasanya aku harus
kuat dan beriman kepada Allah serta yakin bahwasanya kesembuhan ada di
tangan Allah.<br />
<br />
Lalu aku kembali ke rumah dengan sangat
gembira…dengan perasaan sangat penuh pengharapan…putriku Mayaa' tertawa
karena kebahagiaan dan kegembiraanku. Ia berkata kepadaku di mobil,
"Mama…dokter itu tidak ngerti apa-apa, Robku yang mengetahui
segala-galanya". Aku berkata, "Maksudmu?". Ia berkata, "Aku mendengar
papa berbicara dengan sahabatnya di HP, papa berkata padanya bahwasanya
keuntungan toko bulan ini seluruhnya ia berikan kepada yayasan sosial
panti asuhan agar Allah menyembuhkan uminya Mayaa". Akupun menangis
mendengar tuturannya…karena keuntungan toko tidak kurang dari 200 ribu
real (sekitar 500 juta rupiah), dan terkadang lebih dari itu.<br />
<br />
Sekarang
kondisiku –Alhamdulillah- terus membaik, pertama karena karunia Allah,
kemudian karena kuatnya Mayaa putriku yang telah membantuku dalam
perjuangan melawan penyakit kanker yang sangat buruk ini. Ia telah
mengingatkan aku kepada Allah dan bahwasanya kesembuhan di
tangan-Nya…sebagaimana aku tidak lupa dengan jasa suamiku yang mulia
yang telah bersedekah secara diam-diam tanpa mengabariku yang merupakan
sebab berkurangnya rasa sakit yang aku rasakan.<br />
<br />
Aku
berdoa kepada Allah agar menyegerakan kesembuhanku dan juga bagi setiap
lelaki atau wanita yang terkena penyakit kanker. Sungguh kami
menghadapi rasa sakit yang pedih yang merusak tubuh kami dan juga jiwa
kami…akan tetapi rahmat Allah dan karuniaNya lebih besar dan lebih luas
sebelum dan susudahnya"<br />
<br />
(Diterjemahkan oleh Firanda Andirja, semoga Allah menyegerakan kesembuhan bagi ukhti 'Abiir)<br />
<br />
Kota Nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam-, 22-02-1433 H / 16 Januari 2011 M<br />
www.firanda.com</div>
</div>Abu Rufaydah bin Unibhttp://www.blogger.com/profile/09414287558736681857noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6844411635089842911.post-86873825543029342022012-05-01T16:51:00.002-07:002012-05-01T16:51:47.475-07:00Bantahan 22 Argumen Bagi Mereka Yang Merayakan MAULID NABI<div class="post-header">
</div>
<div class="post-body entry-content" id="post-body-7862054883833193382" itemprop="articleBody">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiA9zlorc-JH92GDOmg7ygfTGbIL-xwHLbq0qf8Rb11LCaIJCcMC_bNXszD-H8ATXmF3wV2pe39kJ8y4olYrA5LwZZwIjKbAOI-l4Ym436Wvf6Pfe1UGCDGygsw0b-sNl5u8GLBGnmGZnk/s1600/maulidnabi.jpg"><img alt="" border="0" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5579249001490752370" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiA9zlorc-JH92GDOmg7ygfTGbIL-xwHLbq0qf8Rb11LCaIJCcMC_bNXszD-H8ATXmF3wV2pe39kJ8y4olYrA5LwZZwIjKbAOI-l4Ym436Wvf6Pfe1UGCDGygsw0b-sNl5u8GLBGnmGZnk/s200/maulidnabi.jpg" style="cursor: pointer; float: left; height: 200px; margin: 0pt 10px 10px 0pt; width: 136px;" /></a>Penetapan
bahwa Orang-Orang yang Merayakan Maulid Menganggap Perayaan itu Bagian
dari Agama [Dan bahwasanya orang-orang yang berperan serta di dalamnya
akan mendapatkan pahala<br />
<br />
<br />
Pada bab ini kami akan menukil sebahagian perkataan orang-orang yang
membolehkan perayaan maulid, yang dari perkataan mereka akan nampak
jelas bahwa mereka menganggap perayaan ini termasuk bagian dari agama
dan bahwa yang menghadiri perayaan tersebut diberikan pahala atasnya.<br />
<br />
<br />
<a href="" name="more"></a><br />
1. As-Suyuthy berkata dalam Husnul Maqshod fii ‘Amalil Maulid yang
tergabung dalam kitab Al-Hawy Lil Fatawa (1/189), “Asal amalan maulid
-berupa berkumpulnya manusia, membaca sesuatu yang mudah dari Al-Qur`an,
meriwayatkan hadits-hadits yang warid (datang) tentang awal perkara
(baca: kelahiran) Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- dan
sesuatu yang terjadi pada saat kelahiran beliau berupa tanda-tanda yang
hebat, kemudian di hidangkan kepada mereka makanan yang mereka makan,
lalu mereka semua pulang tanpa ada tambahan dari hal-hal di atas-, ini
adalah bid’ah hasanah, pelakunya diberikan ganjaran pahala atasnya
karena di dalamnya terdapat pengagungan terhadap kedudukan Nabi
-Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam-, menampakkan kesenangan dan
kegembiraan dengan hari kelahiran beliau yang mulia”.<br />
<br />
2. Muhammad bin ‘Alwy Al-Maliky berkata dalam Haulal Ihtifal bil Maulid
An-Nabawy (hal. 15-16), “Sesungguhnya perayaan maulid berupa kumpulnya
manusia, dzikir, sedekah dan pujian serta pengagungan terhadap diri
Nabi, ini adalah sunnah dan merupakan perkara-perkara yang dituntut dan
terpuji dalam syari`at dan telah datang hadits-hadits yang shohih
tentangnya dan motifasi atasnya”.<br />
<br />
Dia juga berkata pada hal. 20 tentang perayaan maulid, “Maka setiap
kebaikan yang dicakup oleh dalil-dalil syar`i, tidak dimaksudkan
dengannya menyelisihi syari’at dan tidak ada kemungkaran di dalamnya
-yang dia maksudkan adalah perayaan maulid- maka dia adalah bagian dari
agama”.<br />
<br />
3. ‘Isa Al-Himyary berkata dalam Bulughul Ma`mul fii Hukmil Ihtifa` wal
Ihtifal bi Maulidir Rasul (hal. 30) setelah menyebutkan bahwa Al-Qur`an
memaparkan kepada kita kisah-kisah kebanyakan para nabi, “Inilah yang
dijadikan dalil tentang benarnya penyunnahan (hukumnya sunnah) merayakan
maulid beliau -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam-”.<br />
<br />
4. Muhammad bin Ahmad Al-Khazrajy berkata dalam Al-Qaulul Badi’ fir
Roddi ‘alal Qo`ilina bit Tabdi’ (hal. 29), “Para ulama memiliki beberapa
karangan tentang maulid Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi
wasallam-, dan nanti akan kami jelaskansunnahnya membaca kisah maulid
berdasarkan firman Allah -Ta’ala- :<br />
<br />
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”. (QS. Al-Anbiya` : 107)<br />
<br />
{Rujukan: Ar-Roddu ‘ala Syubhati man Ajazal Ihtifal bil Maulid, bab kedua, yang ditulis oleh Abu Mu’adz As-Salafy}<br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">Syubhat dan Argumen Orang-Orang yang Membolehkan Perayaan Maulid Beserta Bantahannya<br />
</span><br />
<br />
Oleh Al-Ustadz <span style="font-weight: bold;">Abu Muawiah</span><br />
<br />
Orang-orang yang membolehkan perayaan maulid ini memiliki banyak dalil
(baca:syubhat), dan di sini kami akan menyebutkan 22 dalil sebagai wakil
dari dalil-dalil mereka yang tidak tersebutkan di sini. Itupun semua
dalil mereka hanya berkisar pada 4 keadaan:<br />
<br />
1. Ayat atau hadits yang shohih akan tetapi salah pendalilan.<br />
<br />
2. Hadits lemah, bahkan palsu yang tidak bisa dipakai berhujjah.<br />
<br />
3. Perkataan sebagian ulama, yang mereka ini bukan merupakan hujjah bila menyelisihi dalil.<br />
<br />
4. Alasan yang dibuat-buat untuk mencapai maksud mereka yang rusak.<br />
<br />
<br />
Berikut uraiannya:<br />
<br />
1. Firman Allah -Subhanahu wa Ta’ala- dalam surah Yunus ayat 58:<br />
<br />
“Katakanlah: Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu
mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik
daripada sesuatu yang mereka kumpulkan”.<br />
<br />
Mereka berkata, “Allah -Subhanahu wa Ta’ala- memerintahkan kita untuk
bergembira dengan rahmat-Nya. Sedang Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala
alihi wasallam- adalah rahmat-Nya yang paling besar. Oleh karena itulah,
kita bergembira dan merayakan maulid (hari lahir) beliau”.<br />
<br />
Di antara yang berdalilkan dengan ayat ini adalah seorang yang bernama
Habib Ali Al-Ja’fary Ash-Shufy dalam sebuah kasetnya yang berjudul
Maqoshidul Mu`minah wa Qudwatuha fil Hayah.<br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">Bantahan:</span><br />
<br />
1. Berdalilkan dengan ayat ini untuk membolehkan maulid adalah suatu
bentuk penafsiran firman Allah -Ta’ala- dengan penafsiran yang tidak
pernah ditafsirkan oleh para ulama salaf dan mengajak kepada suatu
amalan yang tidak pernah dikerjakan oleh para ulama salaf. Ini adalah
perkara yang tidak diperbolehkan sebagaimana telah berlalu penegasannya
pada bab Pertama.<br />
<br />
Ibnu ‘Abdil Hady -rahimahullah- berkata dalam Ash-Shorimil Munky fir
Roddi ‘alas Subky, hal. 427, “… dan tidak boleh memunculkan penafsiran
terhadap suatu ayat atau sunnah dengan penafsiran yang tidak pernah ada
di zaman para ulama salaf,yang mereka tidak diketahui dan tidak pernah
pula mereka jelaskan kepada ummat. Karena perbuatan ini mengandung
(tudingan) bahwa mereka tidak mengetahui kebenaran, lalai darinya.
Sedang yang mendapat hidayah kepada kebenaran itu adalah sang pengkritik
yang datang belakangan, maka bagaimana lagi jika penafsiran tersebut
menyelisihi dan bertentangan dengan penafsiran mereka ?!”.<br />
<br />
1. Para pembesar ulama tafsir telah menafsirkan ayat yang mulia ini dan
tidak ada sedikitpun dalam penafsiran mereka bahwa yang diinginkan
dengan rahmat di sini adalah Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala
alihi wasallam-. Yang ada hanyalah bahwa rahmat yang diinginkan di sini
adalah Al-Qur`an dan Al-Islam sebagaimana yang diinginkan dalam ayat
sebelumnya, yaitu firman Allah -Ta’ala-:<br />
<br />
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepada kalian pelajaran dari
Tuhan kalian dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam
dada, serta petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.
Katakanlah: Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya …”. (QS. Yunus : 57-58)<br />
<br />
Inilah penafsiran yang disebutkan oleh Al-Imam Abu Ja’far Muhammad bin
Jarir Ath-Thobary -rahimahullah- dalam Tafsir beliau (15/105).<br />
<br />
Imam Al-Qurthuby -rahimahullah- berkata ketika menafsirkan ayat di atas,
“Abu Sa’id Al-Khudry dan Ibnu ‘Abbas -radhiyallahu ‘anhuma- berkata,
“Karunia Allah adalah Al-Qur`an dan rahmat-Nya adalah Al-Islam”. Juga
dari keduanya (berkata), “Karunia Allah adalah Al-Qur`an dan rahmat-Nya
adalah dia menjadikan kalian ahli Qur`an”. Dari Al-Hasan, Adh-Dhohak,
Mujahid, dan Qotadah, mereka menafsirkan, “Karunia Allah adalah iman dan
rahmat-Nya adalah Al-Qur`an”.[Lihat Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an (8/353)]<br />
<br />
Imam Ibnul Qoyyim -rahimahullah- berkata dalam Ijtima’ul Juyusy
Al-Islamiyah ‘ala Ghozwul Mu’aththilah wal Jahmiyah hal. 6, “Perkataan
para ulama salaf berputar di atas penafsiran bahwa karunia Allah dan
rahmat-Nya adalah Al-Islam dan As-Sunnah”.<br />
<br />
1. Sesungguhnya yang menjadi rahmat bagi manusia bukanlah kelahiran
beliau, akan tetapi rahmat terhasilkan hanyalah ketika beliau diutus
kepada mereka. Makna inilah yang ditunjukkan oleh nash-nash syari’at:<br />
<br />
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”. (QS. Al-Anbiya` : 107)<br />
<br />
Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- telah bersabda:<br />
<br />
“Sesungguhnya saya tidaklah diutus sebagi orang yang suka melaknat, akan
tetapi saya diutus hanya sebagai rahmat”. (HR. Muslim no. 2599 dari Abu
Hurairah -radhiyallahu ‘anhu-)<br />
<br />
1. Syaikh Abdullah bin Muhammad bin Humaid -rahimahullah- berkata ketika
menyebutkan tentang Abu Sa’id Al-Kaukabury [Dia adalah orang yang
pertama kali merayakan maulid di negeri Maushil sebagaimana yang telah
berlalu penjelasannya], “Dia mengadakan perayaan tersebut pada malam
kesembilan (Rabi’ul Awal) menurut yang dikuatkan oleh para ahli hadits
bahwa beliau -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- dilahirkan
pada malam itu (kesembilan) dan beliau wafat pada tanggal 12 Rabi’ul
Awal menurut kebanyakan para ulama” [Lihat kitab beliau Ar-Rasa`ilul
Hisan fii Fadho`ihil Ikhwan hal. 49].<br />
<br />
Maka betapa mengherankannya para pelaku maulid ini, mereka bergembira
dan bersenang-senang pada tanggal diwafatkannya Nabi -Shollallahu
‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- (12 Rabi’ul Awwal), sementara hari
kelahiran beliau adalah tanggal 8 Rabi‘ul Awwal menurut pendapat yang
paling kuat, maka apakah ada kerusakan dan kerancuan akal yang lebih
parah dari ini?!<br />
<br />
Ibnul Hajj -rahimahullah- berkata dalam Al-Madkhal (2/15), “Kemudian
yang sangat mengherankan, bisa-bisanya mereka merayakan maulid disertai
dengan nyanyian, kegembiraan, dan keceriaan karena kelahiran beliau
-‘Alaihis sholatu wassalam- -sebagaimana yang telah berlalu- pada bulan
yang mulia ini. Padahal pada bulan ini juga beliau -‘Alaihis sholatu
wassalam- berpindah menuju kemuliaan Tuhannya -’Azza wa Jalla- (yakni
wafat-pen.) yang mengagetkan ummat (para sahabat-pen.). Mereka (para
sahabat) ditimpa oleh musibah besar yang tidak ada satu musibahpun yang
mampu menandinginya selama-lamanya. Oleh karena itu, keharusan atas
setiap muslim adalah menangis, banyak-banyak bersedih, dan merenungi
dirinya masing-masing terhadap musibah ini …”.<br />
<br />
1. Kemudian kita katakan kepada mereka, “Bukankah ayat ini turun kepada
Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- ?! Lantas kenapa
beliau tidak pernah merayakan maulid sebagai bentuk pengamalan bagi
ayat?! Kenapa juga beliau tidak pernah memerintahkan para sahabat dan
keluarga beliau untuk melakukannya?! Padahal beliau adalah orang yang
paling bersemangat mengajari manusia dengan perkara yang bermanfaat bagi
mereka dan yang mendekatkan mereka kepada Penciptanya”.<br />
<br />
(Rujukan: Al-Bida’ Al-Hauliyah hl. 173-177 dan Ar-Roddu ‘ala Syubuhati man Ajazal Ihtifal bil Maulid syubhat pertama)<br />
<br />
2. Firman Allah -‘Azza wa Jalla- dalam surah Al-Ahzab ayat 56 :<br />
<br />
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai
orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian untuk Nabi dan
ucapkanlah salam penghormatan kepadanya”.<br />
<br />
Mereka mengatakan bahwa perayaan maulid bisa memotifasi sekaligus sarana
untuk bersholawat kepada Rasul -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi
wasallam-.<br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">Bantahan:</span><br />
<br />
1. Sama dengan bantahan pertama pada syubhat pertama.<br />
<br />
2. Syaikh Hamud At-Tuwaijiry -rahimahullah- berkata dalam Ar-Roddul
Qowy, hal. 70-71, “Sungguh Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi
wasallam- telah memotifasi untuk memperbanyak bersholawat kepada beliau
di waktu-waktu tertentu, seperti pada hari Jum’at, setelah adzan, ketika
nama beliau -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- disebut, dan
waktu-waktu lainnya. Sekalipun demikian, beliau tidak pernah
memerintahkan atau memotifasi untuk bersholawat kepada beliau pada malam
maulid beliau. Jadi, seyogyanya diamalkan sesuatu yang diperintahkan
oleh Rasululullah -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- dan
ditolak segala sesuatu yang beliau tidak perintahkan”. -Selesai dengan
sedikit perubahan-<br />
<br />
Syaikh Al-Muqthiry dalam Al-Mawrid hal. 18 menyatakan, “Bersholawat
kepada Nabi adalah perkara yang dituntut terus-menerus, bukan hanya di
awal tahun atau dalam dua hari sepekan.<br />
<br />
Allah -Ta’ala- berfirman:<br />
<br />
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai
orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian untuk Nabi dan
ucapkanlah salam penghormatan kepadanya”. (QS. Al-Ahzab : 56)<br />
<br />
Beliau -‘alaihish sholatu wassalam- bersabda:<br />
<br />
“Barangsiapa yang bersholawat atasku satu kali, maka Allah akan
bersholawat atasnya sepuluh kali” (HR. Muslim no. 384, 408 dari
‘Abdullah bin ‘Amr ibnul ‘Ash dan Abu Hurairah -radhiyallahu ‘anhuma-).<br />
<br />
Beliau telah memerintahkan untuk bersholawat kepadanya setelah adzan,
dalam sholat dan demikian pula ketika nama beliau -Shollallahu ‘alaihi
wa ‘ala alihi wasallam- disebut.<br />
<br />
Beliau bersabda:<br />
<br />
“Kecelakaan bagi seseorang yang mendengar namaku disebut di sisinya,
lantas dia tidak bershalawat kepadaku” (Telah berlalu takhrijnya).<br />
<br />
“Orang yang kikir adalah orang yang namaku disebutkan di sisinya, lalu
dia tidak bersholawat atasku” (HR. At-Tirmidzy (3546) dan An-Nasa`iy
dalam Al-Kubro(8100, 9883) dari Al-Husain bin ‘Ali -radhiyallahu
‘anhuma- dan dishohihkan oleh Al-Albany dalam Shohihul Jami’ no. 2878).<br />
<br />
(Rujukan: Ar-Roddu ‘ala Syubuhati man Ajazal Ihtifal bil Maulid syubhat
kedua dan Al-Mawrid fii Hukmil Ihtifal bil Maulid hal. 18)<br />
<br />
3. As-Suyuthy berkata dalam Al-Hawy (1/196-197), “…lalu saya melihat
Imamul Qurro`, Al-Hafizh Syamsuddin Ibnul Jauzy berkata dalam kitab
beliau yang berjudul ‘Urfut Ta’rif bil Maulid Asy-Syarif dengan nash
sebagai berikut, [“Telah diperlihatkan Abu Lahab setelah meningalnya di
dalam mimpi. Dikatakan kepadanya, “Bagaimana keadaanmu?”, dia menjawab,
“Di dalam Neraka, hanya saja diringankan bagiku (siksaan) setiap malam
Senin dan dituangkan di antara dua jariku air sebesar ini -dia
berisyarat dengan ujung jarinya- karena saya memerdekakan Tsuwaibah
ketika dia memberitahu kabar gembira kepadaku tentang kelahiran Nabi
-Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- dan karena dia telah
menyusuinya”]. Jika Abu Lahab yang kafir ini, yang Al-Qur`an telah turun
mencelanya, diringankan (siksaannya) di Neraka dengan sebab kegembiraan
dia dengan malam kelahiran Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi
wasallam-, maka bagaimana lagi keadaan seorang muslim yang bertauhid
dari kalangan ummat Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam-
yang gembira dengan kelahiran beliau dan mengerahkan seluruh
kemampuannya dalam mencintai beliau -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi
wasallam-?!, saya bersumpah bahwa tidak ada balasannya dari Allah Yang
Maha Pemurah, kecuali Dia akan memasukkannya berkat keutamaan dari-Nya
ke dalam surga-surga yang penuh kenikmatan”.<br />
<br />
Kisah ini juga dipakai berdalil oleh Muhammad bin ‘Alwi Al-Maliky dalam
risalahnya Haulal Ihtifal bil Maulid, hal. 8 tatkala dia berkata, “Telah
datang dalamShohih Al-Bukhary bahwa diringankan siksaan Abu lahab
setiap hari Senin dengan sebab dia memerdekakan Tsuwaibah ….”.<br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">Bantahan:</span><br />
<br />
Penyandaran kisah di atas kepada Imam Al-Bukhary adalah suatu kedustaan
yang nyata sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikh At-Tuwaijiry dalam
Ar-Roddul Qowy hal. 56. Karena tidak ada dalam riwayat Al-Bukhary
sesuatupun yang disebutkan dalam kisah di atas.<br />
<br />
Berikut konteks hadits ini dalam riwayat Imam Al-Bukhary dalamShohihnya
no. 4711 secara mursal [Hadits Mursal adalah perkataan seorang tabi’in,
“Rasululullah -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- bersabda ….”,
atau ia (tabi’in) menyandarkan sesuatu kepada Nabi -Shollallahu alaihi
wasallam-. Hadits mursaltermasuk dalam bagian hadits lemah menurut
pendapat paling kuat di kalangan para ulama] dari ‘Urwah bin Zubair
-rahimahullah-:<br />
<br />
“‘Tsuwaibah, dulunya adalah budak wanita Abu Lahab. Abu Lahab
membebaskannya, lalu dia menyusui Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala
alihi wasallam-. Tatkala Abu Lahab mati, dia diperlihatkan kepada
sebagian keluarganya (dalam mimpi) tentang jeleknya keadaan dia. Dia
(keluarganya ini) berkata kepadanya, “Apa yang engkau dapatkan?”, Abu
Lahab menjawab, “Saya tidak mendapati setelah kalian kecuali saya diberi
minum sebanyak ini [Yakni jumlah yang sangat sedikit] karena saya
memerdekakan Tsuwaibah”.<br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">Syubhat ini dibantah dari beberapa sisi:</span><br />
<br />
1. Hadits tentang diringankannya siksa Abu Lahab ini telah dikaji oleh
para ulama dari zaman ke zaman. Akan tetapi tidak ada seorangpun di
antara mereka yang menjadikannya sebagai dalil disyari’atkannya perayaan
maulid.<br />
<br />
2. Ini adalah hadits mursal sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Hafizh
dalamAl-Fath (9/49) karena ‘Urwah tidak menyebutkan dari siapa dia
mendengar kisah ini. Sedangkan hadits mursal adalah termasuk golongan
hadits-haditsdho’if (lemah) yang tidak bisa dipakai berdalil.<br />
<br />
3. Anggaplah hadits ini shohih maushul (bersambung), maka yang tersebut
dalam kisah ini hanyalah mimpi. Sedangkan mimpi -selain mimpinya para
Nabi- bukanlah wahyu yang bisa diterima sebagai hujjah. Bahkan
disebutkan oleh sebagian ahlil ilmi bahwa yang bermimpi di sini adalah
Al-‘Abbas bin ‘Abdil Muththolib dan mimpi ini terjadi sebelum beliau
masuk Islam.<br />
<br />
4. Apa yang dinukil oleh As-Suyuthy dari Ibnul Jauzy di atas bahwa Abu
Lahab memerdekakan Tsuwaibah karena memberitakan kelahiran Nabi
-Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- dan karena dia menyusui
Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- adalah menyelisihi apa
yang telah tetap di kalangan para ulama siroh (sejarah). Karena dalam
buku-buku siroh ditegaskan bahwa Abu Lahab memerdekakan Tsuwaibah jauh
setelah Tsuwaibah menyusui NabiShollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi
wasallam.<br />
<br />
Al-Hafizh Ibnu ‘Abdil Barr -rahimahullah- berkata dalam Al-Isti’ab
(1/12) ketika beliau membawakan biografi Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa
‘ala alihi wasallam-. Setelah menyebutkan kisah menyusuinya Nabi
-Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- kepada Tsuwaibah, beliau
menyatakan, “… dan Abu Lahab memerdekakannya setelah Nabi -Shollallahu
‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- berhijrah ke Madinah”.<br />
<br />
Lihat juga Ath-Thobaqot karya Muhammad bin Sa’ad bin Mani` Az-Zuhry
-rahimahullah- (1/108-109), Al-Fath (9/48), dan Al-Ishobah (4/250).<br />
<br />
1. Kandungan kisah ini menyelisihi zhohir Al-Qur`an yang menegaskan
bahwa orang-orang kafir tidak akan mendapatkan manfaat dari amalan
baiknya sama sekali di akhirat, akan tetapi hanya dibalas di dunia.<br />
<br />
Allah -Subhanahu wa Ta’ala- menegaskan:<br />
<br />
“Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan
amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan”. (QS. Al-Furqon : 23) [Lihat
Fathul Bary(9/49). Kecuali Abu Thalib yang diringankan siksanya karena
membela Nabi, sebagaimana dalam riwayat Muslim]<br />
<br />
1. Kegembiraan yang dirasakan oleh Abu Lahab hanyalah kegembiraan yang
sifatnya tabi’at manusia biasa karena Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala
alihi wasallam- adalah keponakannya. Sedangkan kegembiraan manusia
tidaklah diberikan pahala kecuali bila kegembiraan tersebut muncul
karena Allah -Subhanahu wa Ta’ala-. Buktinya, setelah Abu Lahab
mengetahui kenabian keponakannya, diapun memusuhinya dan melakukan
tindakan-tindakan yang kasar padanya. Ini bukti yang kuat menunjukkan
bahwa Abu Lahab bukan gembira karena Allah, tapi gembira karena lahirnya
seorang keponakan. Gembira seperti ini ada pada setiap orang.<br />
<br />
(Rujukan: Al-Bida’ Al-Hauliyah hal. 165-170, Ar-Roddu ‘ala Syubuhati man
Ajazal Ihtifal bil Maulid syubhat keenam dan Al-Hiwar ma’al Maliky
Syubhat pertama)<br />
<br />
4. Mereka (para pendukung maulid) berkata, “Allah -Subhanahu wa Ta’ala-
telah memuliakan sebagian tempat yang memiliki hubungan dengan para
Nabi, misalnya maqom (tempat berdiri) Ibrahim -‘alaihis salam-. Karena
itu, Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman:<br />
<br />
“Dan jadikanlah sebahagian maqam (tempat berdiri) Ibrahim sebagai tempat shalat”. (QS. Al-Baqarah : 125)<br />
<br />
Di dalam ayat ini terdapat motifasi untuk memperhatikan semua perkara
yang berhubungan dengan para Nabi. Maka di antara bentuk pengamalan ayat
ini adalah dengan memperhatikan hari kelahiran Nabi -Shollallahu
‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam-.<br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">Bantahan:</span><br />
<br />
1. Sama dengan jawaban pertama untuk syubhat pertama.<br />
<br />
2. Sesungguhnya seluruh ibadah landasannya adalah tauqifiyah (terbatas
pada dalil yang ada) dan ittiba’, bukan berlandaskan pendapat dan
perbuatan bid’ah. Jadi, perkara apapun yang dimuliakan oleh Allah dan
Rasul-Nya -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- berupa waktu
ataupun tempat, maka hanya itu saja yang berhak untuk dimuliakan. Dan
perkara apapun yang tidak dimuliakan oleh Allah dan Rasul-Nya, maka
perkara tersebut tak boleh dimuliakan. Betul Allah -Subhanahu wa Ta’ala-
telah memerintahkan seluruh hamba-Nya untuk menjadikan maqom Ibrahim
[Maqom artinya tempat seseorang berdiri. Dikatakan sebagai maqom Ibrahim
karena di tempat inilah Nabi Ibrahim berdiri ketika membangun Ka’bah.
Karenanya, jangan sampai ada yang salah faham dan menyangkan maqom
Ibrahim adalah kuburan beliau. Lagipula, para ulama telah bersepakat
bahwa semua kuburan para nabi -‘alaihimush sholatu was salam- tidak ada
yang tsabit (kuat) berdasarkan nash maupun berita yang autentik.
Syaikhul Islam menukil dari Imam Malik bin Anas -rahimahullah- beliau
berkata, “Tidak ada seorang nabi pun di dunia ini yang diketahui
kuburnya kecuali kubur Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam-”.( Lihat
Majmu’ Al-Fatawa 27/444 )] sebagai tempat sholat, akan tetapi Allah
-Subhanahu wa Ta’ala- tidak pernah memerintahkan mereka untuk menjadikan
hari kelahiran Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam-
sebagai hari raya yang mereka berbuat bid’ah di dalamnya.<br />
<br />
[Rujukan: Ar-Roddul Qowy karya Syaikh At-Tuwaijiry hal. 83 dan Ar-Roddu
‘ala Syubuhati man Ajazal Ihtifal bil Maulid, syubhat ketiga)<br />
<br />
5. Mereka juga berdalil dengan hadits Ibnu ‘Abbas -radhiyallahu ‘anhuma- tentang puasa ‘Asyuro` :<br />
<br />
“Nabi datang (hijrah) ke Madinah dan beliau mendapati orang-orang Yahudi
berpuasa pada hari ‘Asyuro`. Lalu beliau pun bertanya, “Apa ini?”,
mereka (orang-orang Yahudi) menjawab, “Ini adalah hari yang baik, hari
dimana Allah menyelamatkan Bani Isra`il dari musuh mereka, maka Musa
berpuasa padanya”. Beliau bersabda, “Kalau begitu saya lebih berhak
terhadap Musa daripada kalian”. Maka beliau pun berpuasa dan
memerintahkan (manusia) untuk berpuasa”. (HR. Al-Bukhary no. 1900 dan
Muslim no. 1130)<br />
<br />
Al-Hafizh Ibnu Hajar -rahimahullah- sebagaimana yang dinukil oleh
As-Suyuthy dalam Al-Hawy lil Fatawa (1/196) berkata setelah beliau
menyebutkan bahwa perayaan maulid tidak pernah dikerjakan oleh tiga
generasi pertama ummat ini. Beliau menyatakan, “Telah nampak bagiku
untuk menetapkannya -yakni perayaan maulid- di atas landasan yang shohih
yaitu …” [lalu beliau menyebutkan hadits Ibnu ‘Abbas di atas].<br />
<br />
Kemudian beliau berkata lagi, “Jadi, dari hadits ini diambil faidah
tentang perbuatan kesyukuran kepada Allah atas nikmat yang Dia berikan
pada suatu hari tertentu berupa terhasilkannya suatu kenikmatan atau
tertolaknya suatu bahaya. Sedang kesyukuran kepada Allah adalah dengan
mengamalkan berbagai jenis ibadah, seperti sujud, berpuasa, sedekah, dan
membaca Al-Qur`an. Maka, nikmat apakah yang lebih besar daripada nikmat
munculnya Nabiyyurrohmah ini -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi
wasallam- pada hari itu. Oleh karena itu, sepantasnya untuk
memperhatikan hari itu (yakni hari maulid) agar bersesuaian dengan kisah
Musa -‘alaihis salam- pada hari ‘Asyuro`”. Selesai berdasarkan
maknanya.<br />
<br />
Hadits ini juga dijadikan dalil oleh Muhammad bin ‘Alwy Al-Maliky untuk
membolehkan perayaan maulid dalam kitabnya Haulal Ihtifal bil Maulid
hal. 11-12.<br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">Jawaban:</span><br />
<br />
1. Lihat jawaban pertama atas syubhat pertama.<br />
<br />
2. Sesungguhnya Al-Hafizh -rahimahullah- telah menegaskan di awal
ucapannya bahwa asal perayaan maulid adalah bid’ah, tidak pernah
dikerjakan oleh para ulama salaf. Perkataan beliau tentang hal ini akan
kami sebutkan pada bab ketiga belas.<br />
<br />
3. Pemahaman Al-Hafizh tentang dibolehkannya maulid yang beliau petik
dari hadits di atas merupakan pemahaman yang salah dan tertolak. Karena
tidak ada seorangpun dari kalangan para ulama salaf yang memahami dari
hadits tersebut dibolehkannya perayaan maulid. Lihat kembali pembahasan
pada bab pertama dan juga kitab Al-Muwafaqot (3/41-44) karya
Asy-Syathiby -rahimahullah-.<br />
<br />
4. Mengqiaskan (menganologikan) bid’ah maulid dengan puasa ‘Asyuro`
adalah suatu bentuk takalluf (pemaksaan) yang nyata dan tertolak karena
ibadah landasannya adalah syari’at, bukan berdasarkan pendapat ataupun
anggapan baik.<br />
<br />
5. Sesungguhnya puasa ‘Asyuro` adalah perkara yang telah diamalkan oleh
Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam-, bahkan beliau memberi
motifasi untuk mengamalkannya. Berbeda halnya dengan perayaan maulid
dan menjadikannya sebagai hari raya, karena Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa
‘ala alihi wasallam- tidak pernah mengerjakannya dan juga tidak pernah
memotifasi untuk mengerjakannya.<br />
<br />
[Rujukan: Al-Bida’ Al-Hauliyah hal. 159-161 dan Ar-Roddu ‘ala Syubhati man Ajazal Ihtifal bil Maulid syubhat kelima]<br />
<br />
6. Setelah menyebutkan perkataan Al-Hafizh di atas, As-Suyuthy kemudian
membawakan dalil yang lain yaitu hadits Anas bin Malik -radhiyallahu
‘anhu-, beliau berkata :<br />
<br />
“Bahwa sesungguhnya Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam-
melakukan aqiqah untuk diri beliau sendiri setelah beliau diangkat
menjadi Nabi”. (HR. Al-Baihaqy(9/300))<br />
<br />
Lalu dia (As-Suyuthy) berkata, “… padahal telah datang (riwayat) bahwa
kakek beliau ‘Abdul Muththolib telah melaksanakan aqiqah untuk beliau
pada hari ketujuh kelahiran beliau, sedangkan aqiqah tidaklah diulangi
dua kali. Maka perbuatan tersebut (yakni aqiqah setelah menjadi Nabi)
dibawa kepada (pemahaman) bahwa yang beliau lakukan itu adalah dalam
rangka menampakkan kesyukuran atas penciptaan Allah terhadap diri beliau
sebagai rahmat bagi seluruh alam dan sekaligus (perbuatan beliau
tersebut) sebagai syari’at bagi ummatnya sebagaimana beliau -Shollallahu
‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- telah bersholawat untuk diri beliau
sendiri. Oleh karena itulah, disunnahkan juga bagi kita untuk
menampakkan kesyukuran dengan kelahiran beliau …”.<br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">Jawaban:</span><br />
<br />
1. Hadits di atas yang menunjukkan bahwa Nabi -Shollallahu alaihi wa
sallam- mengaqiqahi diri beliau setelah diangkat menjadi nabi adalah
hadits yang lemah dan tidak bisa dipakai berhujjah, karena di dalamnya
terdapat seorang rowi lemah yang bernama ‘Abdullah bin Muharrar
Al-Jazary.<br />
<br />
Al-Baihaqy setelah meriwayatkan hadits di atas, beliau
berkata,“’Abdurrozzaq berkata, [“Tidaklah mereka meninggalkan ‘Abdullah
bin Muharrar kecuali karena keadaan hadits ini, dan juga (hadits ini)
diriwayatkan dari jalan lain dari Anas dan tidak teranggap sama
sekali”]”.<br />
<br />
‘Abdullah bin Muharrar ini telah dilemahkan oleh sekian banyak ulama
dengan pelemahan yang sangat keras, di antaranya adalah: Imam Ahmad,
Ad-Daraquthny, Ibnu Hibban, Ibnu Ma’in, Imam Al-Bukhary, dan juga
Al-Hafizh Adz-Dzahaby -rahimahumullahu jami’an-.<br />
<br />
Lihat At-Talkhis Al-Habir (4/147) dan Mizanul I’tidal pada biografi ‘Abdullah bin Muharrar ini.<br />
<br />
1. Syaikh Abu Bakr Al-Jaza`iry -hafizhohullah- berkata dalam Al-Inshof
fima Qila fil Maulid (61-62), “Apakah tsabit (shohih) bahwa aqiqah itu
dulunya disyari’atkan bagi ahli jahiliyah (musyrik Quraisy) dan (apakah)
mereka mengamalkannya, sehingga kita bisa mengatakan bahwa ‘Abdul
Muththolib telah mengaqiqahi anak lelaki dari putranya?! Apakah
amalan-amalan ahli jahiliyah diperhitungkan dalam Islam sehingga kita
bisa menyatakan bahwa Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam-
mengaqiqahi diri beliau hanya sekedar sebagai kesyukuran dan bukan dalam
rangka menegakkan sunnah aqiqah, jika dia (kakek beliau) telah
mengaqiqahi beliau?!. Maha Suci Allah, betapa aneh dan asingnya
pendalilan ini.<br />
<br />
Apakah jika shohih (benar) bahwa Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi
wasallam- menyembelih satu ekor kambing sebagai bentuk kesyukuran akan
nikmat penciptaan diri beliau, apakah hal ini mengharuskan (bolehnya)
menjadikan hari lahir beliau sebagai hari raya bagi manusia?!”.<br />
<br />
[Rujukan: Al-Bida’ Al-Hauliyah hal. 161-164 dan Ar-Roddu ‘ala Syubhati man Ajazal Ihtifal bil Maulid syubhat kedelapan]<br />
<br />
7. Muhammad ‘Alwy Al-Maliky dalam kitabnya Haulal Ihtifal bil Maulid
hal. 10 berdalil tentang disyari’atkannya perayaan maulid dengan hadits
yang diriwayatkan oleh Imam Muslim no. 1162 dari hadits Abu Qotadah
Al-Anshory -radhiyallahu ‘anhu- bahwa Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala
alihi wasallam- ditanya tentang puasa pada hari Senin, maka beliau
menjawab :<br />
<br />
“Itu adalah hari saya dilahirkan dan hari diturunkannya (wahyu) kepadaku”.<br />
<br />
Sisi pendalilan dari hadits ini -menurutnya- adalah bahwa beliau
-Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- memuliakan dan mengagungkan
hari lahir beliau dengan cara berpuasa pada hari itu. Ini (berpuasa)
hampir semakna dengan perayaan walaupun bentuknya berbeda. Yang jelas
makna pemuliaan itu ada, apakah dengan berpuasa atau dengan memberi
makan atau dengan berkumpul-kumpul untuk mengingat dan bersholawat
kepada beliau dan lain-lainnya.<br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">Bantahan:</span><br />
<br />
1. Lihat bantahan pertama untuk syubhat pertama.<br />
<br />
2. Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- tidak berpuasa pada
hari kelahiran beliau, yaitu tanggal 12 Rabi’ul Awwal [Itupun telah
kita tegaskan bahwa yang benarnya beliau dilahirkan pada tanggal 8
Rabi’ul Awwal], akan tetapi beliau berpuasa pada hari Senin yang setiap
bulan berulang sebanyak empat kali. Beliau juga tidak pernah
mengkhususkan untuk mengerjakan amalan-amalan tertentu pada tanggal
kelahiran beliau. Maka semua ini adalah bukti yang menunjukkan bahwa
beliau -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- tidaklah menganggap
tanggal kelahiran beliau lebih afdhol daripada yang lainnya. Lihat
Ar-Roddul Qowy hal. 61-62<br />
<br />
3. Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- tidak mengkhususkan
berpuasa hanya pada hari Senin saja akan tetapi beliau juga berpuasa
pada hari Kamis, sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah -radhiyallahu
‘anhu- secara marfu‘:<br />
<br />
“Amalan-amalan disodorkan setiap hari Senin dan kamis, maka saya senang
jika amalan saya disodorkan sedang saya dalam keadaan berpuasa”. (HR.
At-Tirmidzyno. 747 dan dishohihkan oleh Al-Albany dalam Al-Irwa` no.
949)<br />
<br />
Jadi, berdalilkan dengan puasa hari Senin untuk membolehkan perayaan
Maulid adalah puncak takalluf (pemaksaan) dan pendapat yang sangat jauh
dari kebenaran.<br />
<br />
1. Jika yang diinginkan dari perayaan maulid adalah sebagai bentuk
kesyukuran kepada Allah -Ta’ala- atas nikmat kelahiran Nabi -Shollallahu
‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam-, maka suatu perkara yang masuk akal
-dan memang inilah yang ditetapkan oleh syari’at- kalau pelaksanaan
kesyukuran tersebut sesuai dengan pelaksanaan kesyukuran Nabi
-Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- atasnya,yakni dengan
berpuasa. Oleh karena itu, hendaknya kita berpuasa sebagaimana beliau
berpuasa [Maksudnya berpuasa pada hari Senin sebagaimana Nabi
-Shollallahu ‘alaihi wasallam- berpuasa hari Senin. Adapun berpuasa
tepat pada tanggal 12 Rabi’ul Awwal -kalaupun ini kita anggap pendapat
yang paling benar tentang hari lahir beliau-, maka tidak disyari’atkan
karena tak ada dalil yang mengkhususkannya dengan puasa, yang ada
hanyalah berpuasa pada hari Senin. [ed]], bukan malah dengan
menghambur-hamburkan uang untuk makanan dan yang semisalnya.
LihatAl-Inshof fima Qila fil Maulid hal. 64-66 karya Abu Bakr
Al-Jaza`iry.<br />
<br />
(Rujukan: Al-Bida’ Al-Hauliyah hal. 171-172 dan Ar-Roddu ‘ala Syubhati man Ajazal Ihtifal bil Maulid syubhat keempat)<br />
<br />
8. Sabda Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- tentang keutamaan hari Jum’at:<br />
<br />
“Sebaik-baik hari yang matahari terbit padanya adalah hari Jum’at,
padanya diciptakan Adam, padanya dia diwafatkan, padanya dia dimasukkan
ke Surga dan padanya dia dikeluarkan darinya, serta tidak akan tegak
Hari Kiamat kecuali pada hari Jum’at”. (HR. Muslim no. 854 dari Abu
Hurairah -radhiyallahu ‘anhu-)<br />
<br />
Dalam kitab Haulal Ihtifal hal. 14, Muhammad ‘Alwy Al-Maliky menyatakan
bahwa jika hari Jum’at memiliki keutamaan karena pada hari itu Nabi Adam
tercipta, maka tentunya hari ketika pimpinan para Nabi -Shollallahu
‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- tercipta itu lebih pantas untuk
mendapatkan keutamaan dan pemuliaan.<br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">Bantahan:</span><br />
<br />
1. Sama dengan bantahan pertama atas syubhat pertama.<br />
<br />
2. Syaikh At-Tuwaijiry -rahimahullah- berkata dalam Ar-Roddul Qowy hal.
82,“Sesungguhnya Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- tidak
pernah mengkhususkan hari Jum’at untuk melaksanakan sesuatupun berupa
amalan-amalan sunnah, dan beliau telah melarang untuk mengkhususkan hari
Jum’at dengan berpuasa atau mengkhususkan malam Jum’at untuk sholat
lail. Di dalam Shohih Muslim [No. hadits 1144] dari Abu Hurairah
-radhiyallahu ‘anhu-, dari Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi
wasallam- bahwa beliau bersabda:<br />
<br />
“Jangan kalian mengkhususkan malam Jum’at di antara malam-malam lainnya
dengan mengerjakan sholat malam dan jangan kalian khususkan hari Jum’at
di antara hari-hari lainnya dengan berpuasa, kecuali bila (hari Jum’at)
bertepatan dengan hari kebiasaan salah seorang di antara kalian
berpuasa”.<br />
<br />
Jika Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- tidak
mengkhususkan hari Jum’at dengan sesuatu apapun berupa amalan-amalan
sunnah -padahal Adam ’alaihis salam diciptakan pada hari itu-, maka apa
hubungannya dengan Ibnul ‘Alwy dan selainnya, yang menyebutkan
pendalilan tersebut tentang dibolehkannya perayaan maulid?!”. Selesai
dengan perubahan<br />
<br />
[Rujukan: Ar-Roddu ‘ala Syubhati man Ajazal Ihtifal bil Maulid, syubhat ketujuh]<br />
<br />
9. Hadits Anas bin Malik -radhiyallahu ‘anhu-, bahwasanya Nabi
-Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- bercerita ketika beliau
melakukan Isro` dan Mi’roj:<br />
<br />
“Lalu dia (Jibril) berkata, “Turun dan sholatlah!”, maka sayapun turun
lalu mengerjakan sholat. Lalu dia bertanya, “Tahukah engkau di mana
engkau sholat? Engkau sholat di Betlehem, tempat ‘Isa -‘alaihis salam-
dilahirkan””. (HR. An-Nasa`i (1/221-222/450))<br />
<br />
Hadits ini dijadikan dalil oleh Muhammad ‘Alwy Al-Maliky dalam Haulal
Ihtifal hal. 14-15 untuk membolehkan perayaan maulid. Sisi pendalilannya
adalah bahwa beliau -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam-
diperintahkan untuk memuliakan tempat kelahiran Nabi ‘Isa dengan cara
sholat di atasnya. Maka hari dan tempat kelahiran Nabi Muhammad
-Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- lebih pantas lagi untuk
dimuliakan dengan mengadakan perayaan maulid.<br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">Bantahan:</span><br />
<br />
Kisah tentang sholatnya beliau di Betlehem ini juga datang dari hadits
Syaddad bin ‘Aus -radhiyallahu ‘anhu- riwayat Al-Bazzar dalam Al-Musnad
no. 3484 dan Ath-Thobarony (7/282-283/7142) dan juga dari hadits Abu
Hurairah -radhiyallahu ‘anhu- riwayat Ibnu Hibban dalam Al-Majruhin
(1/187-188) dalam biografi Bakr bin Ziyad Al-Bahily.<br />
<br />
Ketiganya adalah hadits yang lemah dan mungkar. Berikut kesimpulan
bantahan Al-‘Allamah Al-Anshory -rahimahullah- dalam Al-Qaulul Fashl,
hal. 138-145 terhadap kisah di atas:<br />
<br />
1. Hadits Anas bin Malik -radhiyallahu ‘anhu-.<br />
<br />
Ibnu Katsir -rahimahullah- berkata setelah menyebutkan hadits ini dalam
rangkaian hadits-hadits tentang Isro` dan Mi’roj ketika menafsirkan ayat
pertama dari surah Al-Isro‘, “Di dalam kisah ini ada ghorobah [Kata
ghorib ataughorobah jika digunakan oleh At-Tirmidzy dalam Sunannya, Ibnu
Katsir dalam Tafsirnya dan Az-Zayla’iy dalam Nashbur Royah maka
kebanyakannya bermakna dho’if (lemah)] (keanehan) dan sangat mungkar”.<br />
<br />
Beliau juga berkata dalam Al-Fushul fii Ikhtishori Sirotur Rosul,“Ghorib
(aneh), sangat mungkar, dan sanadnya muqorib. Dalam hadits-hadits yang
shohih, ada perkara yang menunjukkan tentang kemungkarannya, wallahu
A’lam”.<br />
<br />
Yakni kisah tentang sholatnya beliau -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi
wasallam- di Betlehem ini, tidak ada disebutkan dalam kisah Isro` dan
Mi’roj dalam hadits-hadits lain yang shohih.<br />
<br />
2. Hadits Syadad bin Aus -radhiyallahu ‘anhu-.<br />
<br />
Di dalam sanadnya ada rowi yang bernama Ishaq bin Ibrahim ibnul ‘Ala` Adh-Dhohhak Az-Zubaidy Ibnu Zibriq Al-Himshy.<br />
<br />
Al-Hafizh berkata dalam Al-Fath, “(Orangnya) Jujur, tapi banyak bersalah
(dalam periwayatan). Muhammad bin ‘Auf mengungkapkan bahwa dia
berdusta”.<br />
<br />
Adz-Dzahaby berkata dalam Al-Mizan, “An-Nasa`iy berkata : “(Orangnya) tidak tsiqoh”.<br />
<br />
Abu Daud berkata, “Tidak ada apa-apanya (baca: tidak ada nilainya) dan
dia dianggap pendusta oleh Muhammad bin ‘Auf Ath-Tho`iy, seorang ahli
hadits negeri Himsh””.<br />
<br />
Ibnu Katsir -rahimahullah- berkata dalam Tafsirnya setelah menyebutkan
jalan-jalan periwayatan hadits Syaddad ini, “Tidak ada keraguan, hadits
ini -yang saya maksudkan adalah yang diriwayatkan dari Syaddad bin Aus-
mengandung beberapa perkara, di antaranya ada yang shohih -sebagaimana
yang disebutkan oleh Al-Baihaqy-, dan di antaranya ada yang mungkar,
seperti (kisah) sholat (Nabi –Shollallahu alaihi wa sallam-) di Betlehem
dan (kisah) pertanyaan (Abu Bakar) Ash-Shiddiq tentang sifat Baitul
Maqdis dan selainnya, wallahu A’lam”.<br />
<br />
3. Hadits Abu Hurairah -radhiyallahu ‘anhu-.<br />
<br />
Di dalam sanadnya terdapat Bakr bin Ziyad Al-Bahily. Ibnu Hibban
berkata, “Syaikh pendusta, membuat hadits palsu dari para tsiqot
(rowi-rowi terpercaya), tidak halal menyebut namanya dalam kitab-kitab
kecuali untuk dicela”.<br />
<br />
Beliau juga berkata mengomentari hadits Abu Hurairah di atas, “Ini
adalah sesuatu yang orang awamnya ahli hadits tidak akan ragu lagi bahwa
ini adalah palsu, terlebih lagi pakar dalam bidang ini”. [Perkataan
beliau ini dinukil oleh Ibnul Jauzy dalam Al-Maudhu’at (1/113-114),
Adz-Dzahaby dalam Al-Mizan(1/345) dan Asy-Syaukany dalam Al-Fawa`id
Al-Majmu’ah fil Ahadits Al-Maudhu’ah hal. 441]<br />
<br />
Ibnu Katsir berkata berkata dalam Al-Fushul fii Ikhtishori Sirotur
Rosul, hal. 22 dalam mengomentari hadits Abu Hurairah ini, “Juga tidak
shohih karena keadaan Bakr bin Ziyad yang telah berlalu”. Yakni beliau
menghukuminya sebagai rowi yang matruk (ditinggalkan haditsnya).<br />
<br />
Sebagai kesimpulan, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah -rahimahullah- berkata
dalam tafsir surah Al-Ikhlash hal. 169, “Apa yang diriwayatkan oleh
sebagian mereka tentang hadits Isro` bahwa dikatakan kepada Nabi
-Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam-, [“Ini adalah baik, turun
dan sholatlah”, maka beliau turun lalu sholat, “Ini adalah tempat
bapakmu, turun dan sholatlah”],merupakan (riwayat) dusta dan palsu. Nabi
-Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- tidak pernah sholat pada
malam itu kecuali di Masjid Al-Aqshosebagaimana dalam Ash-Shohih dan
beliau tidak pernah turun kecuali padanya”.<br />
<br />
Ibnul Qoyyim -rahimahullah- dalam Zadul Ma’ad berkata, “Konon kabarnya,
beliau turun di Betlehem dan sholat padanya. Hal itu tidak benar dari
beliau selama-lamanya”. -Selesai dari Al-Qaulul Fashl-<br />
<br />
[Rujukan: Ar-Roddu ‘ala Syubhat man Ajazal Maulid syubhat kesembilan]<br />
<br />
10. Sesungguhnya para penya’ir dari kalangan sahabat, seperti Ka’ab bin
Zuhair, Hassan bin Tsabit, dan yang lainnya -radhiyallahu ‘anhum-,
mereka membacakan sya’ir-sya’ir pujian kepada Rasulullah -Shollallahu
‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- dan beliau ridho dengan perbuatan mereka
serta membalas mereka dengan membacakan sholawat dan mendo’akan
kebaikan kepada mereka.<br />
<br />
Ini dijadikan dalil oleh Hasyim Ar-Rifa’iy sebagaimana dalam Ar-Roddul Qowy hal. 78.<br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">Bantahan:</span><br />
<br />
Al-‘Allamah At-Tuwaijiry -rahimahullah- berkata dalam Ar-Roddul Qowy,
hal. 79, “Tidak pernah disebutkan dari seorangpun dari para penya’ir
sahabat -radhiyallahu ‘anhum- bahwa mereka mengungkapkan kecintaan
mereka kepada Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- dengan melantunkan
qoshidah-qoshidah (sya’ir-sya’ir) pada malam kelahiran beliau, akan
tetapi kebanyakannya mereka melantunkannya ketika terjadinya penaklukan
suatu negeri dan ketika mengalahkan musuh-musuh. Di bangun di atas dasar
ini, berarti pelantunan (sya’ir) di depan Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa
‘ala alihi wasallam- bukanlah sesuatu yang pernah dilakukan oleh Ka’ab
bin Zuhair, Hassan bin Tsabit, dan selain keduanya dari kalangan para
penya’ir sahabat, (bukanlah) merupakan perkara yang bisa dipegang oleh
Ar-Rifa’iy dan selainnya dalam menguatkan bid’ah maulid”. -Selesai
dengan sedikit meringkas-.<br />
<br />
[Rujukan: Ar-Roddu ‘ala Syubhat man Ajazal Maulid syubhat kesepuluh]<br />
<br />
11. Sesungguhnya perayaan maulid adalah perkumpulan dzikir, sedekah, dan
pengagungan terhadap sisi kenabian. Dan semua perkara ini tentunya
merupakan perkara yang dituntut dan dipuji dalam syari’at Islam.<br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">Jawaban:</span><br />
<br />
Tidak diragukan bahwa semua yang disebutkan di atas berupa dzikir,
sedekah, dan mengingat Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam-
merupakan ibadah, bahkan termasuk di antara ibadah yang memiliki
kedudukan yang besar dalam Islam. Akan tetapi perlu diketahui bahwa
ibadah nantilah diterima setelah terpenuhi dua syarat, ikhlas dan sesuai
dengan petunjuk Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam-
[Lihat kembali bab Syarat Diterimanya Amalan]. Kemudian, di antara
kaidah yang masyhur di tengah para ulama dan para penuntut ilmu bahwa
suatu ibadah bila perintah pelaksanaannya datang dalam bentuk umum
-yakni tidak terikat dengan suatu waktu maupun tempat-, maka ibadah
tersebut juga harus dilaksanakan secara mutlak tanpa mengkhususkan waktu
dan tempat tertentu, kapan dikhususkan tanpa adanya dalil maka
perbuatan tersebut dhukumi sebagai bid’ah [Kaidah ini disebutkan oleh
Syaikh Nashirudin Al-Albany dalam Ahkamul Jana`iz hal. 306]. Oleh karena
itulah, termasuk bid’ah tatkala mengkhususkan pelaksanaan ibadah
dzikir, sedekah, dan mengingat Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi
wasallam- hanya pada tanggal kelahiran Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala
alihi wasallam-.<br />
<br />
[Rujukan: Ar-Roddu ‘ala Syubhat man Ajazal Maulid syubhat ke sebelas]<br />
<br />
12. Sesungguhnya perayaan maulid adalah perkara yang dianggap baik oleh
banyak ulama dan telah diterima, bahkan dilangsungkan secara turun
temurun oleh kebanyakan kaum muslimin di kebanyakan negeri-negeri kaum
muslimin. Maka tentunya hal itu adalah kebaikan karena kaidah yang
diambil dari hadits Ibnu Mas’ud -radhiyallahu ‘anhu- menyatakan bahwa,
[“Apa-apa yang dianggap baik oleh kaum muslimin, maka itu juga baik di
sisi Allah”].<br />
<br />
Ini adalah termasuk dalil yang disebutkan oleh Muhammad bin ‘Alwy Al-Maliky dalam Haulal Ihtiffal hal. 15.<br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">Bantahan:</span><br />
<br />
1. Telah berlalu jawaban atas hadits Ibnu Mas’ud -radhiyallahu ‘anhu- pada bab ketiga.<br />
<br />
2. Siapa yang dimaksudkan sebagai ulama oleh Al-Maliky di sini??! Kalau
yang dia maksudkan adalah para sahabat serta orang-orang yang mengikuti
mereka dengan baik, maka ini adalah kedustaan atas nama mereka. Kalau
yang dia maksudkan adalah selain mereka dari kalangan Al-Qoromithoh,
Al-Bathiniyah, dan Shufiah, maka Al-Maliky benar karena memang perayaan
maulid ini tidaklah muncul kecuali atas prakarsa mereka, sebagian mereka
-yakni Al-Bathiniyyah- telah dikafirkan oleh para ulama. Lihat bab
kesembilan dari buku ini.<br />
<br />
3. Syaikh Sholih Al-Fauzan -hafizhohullah- berkata dalam risalah beliau
Hukmul Ihtifal bi Dzikril Maulid An-Nabawy, “Yang menjadi hujjah adalah
sesuatu yang tsabit (shohih) dari Rasul -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala
alihi wasallam-. Sedang yang tsabit dari Rasul -Shollallahu ‘alaihi wa
‘ala alihi wasallam- adalah larangan berbuat bid’ah secara umum, dan ini
-yakni perayaan maulid- di antara bentuknya.<br />
<br />
Amalan manusia, jika menyelisihi dalil maka bukanlah hujjah walaupun jumlah mereka banyak.<br />
<br />
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini,
niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah”. (QS. Al-An’am :
116)<br />
<br />
Itupun akan terus menerus ada -berkat nikmat Allah- pada setiap zaman
orang-orang yang mengingkari bid’ah ini dan menjelaskan kebatilannya.
Jadi, tidak ada hujjah pada amalan orang yang terus menghidupkan (bid’ah
ini) setelah jelas baginya kebenaran”.<br />
<br />
[Rujukan: Ar-Roddu ‘ala Syubhat man Ajazal Maulid syubhat kedua belas]<br />
<br />
13. Sebagian mereka berdalih bahwa sebagian ulama sunnah ada yang
memperbolehkan perayaan maulid, seperti Imam As-Suyuthy -rahimahullah-
dan yang lainnya. Maka kami hanya mengikuti mereka karena mereka adalah
orang yang berilmu.<br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">Bantahan:</span><br />
<br />
Tidak diragukan bahwa ucapan ini adalah ucapan yang penuh dengan
fanatisme, taqlid, dan kesombongan yang telah diharamkan oleh Allah
-Subhanahu wa Ta’ala- sebagaimana yang telah berlalu penjelasannya pada
bab kelima dari buku ini.<br />
<br />
Kemudian, perselisihan para ulama dalam masalah ini -yakni bid’ahnya
maulid- adalah perselisihan yang sifatnya tadhodh (saling berlawanan dan
menafikan), yang salah satunya adalah kebenaran dan yang lainnya adalah
kebatilan, bukan perselisihan tanawwu’ (cabang) yang sifatnya masih
menerima toleransi dan kompromi.<br />
<br />
Sebagai seorang muslim, hendaknya mengembalikan semua perselisihan hanya
kepada Allah dan Rasul-Nya, sebagaimana yang telah kami tegaskan pada
bab pertama.<br />
<br />
[Rujukan: Ar-Roddu ‘ala Syubhat man Ajazal Maulid syubhat ketiga belas]<br />
<br />
14. Pengakuan dari seseorang yang bernama Muhammad ‘Utsman Al-Mirghony
dalam muqaddimah kitabnya yang berjudul Al-Asror Ar-Robbaniyah, hal. 7.
Dia nyatakan bahwa dia menerima syari’at perayaan maulid ini langsung
dari Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- dalam mimpinya.<br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">Bantahan:</span><br />
<br />
Al-‘Allamah Isma’il Al-Anshory -rahimahullah- berkata dalam Al-Qaulul
Fashl, “Sesungguhnya bersandar di atas pengakuan bahwa seseorang
menerima perintah-perintah Nabi (-Shollallahu alaihi wasallam-) dalam
mimpi untuk merayakan maulid Nabi (-Shollallahu alaihi wasallam-)
tidaklah teranggap, karena mimpi dalam tidur tidak bisa menetapkan
sunnah yang tidak ada dan tidak bisa membatalkan sunnah yang sudah ada
sebagaimana yang dijelaskan oleh para ulama”.<br />
<br />
Imam Abu Zakaria An-Nawawy -rahimahullah- berkata dalam menjelaskan
perkataan Imam Muslim -rahimahullah- tentang “Menyingkap aib-aib para
perawi hadits” dalam Shohihnya (1/115), “Tidak boleh menetapkan hukum
syar’i dengannya -yaitu dengan mimpi-, karena keadaan tidur bukanlah
keadaan menghafal dan yakin terhadap apa yang didengar oleh yang
bermimpi tersebut. Mereka telah bersepakat bahwa termasuk syarat orang
yang diterima riwayat dan persaksiannya adalah orang yang terjaga, bukan
orang yang lalai, bukan orang yang jelek hafalannya, dan tidak banyak
salah (dalam hafalan), …”.<br />
<br />
Inilah hukum semua mimpi selain mimpinya para Nabi yakni tidak bisa
menetapkan syari’at yang tidak pernah dituntunkan oleh Nabi -Shollallahu
‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- dan sebaliknya mimpi tidak bisa
menghapuskan sesuatu yang telah ditetapkan oleh Nabi -Shollallahu
‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- dalam hidup beliau, walaupun yang dia
lihat di dalam mimpinya adalah betul Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala
alihi wasallam- [Akan tetapi hal ini tentunya tidak mungkin. Yang dia
lihat di dalam mimpnya pasti adalah setan yang mengaku sebagai Nabi
-Shallallahu ‘alaihi wasallam-, karena tidak mungkin beliau
memerintahkan seseuatu yang telah beliau larang ketika beliau masih
hidup].<br />
<br />
Imam Asy-Syathiby -rahimahullah- berkata dalam Al-I’tishom (1/209),
“Mimpi selain para Nabi tidak bisa menghukumi syari’at, bagaimanapun
keadaannya kecuali harus diperhadapkan kepada sesuatu yang ada di depan
kita berupa hukum-hukum syari’at (Al-Kitab dan As-Sunnah). Jika
hukum-hukum syari’at ini membolehkannya, maka kita amalkan berdasarkan
hukum-hukum itu. Jika tidak, maka wajib untuk ditinggalkan dan berpaling
darinya. Faidahnya tidak lain sekedar sebagai kabar gembira (bila
mimpinya baik) atau peringatan (jika mimpinya buruk). Adapun mengambil
petikan-petikan hukum darinya, maka tidak!”.<br />
<br />
[Rujukan: Ar-Roddu ‘ala Syubhat man Ajazal Maulid syubhat keempat belas]<br />
<br />
15. As-Sakhowy [Beliau adalah salah seorang murid senior dari Al-Hafizh
Ibnu Hajar -rahimahullah-] -rahimahullah- berkata, “Jika penganut salib
(Nashoro) menjadikan malam kelahiran Nabi mereka sebagai hari raya
besar, maka penganut Islam lebih pantas dan lebih harus untuk memuliakan
(Nabi mereka)”.<br />
<br />
Ini disebutkan oleh Hasyim Ar-Rifa’iy dan dia berdalil dengannya dalam
membolehkan maulid sebagaimana dalam Ar-Roddul Qowy, hal. 25 karya
Syaikh Hamud bin Abdillah At-Tuwaijiry -rahimahullah-.<br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">Jawaban:</span><br />
<br />
Tidak ada keraguan bahwa merayakan maulid dan menjadikannya sebagai hari
raya adalah di bangun atas tasyabbuh (penyerupaan) kepada Nashara,
sedangkan tasyabbuh kepada orang-orang kafir adalah perkara yang
diharamkan dan terlarang berdasarkan sabda Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa
‘ala alihi wasallam-:<br />
<br />
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk darinya”.
(HR. Abu Daud no. 4031 dari Ibnu ‘Umar -radhiyallahu ‘anhuma- dan
dishohihkan oleh Al-Albany dalam Ash-Shohihah (1/676) dan Al-Irwa` no.
2384)<br />
<br />
Lihat kembali pada bab keenam dari buku ini.<br />
<br />
[Rujukan: Ar-Roddu ‘ala Syubhat man Ajazal Maulid syubhat kelima belas]<br />
<br />
16. Sesungguhnya perayaan maulid adalah amalan yang bisa menghidupkan
semangat kita untuk mengingat Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi
wasallam-, dan ini adalah perkara yang disyari’atkan.<br />
<br />
Ini dijadikan dalil oleh Muhammad bin ‘Alwy Al-Maliky dalam Haulal Ihtifal hal. 20.<br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">Bantahan:</span><br />
<br />
1. Cara mengingat Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam-
bukanlah dengan berbuat bid’ah yang telah beliau larang, akan tetapi
dengan cara meninggalkan semua jenis bid’ah -termasuk di dalamnya
perayaan maulid- dan semua perkara yang beliau larang. [Lihat bab
Hakikat Kecintaan Kepada Nabi -Shallallahu ‘Alaihi Wasallam-]<br />
<br />
2. Mengingat Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam-, -kalau
sekedar itu yang diinginkan-, maka tidak perlu dengan merayakan maulid.
Karena mengingat Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- bisa
dilakukan dengan bersholawat kepada beliau, berdo’a setelah mendengar
adzan, bersholawat kepada beliau ketika mendengar nama beliau disebut,
berdo’a setelah berwudhu, dan amalan-amalan ibadah lainnya. Semua amalan
ini adalah amalan yang sifatnya dilaksanakan secara kontinyu
(terus-menerus) siang dan malam, bukan hanya sekali setahun. [Di antara
sarana yang mengingatkan kita kepada Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam-
adalah dengan membaca dan mengkaji hadits-hadits beliau -Shollallahu
‘alaihi wasallam- agar bisa diamalkan. Sehingga orang yang mempelajari
hadits-hadits beliau akan tahu dan paham tentang aqidah, syari’at,
ibadah, akhlak, dan perjuangan beliau dalam menegakkan Islam. Semua ini
akan mendorong dirinya dan orang lain untuk mengamalkan sunnah dan
mengingat Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam-. Bahkan seorang yang
mengamalkan sunnah akan mengingatkan kita tentang sosok Nabi
-Shollallahu ‘alaihi wasallam-, seakan-akan beliau ada di depan kita.
Adapun orang yang meramaikan bid’ah maulid, maka mereka tidaklah
mengingatkan kita tentang sosok beliau -Shollallahu ‘alaihi wasallam-,
akan tetapi justru mengingatkan kita tentang natal, mengingatkan kita
tentang orang-orang bathiniyyah danshufiyyah karena merekalah yang
pertama kali melakukan maulid menurut para ahli tarikh. [ed]]<br />
<br />
[Rujukan: Hukmul Ihtifal bil Maulidin Nabawy war Roddu ‘ala man
Ajazahuhal. 29-30 karya Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Asy-Syaikh]<br />
<br />
17. Mereka mengatakan, “Perayaan maulid ini hanyalah sekedar adat
istiadat yang tidak ada kaitannya dengan agama sehingga tidak bisa
dianggap bid’ah”.<br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">Bantahan:</span><br />
<br />
Perkataan ini adalah tempat pelarian terakhir bagi orang-orang yang
membolehkan perayaan maulid setelah seluruh dalil-dalil mereka
dirontokkan. Itupun alasan yang mereka katakan ini adalah alasan yang
tidak bisa diterima karena para pendahulu mereka yang membolehkan maulid
baik dari kalangan ulama maupun yang bukan ulama telah menetapkan bahwa
perayaan maulid adalah ibadah di sisi mereka, dan seseorang akan
mendapatkan pahala dengannya. [Lihat bab Orang-Orang yang Merayakan
Maulid Menganggapnya Bagian dari Agama]<br />
<br />
18. Mereka juga berkata, “Perayaan maulid ini memang adalah bid’ah, tapi dia adalah bid’ah hasanah (yang baik)”.<br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">Bantahan:</span><br />
<br />
Bantahan atas syubhat ini telah kami paparkan panjang lebar pada bab ketiga dari buku ini.<br />
<br />
19. Perayaan maulid ini, walaupun dia adalah bid’ah akan tetapi telah
diterima dan diamalkan oleh ummat Islam sejak ratusan tahun yang lalu.<br />
<br />
Ini dijadikan dalil oleh Muhammad Mushthofa Asy-Syinqithy.<br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">Bantahan:</span><br />
<br />
Berikut kami bawakan secara ringkas bantahan Syaikh Muhammad bin Ibrahim
Alu Asy-Syaikh -rahimahullah- terhadap syubhat ini dari risalah
beliauHukmul Ihtifal bil Maulid war Roddu ala man Ajazahu. Beliau
berkata, “Ada beberapa perkara yang menunjukkan bodohnya orang ini:<br />
<br />
Pertama: Bahwasanya ummat ini ma’shumah (terpelihara) untuk bersepakat
di atas kesesatan sedangkan bid’ah dalam agama adalah kesesatan
berdasarkan nash dari Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam-.
Jadi perkataan dia ini, mengharuskan bahwa ummat ini telah bersepakat
(untuk membenarkan) perayaan maulid yang dia sendiri telah mengakuinya
sebagai bid’ah.<br />
<br />
Kedua: Sesungguhnya berhujjah dengan pengakuan seperti ini untuk
menganggap baik suatu bid’ah, bukanlah warisan para ulama yang hidup di
ketiga zaman keutamaan dan tidak pula orang-orang yang mencontoh mereka,
sebagaimana hal ini telah diterangkan oleh Imam Asy-Syathiby
-rahimahullah- dalam kitab beliau Al-I’tishom.<br />
<br />
Beliau (Asy-syathiby) berkata, [“Tatkala berbagai bid’ah dan
penyimpangan telah disepakati oleh manusia atasnya (baca :
membenarkannya), maka jadilah orang yang jahil berkata, “Seandainya ini
adalah kemungkaran maka tentu tidak akan dikerjakan oleh manusia””]”.<br />
<br />
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata dalam Al-Iqhtidho`, “Barangsiapa
yang berkeyakinan bahwa kebanyakan adat-adat yang menyelisihi sunnah ini
adalah perkara yang disepakati (akan kebolehannya) dengan berlandaskan
bahwa ummat ini telah menyetujuinya dan mereka tidak mengingkarinya,
maka dia telah salah dalam keyakinannya itu. Sesungguhnya akan
terus-menerus ada orang-orang yang melarang dari seluruh adat-adat yang
dimunculkan, yang menyelisihi sunnah”.<br />
<br />
Ketiga: Sesuatu (berupa keterangan) yang akan kami sebutkan dari para
ulama kaum muslimin berupa dipenuhinya perayaan maulid tersebut dengan
perkara-perkara yang diharamkan, serta penjelasan bahwa perayaan maulid
yang tidak mengandung perkara-perkara yang diharamkan maka dia tetap
merupakan bid’ah” [Lihat bab Kemungkaran-Kemungkaran dalam Perayaan
Maulid].<br />
<br />
20. Mereka juga berdalil dengan perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah,
yang -katanya- beliau membolehkan perayaan maulid. Beliau berkata,
“Demikian pula apa yang dimunculkan oleh sebagian manusia, -apakah dalam
rangka menandingi Nashara dalam perayaan maulid ‘Isa -‘alaihis salam-
atau karena kecintaan kepada Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- dan
mengagungkan beliau-. Allah kadang memberikan pahala kepada mereka atas
kecintaan dan ijithad ini, bukan atas bid’ah-bid’ah berupa menjadikan
Maulid Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- sebagai ‘ied …”. Lihat
Al-Iqtidho`hal. 294<br />
<br />
Di antara orang yang berdalilkan dengannya adalah Muhammad
MusthofaAl-’Alwy. Dia berkata, “Maka perkataan Syaikhul Islam ini jelas
menunjukkan bolehnya amalan maulid Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam-
yang bersih dari kemungkaran-kemungkaran yang bercampur dengannya”.<br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">Bantahan:</span><br />
<br />
Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Asy-Syaikh menyatakan [Lihat Mulhaqdari
risalah Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Asy-Syaikh yang berjudulHukmul
Ihtifal bil Maulid war Roddu ala man Ajazahu], “Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah -rahimahullah- berkata dalam kitabnya Al-Istighotsah, [“Suatu
kesalahan, jika timbul dari jeleknya pemahaman orang yang mendengar,
bukan karena kelalaian pembicara, maka tidak ada apa-apa (baca : dosa)
atas pembicara. Tidak dipersyaratkan pada seorang alim jika dia
berbicara harus menjaga jangan sampai ada pendengar yang salah faham”].<br />
<br />
Lagi pula beliau sendiri telah menegaskan dalam lanjutan ucapan beliau
-yang akan kami nukilkan pada bab ketiga belas- bahwa perayaan maulid
Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- adalah bid’ah yang
mungkar.<br />
<br />
Adapun mu’alliq (komentator) Al-Iqthidho`, dia berkata, “Bagaimana
mungkin mereka memiliki pahala atas hal ini padahal mereka telah
menyelisihi petunjuk Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- dan
petunjuk para sahabat beliau”.<br />
<br />
21. Mereka berkata, “Perayaan maulid Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam-
memang tidak pernah dilakukan oleh Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam-,
akan tetapi dia merupakan syi’ar agama Islam, bukan merupakan bid’ah”.<br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">Bantahan:</span><br />
<br />
Ini menunjukkan kebodohan orang yang mengucapkannya terhadap syari’at
Islam, maka apakah orang yang seperti ini pantas untuk berkomentar dalam
agama Allah?! Orang ini telah membedakan antara agama dan syi’ar agama
padahal Allah -‘Azza wa Jalla- telah berfirman:<br />
<br />
“Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan
syi`ar-syi`ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.
“. (QS. Al-Hajj: 32)<br />
<br />
Dalam ayat ini, Allah -‘Azza wa Jalla- menjadikan syi’ar agama sebagai
lambang dari kataqwaan hati yang merupakan kewajiban. Maka apakah
setelah ini, masih ada orang yang mengaku paham agama yang mengatakan
bahwa Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- sengaja meninggalkan syi’ar
agama -menurut sangkaan mereka- yang satu ini (maulid)?! Karena ucapan
ini mengharuskan bahwa Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- sengaja
meninggalkan sebuah ketaatan yang merupakan kewajiban [Dan meninggalkan
ketaatan yang merupakan kewajiban dengan sengaja adalah dosa besar],
padahal para ulama telah bersepakat bahwa para Nabi terjaga (ma’shum)
dari dosa besar. Al-Hafizh Ibnu Hajar -rahimahullah- berkata dalam
Fathul Bary (8/69), “Para nabi ma’shum dari dosa-dosa besar berdasarkan
ijma’ ” (Lihat juga Majmu’ Al-Fatawa (4/319) dan juga Minhajus Sunnah
(1/472) karya Ibnu Taimiyah).<br />
<br />
22. Di antara dalil mereka adalah bahwa tidak ada satupun dalil yang
tegas dan jelas melarang mengadakan perayaan maulid Nabi -Shallallahu
‘alaihi wasallam-.<br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">Bantahan:</span><br />
<br />
Sebenarnya dalil semacam ini tidak pantas kami sebutkan, karena dalil
ini hakikatnya sudah lebih dahulu patah sebelum dipatahkan. Akan tetapi
yang sangat disayangkan, dalil ini masih juga diucapkan oleh sebagian
orang yang mengaku berilmu yang dengannya dia menyesatkan manusia dari
jalan Allah.<br />
<br />
Kami tidak akan menjawab dalil ini sampai mereka menjawab beberapa pertanyaan di bawah ini:<br />
<br />
1. Tunjukkan pada kami satu dalil yang tegas dan jelas yang melarang dari narkoba dengan semua jenisnya!.<br />
<br />
2. Tunjukkan pada kami satu dalil yang tegas dan jelas yang mengharamkan
praktek-praktek perjudian kontemporer, semacam undian berhadiah melalui
telepon, SMS, dan selainnya!<br />
<br />
3. Tunjukkan pada kami satu dalil yang tegas dan jelas yang menunjukkan
haramnya kaum muslimin menghadiri natal dan perayaan kekafiran lainnya!<br />
<br />
Mereka tidak akan mendapatkan satu pun dalil tentangnya -walaupun mereka
bersatu untuk mencarinya- kecuali dalil-dalil umum yang melarang dari
semua amalan di atas dan yang semacamnya. Dan ketiga perkara di atas,
hanya orang yang bodoh tentang agama yang menyatakan halal dan bolehnya.<br />
<br />
Maka demikian halnya perayaan maulid. Betul, tidak ada dalil yang tegas
dan jelas yang melarangnya, akan tetapi dia tetap merupakan bid’ah dan
keharaman berdasarkan dalil-dalil umum yang sangat banyak berkenaan
larangan berbuat bid’ah dalam agama, berkenaan dengan larangan
menyerupai dan mengikuti orang-orang kafir, berkenaan dengan …,
berkenaan dengan …, dan seterusnya dari perkara-perkara haram yang
terjadi sepanjang pelaksanaan maulid. Wallahul Musta’an.<br />
<br />
Diambil dari : Buku Studi Kritis Perayaan Maulid Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam karya al-Ustadz Hammad Abu Muawiyah, cetakan Maktabah
al-Atsariyyah 2007.<br />
</div>Abu Rufaydah bin Unibhttp://www.blogger.com/profile/09414287558736681857noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6844411635089842911.post-12452047734805133762012-04-25T21:40:00.002-07:002012-04-25T21:40:36.429-07:00Nikahilah Aku Tapi Dengan Syarat Tidak Berpoligami!!<strong>Pertanyaan:</strong>
<br />
<div style="text-align: justify;">
Assalamu'alaykum Warohmatulloh Wabarokatuh<br /><br />Ustadz
firanda yang semoga ustadz dan keluarga mendapat penjagaan dari Allah,
ana seorang akhwat yang saat ini sedang melakukan proses ta'aaruf dengan
seorang ikhwan yang menuntut ilmu di Universitas Islam Madinah.
Pertanyaan ana, mungkin ustadz sudah bisa menebak dari judul/subject
message ini, yaitu <strong>apa boleh menolak untuk dipoligami </strong>? Apakah seorang wanita boleh memberi syarat kepada seorang lelaki yang hendak menikahinya agar tidak boleh berpoligami?<br /><br />Ana selama mengaji hampir 2 tahun, mendapat salah satu kaidah yaitu : <strong>lebih diutamakan menolak mafsadah (kerusakan) daripada mendapat maslahat (manfaat)'.</strong>
Ana, jujur merasa berat kalau nanti harus dipoligami ustadz. Tidak
hanya masalah perasaan tapi juga dari pihak keluarga ana yang sangat
memandang rendah terhadap laki-laki yang beristri lebih dari satu.
Selain itu juga, ikhwan yang sedang berproses ta'aruf dengan ana juga
belum punya pekerjaan alias hanya mengandalkan uang beasiswanya. Ana
takut jika nanti ikhwan tersebut ada niatan untuk poligami dan nekat
untuk menikah lagi padahal dari sisi dunia keluarga ana melihat belum
mampu/miskin, keluarga besar ana akan melihat betapa jeleknya orang
Islam yang hanya memikirkan syahwat dan syahwat tanpa memikirkan
bagaimana menafkahi nanti. Ana bukanlah akhwat pondokan dengan
background keluarga yang mengenal Islam dengan baik, saudara ana juga
ada yang non-Islam. Ana dulu berkuliah dan mengaji di salafy sejak
semester 6.<br /><br />Mohon nasehat dari ustadz, wa Jazaakumullohu Khoyro.<br /> </div>
<div style="text-align: justify;">
<strong>Jawab :</strong><br />Walaikum
salam warahmatullahi wa barakaatuh. Dari pertanyaan di atas maka jelas
bahwa ukhti yang bertanya paham betul akan disyari'atkannya poligami,
dan merupakan sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Akan tetapi
pertanyaan ukhti; Bolehkah seorang wanita memberi persyaratan kepada
calon suaminya agar tidak berpoligami?<br /><br />Lantas apakah persayaratan seperti ini tidak melanggar syari'at?<br /><br />Apakah
sang suami kelak wajib memenuhi persyaratan seperti ini?, ataukah boleh
melanggar janjinya untuk tidak berpoligami karena ada kemaslahatan yang
lain?<br /><br /> Para pembaca yang dirahmati Allah, para ulama dalam buku-buku fikih mereka membedakan antara dua hal :<br /><br />Pertama : Syarat-syarat sah nikah<br /><br />Kedua : Syarat-syarat yang dipersyaratkan dalam nikah yang diajukan oleh salah satu dari dua belah pihak calon mempelai.<br /><br />Adapun
hal yang pertama yaitu tentang syarat-syarat sah nikah maka hal ini
sudah ma'ruuf seperti : adanya wali dari pihak wanita, keridhoan dua
belah pihak calon mempelai, adanya dua saksi, dan tidak adanya
penghalang dari kedua belah pihak yang menghalangi pernikahan (seperti
ternyata keduanya merupakan saudara sepersusuan, atau karena ada
hubungan nasab yang menghalangi seperti ternyata sang wanita adalah
putri keponakan calon suami, atau sang wanita adalah muslimah dan sang
lelaki kafir, atau sang wanita adalah dari majusiyah, atau sang wanita
masih dalam masa 'iddah, atau salah satu dari keduanya dalam kondisi
muhrim, dll)<br /><br />Namun bukan hal ini yang menjadi pembahasan kita,
akan tetapi pembahasan kita adalah pada poin yang kedua yaitu tentang
seroang wanita yang memberi persyaratan tatkala melangsungkan akad nikah
dengan sang lelaki, atau sebaliknya.<br /><br />Permasalahan ini merupakan
salah satu cabang dari permasalahan utama yang diperselisihkan oleh para
ulama, yaitu tentang persyaratan yang disyaratkan dalam 'akad-'akad,
baik 'akad (transaksi) jual beli maupun 'akad pernikahan. Dan khilaf
para ulama tentang hal ini telah dijelaskan dengan sangat panjang lebar
oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam kitab beliau Al-'Qowaa'id
An-Nuurooniyah.<br /><br />Akan tetapi pembicaraan kita terkhususkan kepada
permasalahan yang ditanyakan, yaitu apakah boleh bagi sang wanita
tatkala akan menikah memberi persyaratan agar sang lelaki tidak
berpoligami?<br /><br />Telah terjadi khilaf diantara para ulama dalam permasalahan ini sebagaimana berikut ini:<br /><br /> <br /><strong>Madzhab Hanafi</strong><br /><br />Adapun
Madzhab Hanafi maka mereka membolehkan persyaratan seperti ini. Jika
seorang wanita diberi mahar oleh sang calon suami kurang dari mahar para
wanita-wanita yang semisalnya menurut adat maka boleh bagi sang wanita
untuk memberi persyaratan, seperti mempersyaratkan bahwa agar ia tidak
dipoligami. Dan persyaratan ini diperbolehkan dan dianggap termasuk dari
mahar karena ada nilai manfaat bagi sang wanita. Akan tetapi menurut
madzhab Hanafi jika ternyata sang lelaki akhirnya berpoligami maka ia
harus membayar mahar wanita tersebut secara penuh sebagaimana mahar para
wanita yang semisalnya menurut adat. (lihat Al-'Inaayah bi syarh
Al-Hidaayah 5/10, fathul Qodiir 7/176 maktabah syamilah)<br /><br /> <br /><strong>Madzhab Malikiah</strong><br /><br />Madzhab
Maliki memandang bahwa persayaratan seperti ini merupakan persayaratan
yang makruh. Dan madzhab Maliki memiliki perincian dalam permasalahan
ini, sbb :<br /><br />- Persayaratan seperti ini makruuh, dan tidak lazin/harus untuk dipenuhi oleh sang calon suami.<br /><br />-
Akan tetapi persayaratan ini wajib dipenuhi oleh sang suami jika
persayaratannya disertai dengan sumpah dari sang calon suami<br /><br />-
Jika persyaratan ini diajukan oleh sang wanita dengan menjatuhkan
sebagian maharnya maka wajib bagi sang suami untuk memenuhinya.
Misalnyan mahar nikah sang wanita adalah 20 juta, lantas sang wanita
berkata, "Aku menjatuhkan 5 juta dari maharku dengan syarat sang lelaki
tidak boleh berpoligami" lalu disetujui oleh sang lelaki maka wajib bagi
sang lelaki untuk memenuhi persyaratan tersebut. Jika ternyata sang
lelaki akhirnya berpoligami maka ia harus membayar mahar 5 juta tersebut
kepada sang wanita. (lihat perincian ini di At-Taaj wa Al-Ikliil 3/513)<br /><br />-
Bahkan Imam Malik pernah ditanya tentang seorang wanita yang memberi
persyaratan kepada calon suaminya, "Jika engkau berpoligami maka hak
untuk bercerai ada padaku", kemudian sang lelakipun berpoligami, lantas
sang wanitapun menjatuhkan cerai (talak) tiga. Akan tetapi sang suami
tidak menerima hal ini dan menganggap hanya jatuh talak satu. Maka
apakah jatuh talak tiga tersebut,?, Imam Malik menjawab : "Ini merupakan
hak sang wanita, dan adapun pengingkaran sang suami maka tidak ada
faedahnya" (lhat Al-Mudawwanah 2/75)<br /><br /> <br /><strong>Madzhab As-Syafii</strong><br /><br />Madzhab
As-Syafii membagi persyaratan dalam pernikahan menjadi dua,
syarat-syarat yang diperbolehkan dan syarat-syarat yang dilarang.<br /><br />Pertama
: Adapun syarat yang diperbolehkan adalah syarat-syarat yang sesuai
dengan hukum syar'i tentang mutlaknya akad, contohnya sang lelaki
mempersyaratkan kepada sang wanita untuk bersafar bersamanya, atau untuk
menceraikannya jika sang lelaki berkehendak, atau berpoligami.
Sebaliknya misalnya sang wanita mempersyaratkan agar maharnya dipenuhi,
atau memberi nafkah kepadanya sebagaimana nafkah wanita-wanita yang
lainnya, atau mempersyaratkan agar sang lelaki membagi jatah nginapnya
dengan adil antara istri-istrinya. Persyaratan seperti ini
diperbolehkan, karena hal-hal yang dipersayratkan di atas boleh
dilakukan meskipun tanpa syarat, maka tentunya lebih boleh lagi jika
dengan persayaratan.<br /><br />Kedua : Adapun persyaratan yang tidak diperbolehkan maka secara umum ada empat macam:<br /><br />-
Persyaratan yang membatalkan pernikahan, yaitu persyaratan yang
bertentangan dengan maksud pernikahan. Contohnya jika sang lelaki
mempersayaratkan jatuh talak bagi sang wanita pada awal bulan depan,
atau jatuh talak jika si fulan datang, atau hak talak berada di tangan
sang wanita. Maka pernikahan dengan persayaratan seperti ini tidak sah. <br /><br />-
Persyaratan yang membatalkan mahar akan tetapi tidak membatalkan
pernikahan. Contohnya persyaratan dari pihak lelaki, misalnya sang
wanita tidak boleh berbicara dengan ayah atau ibunya atau kakaknya,
atau sang lelaki tidak memberi nafkah secara penuh kepada sang wanita.
Demikian juga persayaratan dari pihak wanita, misalnya : <strong>sang lelaki tidak boleh berpoligami</strong>
atau tidak boleh mengajak sang wanita merantau. Maka ini seluruhnya
merupakan persyaratan yang batil karena mengharamkan apa yang dihalalkan
oleh Allah atau sebaliknya menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah.
Dalam kondisi seperti ini maka batalah mahar sang wanita yang telah
ditentukan dalam akad, dan jadilah mahar sang wanita menjadi mahar
al-mitsl (yaitu maharnya disesuaikan dengan mahar para wanita-wanita
yang semisalnya menurut adat istiadat).<br /><br />- Persyaratan
yang hukumnya tergantung siapa yang memberi persayaratan. Misalnya
persyaratan untuk tidak berjimak setelah nikah. Maka jika yang memberi
persayratan tersebut adalah pihak wanita maka hal ini haram, karena
jimak adalah hak sang lelaki setelah membayar mahar. Dan jika sebaliknya
persayaratan tersebut dari pihak lelaki itu sendiri maka menurut
madzhab As-Syafii hal tersebut adalah boleh<br /><br />- Persyaratan
yang diperselisihkan oleh ulama madzhab As-Syafi'i, yaitu persyaratan
yang berkaitan dengan mahar dan nafaqoh. Jika sang wanita
mempersyaratkan agar tidak dinafkahi maka pernikahan tetap sah, karena
hak nafkah adalah hak sang wanita. Akan tetapi persyaratan ini
membatalkan mahar yang telah ditentukan, maka jadilah mahar sang wanita
adalah mahar al-mitsl. Akan tetapi jika yang mempersyaratkan adalah dari
pihak lelaki maka para ulama madzhab syafii berselisih pendapat. Ada
yang berpendapat bahwa akad nikahnya batil, dan ada yang berpendapat
bahwa akad nikahnya sah akan tetapi membatalkan mahar yang telah
ditentukan bagi sang wanita sehingga bagi sang wanita mahar al-mitsl.
(lihat Al-Haawi 9/506-508)<br /> <br /><br /><strong>Madzhab Hanbali</strong><br /><br /> Madzhab Hanbali membagi persyaratan dalam nikah menjadi tiga bagian;<br /><br />Pertama
: Persyaratan yang harus ditunaikan, yaitu persayaratan yang manfaatnya
dan faedahnya kembali kepada sang wanita. Misalnya sang wanita
mempersayatkan agar sang suami tidak membawanya merantau atau tidak
berpoligami. Maka wajib bagi sang suami untuk memenuhi dan menunaikan
persyaratan ini. Jika sang suami tidak menunaikan syarat ini maka sang
wanita berhak untuk membatalkan tali pernikahan. Pendapat ini
diriwayatkan dari Umar bin Al-Khottoob, Sa'ad bin Abi Waqqoosh,
Mu'aawiyah, dan 'Amr bin Al-'Aash radhiallahu 'anhum. (lihat Al-Mughni
7/448)<br /><br />Kedua : Persyaratan yang batil dan membatalkan persyaratan
itu sendiri akan tetapi pernikahan tetap sah, seperti jika sang lelaki
mempersyaratkan untuk menikah tanpa mahar, atau tidak menafkahi sang
wanita, atau sang wanitalah yang memberi nafkah kepadanya, atau ia hanya
mendatangi sang wanita di siang hari saja. Dan demikian juga jika sang
wanita mepersyaratkan untuk tidak digauli atau agar sang lelaki
menjauhinya, atau agar jatah nginapnya ditambah dengan mengambil
sebagian jatah istrinya yang lain. Maka seluruh persyaratan ini tidak
sah dan batil (lihat Al-Mughni 7/449)<br /><br />Ketiga : Persyaratan yang
membatalkan akad nikah, seperti pernikahan mut'ah (nikah kontrak
sementara setelah itu cerai), atau langsung dicerai setelah nikah, dan
nikah syigoor, atau sang lelaki berkata, "Aku menikahi engkau jika ibumu
merestui atau si fulan setuju". (lihat Al-Mughni 7/449)<br /><br /> Dari
penjelasan di atas maka jelas bahwa empat madzhab seluruhnya memandang
sahnya persyaratan tersebut dan sama sekali tidak merusak akad nikah.
Khilaf hanya timbul pada hukum memberi persyaratan ini dari pihak
wanita. Madzhab Hanafi dan Hanbali memandang bolehnya persayratatn ini.
Madzhab Maliki memandang makruhnya hal ini. Dan hukum makruh masih
masuk dalam kategori halal. Adapun As-Syafii memandang bahwa persyaratan
ini merupakan persyaratan yang tidak diperbolehkan, hanya saja jika
terjadi maka persyaratan tersebut tetap tidak merusak akad nikah.<br /><br /> <br /><strong>Dalil akan bolehnya persyaratan ini :</strong><br /><br />Para ulama yang memperbolehkan persyaratan agar sang suami tidak poligami, mereka berdalil dengan banyak dalil, diantaranya:<br /><br />Pertama : Keumuman dalil-dalil yang memerintahkan seseorang untuk menunaikan janji atau kesepakatan. Seperti firman Allah<br /><br />يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ<br /><br /><em>Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu</em> (QS Al-Maaidah :1)<br /><br />Kedua : Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam<br /><br />أَحَقُّ الشُّرُوْطِ أَنْ تُوْفُوْا بِهِ مَا اسْتَحْلَلْتُمْ بِهِ الْفُرُوْجَ<br /><br /><em>"Syarat yang palih berhak untuk ditunaikan adalah persyaratan yang dengannya kalian menghalalkan kemaluan (para wanita)"</em> (HR Al-Bukhari no 2721 dan Muslim no 1418)<br /><br />Dan
persyaratan untuk tidak berpoligami merupakan persyaratan yang diajukan
oleh sang wanita dalam akad nikahnya, sehingga wajib bagi sang lelaki
untuk menunaikannya.<br /><br />Ketiga : Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam<br /><br />وَالْمُسْلِمُوْنَ عَلَى شُرُوْطِهِمْ إِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا<br /><br />"Dan
kaum muslimin tetap berada diatas persyaratan mereka (tidak
menyelishinya-pen), kecuali persyaratan yang mengharamkan perkara yang
halal atau menghalalkan perkara yang haram" (HR At-Thirimidzi no 1352
dan Abu Dawud no 3596 dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani)<br /><br />Dan
jelas bahwasanya seseroang yang menikah dan tidak berpoligami maka hal
ini diperbolehkan dan tidak melanggar persyaratan. Maka jika perkaranya
demikian berarti persyaratan untuk tidak berpoligami diperbolehkan dan
harus ditunaikan oleh sang suami. Adapun persyaratan yang menghalalkan
sesuatu yang haram maka tidak diperbolehkan, seperti seroang wanita yang
menikah dengan mempersyaratkan agar calon suaminya menceraikan istri
tuanya. Hal ini jelas diharamkan oleh syari'at.<br /><br />Keempat : Hukum
asal dalam masalah akad dan transaksi –jika diridhoi oleh kedua belah
pihak- adalah mubaah hingga ada dalil yang mengaharamkan<br /><br />Adapun
dalil yang dijadikan hujjah oleh para ulama yang mengharamkan
persyaratan ini adalah sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam<br /><br />مَنِ اشْتَرَطَ شَرْطًا لَيْسَ فِي كِتَابِ اللهِ فَهُوَ بَاطِلٌ وَإِنِ اشْتَرَطَ مِائَةَ شَرْطٍ<br /><em><br />"Barang
siapa yang memberi persyaratan yang tidak terdapat di Kitab Allah maka
persyaratan itu batil, meskipun ia mempersyaratkan seratus persyaratan"</em> (HR Al-Bukhari no 2155 dan Muslim 1504)<br /><br />Akan
tetapi maksud dari sabda Nabi ini adalah persyaratan yang tidak
dihalalkan oleh Allah. Karena konteks hadits ini secara lengkap
menunjukan akan hal ini. Konteks hadits secara lengkap adalah sebagai
berikut :<br /><br />Aisyah berkata :<br /><br />جَاءَتْنِي بَرِيْرَةُ فَقَالَتْ
كَاتَبْتُ أَهْلِي عَلَى تِسْعِ أَوَاقٍ فِي كُلِّ عَامٍ وُقِيَّة
فَأَعِيْنِيْنِي، فَقُلْتُ : إِنْ أَحَبَّ أَهْلُكِ أَنْ أُعِدَّهَا لَهُمْ
وَيَكُوْنُ وَلاَؤُكِ لِي فَعَلْتُ. فَذَهَبَتْ بَرِيْرَةُ إِلَى
أَهْلِهَا فَقَالَتْ لَهُمْ فَأَبَوْا ذَلِكَ عَلَيْهَا، فَجَاءَتْ مِنْ
عِنْدِهِمْ وَرَسُوْل اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَالِسٌ
فَقَالَتْ : إِنّي قَدْ عَرَضْتُ ذَلِكَ عَلَيْهِمْ فَأَبَوْا إِلاَّ أَنْ
يَكُوْنَ الْوَلاَءُ لَهُمْ. فَسَمِعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَأَخْبَرَتْ عَائِشَةُ النَّبِيَّ صَلًَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَقَالَ : خُذيْهَا وَاشْتَرِطِي لَهُمُ الْوَلاَءَ فَإِنَّمَا
الْوَلاَءُ لِمَنْ أَعْتَقَ، فَفَعَلَتْ عَائِشَةُ ثُمَّ قَامَ رَسُوْلُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي النَّاسِ فَحَمِدَ اللهَ
وَأَثْنَى عَلَيْهِ ثُمَّ قَالَ : أَمَّا بَعْدُ، مَا بَالُ رِجَالٍ
يَشْتَرِطُوْنَ شُرُوْطًا لَيْسَتْ فِي كِتَابِ اللهِ مَا كَانَ مِنْ
شَرْطٍ لَيْسَ فِي كِتَابِ اللهِ فَهُوَ بَاطِلٌ وَإِنْ كَانَ مِائَة
شَرْطٍ، قَضَاءُ اللهِ أَحَقُّ وَشَرْطُ اللهِ أَوْثَقُ وَإِنَّمَا
الْوَلاَءُ لِمَنْ أَعْتَقَ<br /><br />"Bariroh (seorang budak wanita-pen)
datang kepadaku dan berkata, "Aku telah membeli diriku (mukaatabah-pen)
dengan harga Sembilan uuqiyah, dan setiap tahun aku membayar satu uqiyah
(40 dirham), maka bantulah aku. Maka aku (Aisyah) berkata, "Jika tuanmu
suka maka aku akan menyiapkan bayaran tersebut dengan wala'mu pindah
kepadaku". Maka pergilah Bariroh kepada tuanya dan menyampaikan hal
tersebut, akan tetapi mereka enggan dan bersikeras bahwasanya walaa'nya
Bariroh tetap pada mereka. Maka Barirohpun kembali kepada Aisyah –dan
tatkala itu ada Rasulullah sedang duduk-, lalu Bariroh berkata, "Aku
telah menawarkan hal itu kepada mereka (tuannya) akan tetapi mereka
enggan kecuali walaa'ku tetap pada mereka. Maka Nabi shallallahu 'alaihi
wa sallam mendengar hal itu (secara global-pen), lalu Aisyah
mengabarkan perkaranya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Maka
Nabi berkata, "Belilah Bariroh (untuk dibebaskan) dari mereka dan beri
persyaratan kepada mereka tentang walaa'nya, karena walaa' adalah kepada
orang yang membebaskan". Maka Aisyahpun melakukannya, lalu Nabi
shalallahu 'alaihi wa sallam berdiri di hadapan manusia lalu memuji
Allah kemudian berkata, "Amma Ba'du, kenapa orang-orang memberi
persyaratan-persyaratan yang tidak terdapat di kitab Allah (Al-Qur'an),
maka persyaratan apa saja yang tidak terdapat dalam Al-Qur'an maka
merupakan persyaratan yang batil, meskipun seratus persayratan.
Ketetapan Allah lebih berhak untuk ditunaikan, dan persyaratan Allah
lebih kuat untuk diikuti, sesungguhnya walaa' hanyalah kepada orang yang
membebaskan" (HR Al-Bukhari no 2168)<br /><br />Maka jelaslah dari konteks
hadits di atas bahwa yang dimaksud dengan persyaratan yang terdapat
dalam kitab Allah adalah seluruh persyaratan yang diperbolehkan oleh
Allah dan RasulNya, dan bukanlah maksudnya persyaratan yang termaktub
dan ternashkan dalam Al-Qur'an. Karena permasalahan "Walaa' itu hanya
kepada orang yang membebaskan" sama sekali tidak termaktub dalam
Al-Qur'an, akan tetapi merupakan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam.<br /><br />Oleh karenanya persyaratan yang tidak diperbolehkan
adalah persyaratan yang tidak terdapat dalam kitab Allah, yang maksudnya
adalah seluruh perysaratan yang tidak disyari'atkan dan tidak
diperbolehkan dalam Al-Qur'an maupun As-Sunnah.<br /><br /><span style="text-decoration: underline;">Inti dalam masalah persyaratan baik dalam pernikahan maupun dalam akad-akad transaksi secara umum adalah : <strong>Seluruh persyaratan yang hukum asalnya adalah mubaah maka boleh dijadikan persayratan jika dirihdoi oleh kedua belah pihak</strong>. </span>(lihat Al-Qowaad An-Nurroniyah hal 285)<br /><br />Karenanya
pendapat yang lebih kuat dalam permasalahan ini –Wallahu A'lam- adalah
pendapat madzhab Hambali, bahwasanya persyaratan tersebut diperbolehkan
dan wajib untuk ditunaikan oleh suami jika menerima persyaratan
tersebut. dan inilah yang telah dipilih oleh Ibnu Taimiyyah dalam
Al-Qwaaid An-Nurroniyah dan juga Syaikh Al-Utsaimin (lihat As-Syarh
Al-Mumti' 12/164, 167)<br /><strong><br /><br />Kesimpulan :</strong><br /><br />Para ulama madzhab telah berselisih yang kesimpulannya sebagai berikut:<br /><br />-
Madzhab Hanbali membolehkan persyaratan seperti ini, dan wajib bagi
sang suami untuk menunaikan persyaratan tersebut. Dan persyaratan ini
sama sekali tidak merusak akad nikah dan juga tidak merusak mahar.<br /><br />-
Adapun pendapat Madzhab Hanafi maka persyaratan ini diperbolehkan jika
sang wanita menjatuhkan sebagian nilai maharnya. Dan wajib bagi sang
suami untuk menunaikan persayaratan ini. Jika sang suami tidak
menunaikannya maka sang wanita mendapatakan mahr al-mitsl<br /><br />- Madzhab Maliki memandang persyaratan ini merupakan persyaratan yang makruh<br /><br />-
Adapun pendapat madzhab Syafii maka ini merupakan persyaratan yang
tidak diperbolehkan. Akan tetapi jika terjadi maka persyaratan tersebut
tidak merusak akad nikah, hanya saja merusak mahar yang telah
ditentukan, sehingga mahar sang wanita nilainya berubah menjadi mahar
al-mitsl.<br /><br /> <br />Dari sini nampak bahwa jumhur (mayoritas) ulama
memandang bahwa persyaratan seperti ini (agar sang suami tidak
berpoligami) merupakan persayratan yang sah dan diperbolehkan. Akan
tetapi yang perlu diperhatikan :<br /><br />- Hendaknya para lelaki
yang hendak menikah untuk tidak mengajukan persyaratan ini tanpa
dipersyaratkan oleh sang wanita, karena ini merupakan bentuk
menjerumuskan diri dalam kesulitan.<br /><br />- Demikian juga jika
sang wanita mempersyaratkan tidak poligami, maka hendaknya sang lelaki
tidak langsung menerima, dan hendaknya ia berpikir panjang. Karena ia
tidak tahu bagaimana dan apa yang akan terjadi di kemudian hari. Bisa
saja nantinya sang wanita sakit sehingga tidak bisa menjalankan
fungsinya sebagai istri sebagaimana mestinya atau hal-hal lain yang
nantinya memaksa dia untuk berpoligami. Dan hendaknya sang lelaki ingat
bahwa jika ia menerima persyaratan tersebut maka hendaknya ia
menunaikannya karena seorang mukmin tidak mengingkari janji dan tidak
menyelisihi kesepakatan.<br /><br />- Hendaknya para wanita yang
memberi persayratan ini jangan sampai terbetik dalam benaknya kebencian
terhadap syari'at poligami, hendaknya ia tetap meyakini bahwa poligami
adalah disyari'atkan dan mengandung banyak hikmah di balik itu.<br /><br />-
Hendaknya para wanita tidaklah memberi persyaratan tersebut kecuali
jika memang kondisinya mendesak, karena sesungguhnya dibalik poligami
banyak sekali hikmah. Dan sebaliknya persyaratan seperti ini bisa jadi
membawa keburukan. Bisa jadi sang wanita akhirnya memiliki anak banyak,
dan telah mencapi masa monopuse, sedangkan sang suami masih memiliki
syahwat dan ingin menjaga kehormatannya, namun akhirnya ia tidak bisa
berpoligami. Maka jadilah sang lelaki membenci sang wanita namun apa
daya ia tidak mampu untuk berpisah dari sang wanita mengingat
kemaslahatan anak-anaknya.<br /><br />- Jika akhirnya sang lelaki
berpoligami maka sang wanita diberi pilihan, yaitu menggugurkan
persyaratannya tersebut dan menerima suaminya yang telah menyelisihi
janji sehingga berpoligami ataukah sang wanita memutuskan tali akad
pernikahan. Dan terputusnya tali pernikahan disini bukanlah perceraian,
akan tetapi akad nikahnya batal. Sehingga jika sang wanita ingin kembali
lagi ke suaminya maka harus dengan pernikahan yang baru.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Madinah, 16 05 1432 H / 20 04 2011 M</div>
<div style="text-align: justify;">
Abu Abdilmuhsin Firanda</div>
<div style="text-align: justify;">
www.firanda.com</div>Abu Rufaydah bin Unibhttp://www.blogger.com/profile/09414287558736681857noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6844411635089842911.post-51380627651845929242012-04-25T21:34:00.002-07:002012-04-25T21:34:29.144-07:00Wasiat Seorang Ibu Kepada Putrinya Yang Akan Merasakan Mahligai Malam PertamaAl-'Abaas bin Khoolid As-Sahmi berkata :
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
"Tatkala 'Amr bin Hajr
mendatangi 'Auf bin Mahlam As-Syaibaani untuk melamar putrinya yaitu
Ummu Iyaas, maka 'Auf berkata, "Aku akan menikahkan putriku kepadamu
dengan syarat aku yang akan memberi nama putra-putranya dan aku yang
akan menikahkan putri-putrinya kelak". Maka 'Amr bin Hajr berkata,
Adapun putra-putra kami maka kami menamakan mereka dengan nama-nama kami
dan nama-nama bapak-bapak kami dan nama-nama paman-paman kami. Adapun
putri-putri kami maka yagn akan menikahi mereka adalah yang setara
dengan mereka dari kalangan kerajaan, akan tetapi aku akan memberikan
kepadanya mahar sebuah bangunan di Kindah, dan aku akan memenuhi
kebutuhan-kebutuhan kaumnya, tidak seorangpun dari mereka yang akan
ditolak hajatnya". Maka sang ayah ('Auf) pun menerima mahar tersebut
lalu menikahkan 'Amr dengan putrinya Ummu Iyaas.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
Tatkala 'Amar akan membawa sang putri maka datanglah sang ibu menasehati empat mata kepada sang putri seraya berkata:<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<span lang="AR-SA" style="font-family: "Arial","sans-serif";">أَيْ
بُنَيَّةِ، إِنَّكِ فَارَقْتِ بَيْتَكِ الَّذِي مِنْهُ خَرَجْتِ،
وَعَشِّكِ الَّذِي فِيْهِ دَرَجْتِ، إِلَى رَجُلٍ لَمْ تَعْرِفِيْهِ،
وَقَرِيْنٍ لَمْ تَأْلَفِيْهِ، فَكُوْنِي لَهُ أَمَةً يَكُنْ لَكِ عَبْدًا،
وَاحْفَظِي لَهُ خِصَالاً عَشْراً يَكُنْ لَكِ ذُخْرَا</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
"Wahai putriku,
sesungguhnya engkau telah meninggalkan rumahmu -yang di situlah engkau
dilahirkan dan sarangmu tempat engkau tumbuh- kepada seorang lelaki
asing yang engkau tidak mengenalnya dan teman (*hidup baru) yang engkau
tidak terbiasa dengannya. Maka jadilah engkau seorang budak wanita
baginya maka niscaya ia akan menjadi budak lelakimu. Hendaknya engkau
memperhatikan dan menjaga 10 perkara untuknya maka niscaya akan menjadi
modal dan simpananmu kelak.</div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="AR-SA" style="font-family: "Arial","sans-serif";">أَمَّا الْأُوْلَى وَالثَّانِيَةُ: فَالْخُشُوْعُ لَهُ بِالْقَنَاعَةِ، وَحُسْنِ السَّمْعِ لَهُ وَالطَّاعَةِ</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
"Adapun perkara yang
pertama dan kedua adalah (1) Tunduk kepadanya dengan sifat qonaah, serta
(2) mendengar dan taat dengan baik kepadanya"</div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="AR-SA" style="font-family: "Arial","sans-serif";">وَأَّمَّا
الثَّالِثَةُ وَالرَّابِعَةُ: فَالتَّفَقُّدُ لِمَوْضِعِ عَيْنِهِ
وَأَنْفِهِ، فَلاَ تَقَعُ عَيْنُهُ مِنْكِ عَلَى قَبِيْحٍ، وَلاَ يَشُمُّ
مِنْكِ إِلاَّ أَطْيَبَ رِيْحٍ</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
"Adapun perkara yang
ketiga dan keempat yaitu engkau memperhatikan pandangan dan ciumannya,
maka (3) jangan sampai matanya melihat sesuatu yang buruk dari dirimu
dan (4) jangan sampai ia mencium darimu kecuali bau yang terharum"</div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="AR-SA" style="font-family: "Arial","sans-serif";">وَأَمَّا
الْخَامِسَةُ وَالسَّادِسَةُ: فَالتَّفَقُّدُ لِوَقْتِ مَنَامِهِ
وَطَعَامِهِ، فَإِنَّ حَرَارَةُ الْجُوْعِ مُلْهِبَةٌ، وَتَنْغِيْصَ
النَّوْمِ مُغْضِبَةٌ</span></div>
<div class="MsoNormal">
"Adapun perkara yang kelima dan keenam adalah (5
& 6) memperhatikan waktu tidurnya dan makannya, karena panasnya
lapar itu membakar dan kurangnya tidur menimbulkan kemarahan"</div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="AR-SA" style="font-family: "Arial","sans-serif";">وَأَمَّا
السَّابِعَةُ وَالثَّامِنَةُ: فَالاِحْتِفَاظُ بِمَالِهِ، وَالْإِرْعَاءُ
عَلَى حَشْمِهِ وَعِيَالِهِ، وَمِلاَكُ الْأَمْرِ فِي الْمَالِ حُسْنُ
التَّقْدِيْرِ، وَفِي الْعِيَالِ حُسْنُ التَّدْبِيْرِ</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
"Adapun perkara
ketujuh dan kedelapan ; (7) menjaga hartanya dan (8) perhatian terhadap
kerabatnya dan anak-anaknya. Dan kunci pengurusan harta adalah
penempatan harta sesuai ukurannya dan kunci perhatian anak-anak adalah
bagusnya pengaturan"</div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="AR-SA" style="font-family: "Arial","sans-serif";">وَأَمَّا
التَّاسِعَةُ وَالْعَاشِرَةُ: فَلاَ تَعْصِنَّ لَهُ أَمْرًا وَلاَ
تَفْشِنَّ لَهُ سِرًّا، فَإِنَّكِ إِنْ خَالَفْتِ أَمْرَهُ أَوْغَرْتِ
صَدْرَهُ، وَإِنْ أَفْشَيْتِ سِرَّهُ لَمْ تَأْمَنِي غَدْرَهُ</span></div>
<div class="MsoNormal">
"Adapun perkara yang kesembilan dan kesepuluh
adalah (9) janganlah sekali-kali engkau membantah perintahnya dan (10)
janganlah sekali-sekali engkau menyebarkan rahasianya. Karena jika
engkau menyelisihi perintahnya maka engkau akan memanaskan dadanya, dan
jika engkau menyebarkan rahasianya maka engkau tidak akan aman dari
pengkhianatannya"</div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="AR-SA" style="font-family: "Arial","sans-serif";">ثُمَّ إِيَّاكِ وَالْفَرَحَ بَيْنِ يَدَيْهِ إِذَا كَانَ مُهْتَمًّا، وَالْكَآبَةَ بَيْنَ يَدَيْهِ إِذَا كَانَ فَرِحاً</span>.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
"Kemudian hati-hatilah
engkau jangan sampai engkau gembira tatkala ia sedang bersedih, dan
janganlah bersedih tatkala ia sedang bergembira."</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Al-'Abaas bin Khoolid
As-Sahmi berkata, "Maka kemudian Ummu Iyaas pun melahirkan bagi 'Amr bin
Hajr anaknya yang bernama Al-Haarits bin 'Amr, yang ia merupakan kakek
dari Umrul Qois penyair dan pujangga yang tersohor."</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
(Dari kitab Al-'Aqd
Al-Fariid karya Al-Faqiih Ahmad bin Muhammad bin Abdi Robbihi
Al-Andaluusi, tahqiq : DR Mufiid Muhammad, jilid 7 hal 89-90, Daarul
Kutub al-'Ilmiyah, cetakan pertama, tahun 1983)</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kota Nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam-, 04-03-1433 H / 27 Januari 2011 M</div>
<div style="text-align: justify;">
Abu Abdilmuhsin Firanda Andirja</div>
<div style="text-align: justify;">
www.firanda.com</div>Abu Rufaydah bin Unibhttp://www.blogger.com/profile/09414287558736681857noreply@blogger.com0